Mohon tunggu...
SHOHIBUL ULUM
SHOHIBUL ULUM Mohon Tunggu... Lainnya - Masih Newbie

Tentang Politik Luar Negeri dan Teknologi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pijakan Perdana Menteri di Kabinet Perpaduan

26 April 2023   12:25 Diperbarui: 26 April 2023   12:39 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Utusan Malaysia Online

Krisis politik Malaysia akhirnya menemukan penyelesaian terakhir tatkala Sri Paduka Baginda Yang Dipertuan Agong melantik Datuk Seri Anwar Ibrahim sebagai perdana menteri ke-10.  Jalan Anwar Ibrahim menjadi perdana meteri Malaysia bukanlah jalan yang mudah. Anwar harus menunggu 24 tahun untuk menjadi perdana menteri. 

Dalam penantiannya, sudah dua kali masuk penjara dan berbagai fitnah, pengkhianatan telah dia rasakan. Meskipun demikian, Anwar Ibrahim tidak merasa bahwa tujuan utama (ultimate goal) dari karier politiknya adalah menjadi perdana menteri. Anwar Ibrahim tetap konsisten dengan agenda reformasi untuk menciptakan Malaysia yang good governance.

Kabinet Perpaduan sebagai Tatanan Politik Baru Malaysia

Selama ini, ranah politik Malaysia dikenal dunia melalui satu partai (koalisi partai) saja yaitu Barisan Nasional (National Front). Kuasa Barisan Nasional telah dimulai dari kemerdekaan Malaysia hingga jatuh kalah pada PRU 14 tahun 2018 lalu. Sebagai partai utama dalam koalisi Barisan Nasional, UMNO mau tidak mau harus berpikir keras untuk memenangkan kursi-kursi yang hilang pada PRU 14. Seberkas asa mulai terlihat ketika koalisi Barisan Nasionl (BN) menang besar dalam PRN (Pilkada) negara bagian Johor dan Melaka. Dua pilkada tingkat negara bagian menjadi salah satu sebab mengapa UMNO mendesak perdana menteri Ismail Sabri Yaakob untuk melaksanakan pemilu (PRU 15) lebih awal dari yang dijadwalkan pada Juni 2023.

Singkat cerita, Raja Malaysia Sri Paduka Yang Dipertuan Agong memperkenankan perdana menteri Ismail Sabri untuk melaksanakan PRU 15 (pemilu) pada 19 November 2022. Keputusan ini menuai kontroversi dalam politik Malaysia. Pihak pro PRU 15 yang didominasi UMNO beralasan bahwa PRU 15 merupakan chance untuk "mengubur" para "pelompat" dan mengembalikan semula kejayaan koalisi Barisan Nasional (BN). Namun demikian, pihak yang kontra PRU 15 beralasan bahwa pemilu tidak boleh dilaksanakan ketika kondisi cuaca sedang tidak baik dimana badan metereologi Malaysia memperkirakan akan terjadi badai monsoon yang berpotensi membawa curah hujan tnggi dan bencana banjir. Kondisi negara yang akan berhadapan dengan bencana tentu bukan kondisi ideal untuk melaksanaakan pemilu. 

Tidak hanya alasan banjir, pihak yang menolak keputusan PRU 15 lebih awal yang didominasi oleh dua koalisi besar utama lain yaitu Pakatan Harapan (PH) dan Perikatan Nasional (PN) juga berspekulasi bahwa PRU 15 hanya untuk menyelamatkan para pemimpin UMNO saja. Perlu diketahui bahwa Datok Sri Ahmad Zahid Hamidi yang menjabat ketua umum partai UMNO sedang menjalani proses hukum terkait dugaan penyelewengan dana yayasan. Koalisi Pakatan Harapan (PH) dan Perikatan Nasional (PN) memiliki keyakinan bahwa jika Barisan Nasional (BN) menang pemilu dan sanggup membentuk pemerintahan pusat, maka Ahmad Zahid Hamidi akan terbebas dari semua tuntutan hukum. 

Dua alasan ini menjadi modal utama Pakatan Harapan (PH) dan Perikatan Nasional (PN) selama berkampanye.

Alhasil, modal kampanye yang digunakan dua koalisi ini memberikan mereka posisi yang cukup menguntungkan di parlimen. Hasil resmi PRU 15 menyatakan bahwa Pakatan Harapan (PH) berhasil memperoleh 82 kursi, Perikatan Nasional (PN) memperoleh 74 kursi, dan Barisan Nasional hanya 30 kursi, sementara sisanya merupakan kursi dari independen dan partai Sabah-Serawak. 

Kondisi ini menghasilkan dead-lock bagi ketiga koalisi partai karena tidak bisa mendirikan kerajaan. Syarat kursi minimum sebuah partai atau koalisi partai dalam membentuk pemerintahan adalah 112 kursi dari 222 kursi di parlemen. Berbagai spekulasi dan kalkulasi politik di media dan masyarakat Malaysia kemudian beredar. Menanggapi kondisi ini, Raja Malaysia kemudian memanggil pejabat tinggi partai atau koalisi partai untuk membentuk sebuah kabinet antar koalisi sebagai sebuah solusi dari tidak ada partai atau koalisi partai yang mendapatkan jumlah kursi minimum. 

Di tengah-tengah spekulasi yang beredar, calon perdana menteri Muhyidin Yassin dari koalisi Perikatan Nasional (PN) mengumumkan kepada media massa bahwa dia telah mendapatkan cukup dukungan sebagai syarat minimum untuk membentuk pemerintah. Muhyidin juga menyampaikan bahwa ada 10 pemenang dari koalisi Barisan Nasional (BN) diantara anggota parlemen yang mendukungnya. Secara kalkulasi politik, Muhyidin Yassin memang menang dalam hal jumlah dukungan anggota parlemen karena berhasil mengumpulkan dukungan dari partai Sabah-Serawak ditambah 10 anggota parlemen dari Barisan Nasional (BN).

Sebuah turning-point terjadi ketika ketua umum partai UMNO, Ahmad Zahid Hamidi mengumumkan bahwa mendukung pemerintahan antar koalisi partai dengan Anwar Ibrahim dari koalisi Pakatan Harapan sebagai perdana menteri sesuai dengan anjuran dari Raja Malaysia. Hal ini menyebabkan klaim kemenangan dari blok Perikatan Nasional (PN) yang dimpimpin Muhyidin Yassin ditolak karena secara kalkulasi politik gabungan kursi antara koalisi Pakatan Harapan (PH) dan Barisan Nasional (BN) saja sudah cukup untuk memenuhi syarat minimum dalam membentuk pemerintahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun