Muhammadiyah Menghadapi 2024 (1)
Mencontoh Tokoh Struktural dan Kultural Muhammadiyah ?
Oleh Shofwan Karim
Tiba-tiba masuk surat ke Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumbar. Diiringi WA ke saya. Â Assalamu'alaikum Wr.Wb Bang. Sehubungan dengan keinginan kami untuk maju sebagai Aggota DPD RI pada pemilu 2024, maka selaku kader kami ingin bersilaturrahim untuk mendapatkan do'a restu, nasehat dan arahan dari PWM Sumbar. Terima kasih Wassalam
Surat dan Chatting Whatsapp (WA) Â itu saya terima setelah pulang dari Koordinasi Nasional Muhammadiyah 16-18 September lalu di Magelang. Dari seluruh Indonesia hadir semua PWM sebenyak 135 orang bersama Pimpinan Ortom dan AUM serta PTMA. Ketua PWM Sumbar bersama Wakil Ketua membidangi LHKP hadir penuh.
Terhadap WA tadi Saya belum jawab langsung. Pemilu 2024 masih relative jauh. Saya masih mempelajari risalah Magelang yang dirilis ke Media.
Ternyata rilis itu lebh banyak ke eksternal. Himbauan politik ke pemerintah dan pihak lain.
Lalu saya WA LHKP Pusat. Menagih, mana bimbingan internal. Mana inti pidato Kertua Umum dan  nara sumber lain. Mana inti hasil diskusi pleno dan komisi yang bersifat praktis dan bisa dieksekusi oleh  jajaraan PWM ke bawah.
Dan baru, 29 September kemarin dikirim ke saya. Di samping risalah ada bimbingan internal dan notulen pertemuan  lengkap. Itu semua sedang saya ramu untuk pada waktunya di sampaikan ke jajaran Muhammadiyah Sumbar baik oral  maupun literal seperti esai ini.
Terhadap permintan kader tadi, Saya tercenung dalam sekali dan membatin. Kagum dengan semangat kader itu. Kagum, karena ada kader (dia menamakan dirinya) memiliki semangat, tekad dan sudah mulai turun ke lapangan. Malah saya baca di media sudah diklaim mendapat dukungan dan mengumpulkan KTP di suatu tempat.
Tiba-tiba  saya tersentak atas  stigma. Misalnya apa yang disebut Buya Allah Yarham Ketua PP Muhammadiyah (waktu itu belum ada istilah Ketua Umum) Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif, MA (1935-2022). "Muhammadiyah itu yatim-piatu politik".