"Mereka adalah orang yang terus-menerus berinfak di jalan Allah, baik di waktu lapang, mempunyai kelebihan harta setelah kebutuhannya terpenuhi, maupun sempit, yaitu tidak memiliki kelebihan, dan orang-orang yang menahan amarahnya akibat faktor apa pun yang memancing kemarahan dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan."
Di dalam ayat itu ada kata infak. Sesuatu yang harus diberikan selalu dalam waktu sedang berlebih atau tidak berlebih atau mungkin kurang (sempit). Maka nafkah atau infaq untuk diri sendiri dan keluarga tanggungannya adalah kewajiban moral sang punya diri. Sama suasana hatinya bila berbagi dengan yang lain, sama dengan berbagi kepada diri dan keluarganya.
Kosa kata Arab anfaqa yang berarti "mengeluarkan sesuatu untuk kepentingan sesuatu, sedangkan sedekah berasal dari kata Arab shadaqah yang berarti "sebuah pemberian yang bertujuan untuk mencari rida Allah".
Maka bila direnungkan pembagian sembako, hadiah, dan bantuan berbagai bentuk dari bebagai Lembaga, itu termasuk sadakah atau kedermawanan biasa. Karena lembaganya punya keuntungan yang dikategorikan sebagai CSR (Corporate Sosial Responsilibity).
Agaknya dalam kategori ini termasuk bagi-bagi Sembako kepada masyarakat ekonomi lemah oleh pihak dan kalangan tertentu lainnya.
Kalau konsep pemikiran altruisme di atas digunakan, maka ini termasuk sadakah  bukan infak (altruisme) tadi.
Apapun diksi dan wacana tentang altruisme, harus dilihat sebagai istilah baru dalam hakikat isi yang jauh ada sebelumnya.
Dirunut ke literatur oleh Prof Taufiq, dalam sejarah pemikiran filsafat, ternyata konsep altruisme datang dari Auguste Comte (1798-1857).
Padahal, Al-Ghazali  hidupnya mendahului lebih 700 tahun sebelumnya.
Oleh karena itu, harus dilihat pidato pengukuhan sebagai penyesuaian dengan  perkembangan zaman dalam literatur Islam yang harus dibumikan terus menerus.
Dengan demikian memudahkan bagi umat Islam membaca dan memahami pemikiran keagamaan mereka. Wa Allahu a'lam bi al-shawab. ***