Mohon tunggu...
Shofwan Karim
Shofwan Karim Mohon Tunggu... Dosen - DR. H. Shofwan Karim Elhussein, B.A., Drs., M.A.

Shofwan, lahir 12 Desember 1952, Sijunjung Sumatera Barat. Suku Melayu. Isteri Dra. Hj. Imnati Ilyas, BA., S.Pd., M.Pd., Kons. Imnati bersuku Pagar Cancang, Nagari Balai Talang, Dangung-dangung, 50 Kota Sumbar. Shofwan, sekolah SR/SD di Rantau Ikil dan Madrasah Ibtidayah al-Hidayatul Islamiyah di Sirih Sekapur, 1965. SMP, Jambi, 1968. Madrasah Aliyah/Sekolah Persiapan IAIN-UIN Imam Bonjol Padang Panjang, 1971. BA/Sarjana Muda tahun 1976 dan Drs/Sarjana Lengkap Fakultas Tarbiyah IAIN-UIN Imam Bonjol Padang,1982. MA/S2 IAIN-UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1991. DR/S3 UIN Syarif Hidayatullah-UIN Jakarta, 2008.*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kampus, Politik, Cendekia dan Cinta

24 September 2017   15:25 Diperbarui: 24 September 2017   15:30 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kampus, Politik, Cendekia dan Cinta: "Silhouette" Kehidupan Prof Marlis

Oleh Shofwan Karim  

Prolog. Bagai garis keliling bayang-bayang lukisan, inilah narasi besar autobiografi  Prof. Dr. H. Marlis Rahman, MSc., yang lahir di Bukittingi,  9 Juni 1942. Kata  "silhouette" kehidupan, mungkin tepat untuk disematkan pada wacana singkat ini.  Hati  terasa  menggejuju ketika membaca buku setebal 422 di tangan kita sekarang.

Terbagi kepada autobiografi serta testimoni para sahabat. Diawali sekapur sirih Editor, sambutan Wapres JK, pengantar Gubernur Prof. Irwan dan pengantar Rektor Prof Tafdil ditutup profil editor, Eko Yanche Edrie dan Nita Indrawati Arifin.  

Saya membatasi diri secara selintas untuk menyigi empat sudut pandang dari buku ini. Kampus, politik, cendekia dan cinta. Prof. Marlis sebagai akitivis dan pemimpin kampus; menjadi politisi dalam makna menjadi wakil Gubernur dan kemudian Gubernur; tokoh cendekiawan  dan seorang anak manusia yang penuh cinta.

Tentu saja ada interperetasi dan opini saya pribadi yang subyektif perlu meminta maaf kepada beliau kalau kurang berkenan. Lebih dari itu  variasi informasi lain yang tidak ditulis di buku, tidak tertahankan oleh saya untuk mengatakannya.  Boleh jadi bagai percampur-adukan yang sukar dihindari.

Kampus. Saya mengenal  Rektor Universitas dan Institut agak dekat sejak awal 70-an sampai sekarang. Satu di antaranya Prof. Marlis. Dulu sebelum Profesor belum sebanyak sekarang, kami memanggilnya Pak Marlis.  Sekarang kita merasa kurang sopan kalau tidak menyebutnya Prof Marlis. Meski sudah emiritus. Beliau satu di antara 4 Rektor dan Guru Besar  yang sempat menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar. Tiga lainnya adalah Rektor dan Gubernur  Prof. Dr (HC) Drs. Harun Zain, Wakil Gubernur Prof. Dr. Fachri Ahmad dan Gubernur  Prof. Dr. Irwan Prayitno.

Warna dunia perguruan tinggi, bolehlah disebut amat pekat memberi  corak  kepada pertumbuhan dan perkembangan Sumbar. Baik di dalam kaitan dengan strategi, rencana, rancangan, pelaksanaan dan penilaian terhadap jalannya pembangunan maupun sumber daya manusia dalam pembangunan itu sendiri.  Ada zamannya beberapa  Kepada Dinas, Kanwil dan Kepala Kantor atau sekarang Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) beberapa berasal dari perguruan tinggi.

Jangan disangka, ketika gubernur-gubernur lainnya seperti Pak Azwar, Pak Hasan, Pak Zainal dan Pak Gamawan, peranan perguruan tinggi mengendur.  Semua gubernur itu  menjadikan perguruan tinggi sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan kerja pemerintahan. Tentu saja dalam getaran aura dan dinamika yang berbeda.

Asik kita mengikuti dinamika apa yang dipikirkan, direncanakan, dikerjakan dan ditekuni Prof Marlis di Unand. Kesetiaan kepada  Unand meski ada tawaran untuk  mengabdi di ITB setelah menyelesaikan S1 di situ. Sebagai dekan FIPIA pada ujung 1970-an itu, menyekolahkan dosen keluar Sumbar dan luar negeri untuk S2 dan S3. Walau beliau sendiri sebagai dekan  masih S1.  Baru belakangan berfikir tentang  dirinya. Beliau menyelesaikan studi S2 dan S3 di OSU, USA. Menggeluti Pusat studi lingkungan hidup. Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi.  Dan Tahura Bung Hatta.

Bergelut dengan dunia akademisi dan penelitian menurut bidang studinya, bekelindan dengan peranan kepemimpinannya di Unand. Ketua jurusan, dekan wakil rektor kemudian rektor. Sebuah repleksi yang manarik ketika Prof Marlis dengan lembut  mengkisahkan bagaimana  pesimisnya  pada awal  akan menjadi rektor diujung era Orde Baru itu. Meski suara anggota senat diraihnya mayoritas, tetapi ada tokoh lain yang punya lobby tinggi ke atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun