Mohon tunggu...
Shintya Wulandary
Shintya Wulandary Mohon Tunggu... Administrasi - Content Writer

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pro-Kontra Pencabutan RUU PKS dari Prolegnas 2020

2 Juli 2020   22:58 Diperbarui: 2 Juli 2020   23:00 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) adalah RUU yang berisi tujuan penghapusan kekerasan seksual untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual dalam hal menangani, melindungi, memulihkan, menindak pelaku, dan lain-lain. 

Kekerasan seksual yang dimaksud diantaranya tindak pelecehan, eksploitasi, pemaksaan aborsi, pemerkosaan, pemaksaan pelacuran, perbudakan, penyiksaan dan lain-lain dalam lingkup diri sendiri, keluarga, rekan, maupun publik.

RUU ini harus disahkan mengingat banyaknya peristiwa kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia yang kian hari semakin meningkat jumlahnya baik itu menimpa kaum perempuan, laki-laki, anak usia dini, maupun orang yang sudah lanjut usia.

Namun mayoritas korbannya adalah perempuan. Sebagian besar kekerasan seksual dilakukan di tempat umum. Sehingga diharapkan dengan disahkannya RUU PKS ini yang menjadi korban bisa mendapatkan perlindungan. Komnas Perempuan telah menyatakan bahwa Indonesia darurat kekerasan seksual sejak tahun 2012 kemudian meningkat hingga pada tahun 2017.

Pada 2017, tercatat ada 392.610 kasus kekerasan terhadap perempuan. Jumlah itu bertambah 16,5 persen di tahun 2018 menjadi 406.178. Lalu semakin naik di 2019 hingga mencapai 431.471 kasus. Peningkatan kasus tersebut diakibatkan tidak adanya payung hukum terhadap kekerasan seksual sehingga korban tidak mendapatkan perlindungan kekerasan dari Negara. 

Peningkatan kasus secara signifikan dari waktu ke waktu juga didasari oleh pola pikir serta sikap masyarakat yang justru menyalahkan korban kekerasan seksual karena pakaian yang dikenakan.

Hal ini yang kemudian menimbulkan presepsi pelaku untuk membangun asumsi bahwa dirinya termotivasi melakukan kekerasan seksual karena pakaian yang dikenakan oleh korban. Padahal dengan pakaian apapun yang dikenakan, bisa saja menjadi korban kekerasan seksual. Karna kekerasan seksual tidak terbatas dari pakaian yang dikenakan oleh korban.

Hal ini yang kemudian menjadi polemik pro dan kontra baik di lingkup pemerintahan maupun masyarakat. Pembahasan Rapat Kerja Prolegnas mengenai RUU Prioritas tahun 2020 di DPR RI yang dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 2020 justru menuai aksi protes dari sebagian fraksi karena Wakil Komisi VIII melakukan pencabutan terhadap RUU PKS dari Prolegnas Prioritas tahun 2020.

Wakil Komisi VIII menilai pembahasan RUU PKS untuk Prolegnas Prioritas tahun 2020 sulit dilakukan karna terbentur soal definisi serta pemidanaan masih menjadi perdebatan.  Padahal RUU PKS direncanakan Pemerintah untuk disahkan sejak Agustus 2019 kemudian mundur hingga Juli 2020 dan berujung dilakukan pencabutan dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2020.

RUU PKS merupakan salah satu RUU yang paling panjang pembahasannya di DPR RI. Sejak diajukan pada tahun 2012 lalu kemudian masuk dalam Prolegnas Prioritas 2016, lalu pembahasan berlanjut pada tahun 2018 dan kemudian pembahasan RUU tersebt ditunda hingga tahun 2019. Lalu kemudian ditunda lagi hingga 2020 dan berakhir dicabutnya RUU PKS dari Prolegnas Prioritas tahun 2020. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun