Mohon tunggu...
Shintia Puji Utami
Shintia Puji Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Statistika Universitas Airlangga

Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary

Marahnya Ibu Itu Karena Sayang

4 Januari 2023   14:15 Diperbarui: 4 Januari 2023   14:27 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Tak jarang seorang anak ketika telah melakukan kesalahan mereka akan dimarahi oleh orang tuanya, terkhusus adalah seorang ibu. Lalu, yang jadi pertanyaannya adalah apakah setiap Ibu seperti itu? Apasih yang menjadikan ibu bersikap demikian?

Nah, sebagai seorang anak yang masih dinaungi oleh orang tua dalam setiap hal, aku merasa apa yang dilakukan ibuku dulu setiap aku melakukan kesalahan yaitu dengan memarahiku adalah sebuah hal yang salah. 

Marah adalah jalan pertama yang dilakukan ketika anak-anaknya melakukan setiap kesalahan. Padahal, pikirku saat itu bahwa seharusnya ibu bersikap tenang dan memberitahukanku terlebih dahulu letak kesalahan, kemudian baru memarahi jika memang sikapku dinilai terlalu keterlaluan.

Aku yang setiap dimarahi selalu merasa bahwasanya ibu tidak sayang terhadapku, menganggap bahwasanya ibu adalah seorang pemarah yang tidak pernah bisa berhenti.

Namun, setelah aku melewati fase-fase tersebut, dimana akhirnya aku mulai tinggal jauh karena merantau sehingga menjadikan kita tidak pernah bertemu untuk waktu yang lama menjadikanku sadar dan paham bahwa yang dilakukan ibu selama aku masih tinggal di rumah adalah sesuatu yang benar.

Bagaimana bisa? Ya bisa saja, jadi misalnya ketika aku pernah keluar malam bareng teman-temanku hanya untuk sekedar jalan-jalan yang waktu itu aku ingat sekali pulang sekitar jam 10 malam. Menjadikanku ketika sampai rumah dimarahi habis-habisan dengan alasan sudah menelpon berkali-kali namun tak pernah aku angkat. 

Padahal waktu itu memang baterai HP ku kebetulan habis, sehingga tidak bisa untuk memberi kabar. Namun, alasan kepulanganku yang terlalu larut malam juga bukan karena alasan, melainkan karena waktu itu bulan puasa sehingga setelah berbuka kami melanjutkan jalan-jalan untuk melepaskan rasa rindu masing-masing karena sudah lama tidak bertemu. Namun hal tersebut mendapat tanggapan yang berbeda dari ibuku.

Untuk ayah sendiri, karena beliau termasuk tipe orang yang sabar, maka beliau tak pernah sedikitpun marah kepada anak-anaknya ini. Karena kesabarannya inilah yang aku tiru dalam kehidupan sehari-hari.

Lanjut, karena didikan dari ibu bahwasanya memang agak terlatih keras, jarang dibolehkan untuk melakukan suatu hal yang aku inginkan. Maka dari itu, aku terkesan tidak bebas dan lainnya yang pada waktu itu aku juga merasa kesal, marah karena tidak bisa hidup normal seperti anak-anak pada umumnya.

Namun, kehidupanku ketika merantau ternyata hampir sama, karena aku merasa sudah terlatih selama di rumah oleh ibu, yang menjadikan setiap larangannya selama masih di rumah juga aku patuhi ketika aku lagi tinggal di perantauan sekalipun.

Hal inilah yang menjadikan aku kagum terhadap ibu, meskipun memang untuk awal-awal ibu suka terlihat marah-marah namun sebenarnya ibu sangat sayang dan perhatian terhadap anak-anaknya. Setiap hal yang dilakukan ibu tentunya untuk kebaikan anggota keluarganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun