Mohon tunggu...
Shintia LolitaSari
Shintia LolitaSari Mohon Tunggu... Freelancer - perempuan biasa yang mencoba berteman akrab bersama prasa

teruslah hijau agar kau tetap tumbuh

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rintik Hujan dan Air Mata

23 Agustus 2019   01:23 Diperbarui: 23 Agustus 2019   01:40 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Malam ini kau mengulurkan tanganmu kearahku
Seolah memanggil tubuhku untuk segera memelukmu
Seolah merindukan pelukan hangat menjelang lelap seperti halnya diriku diusia balita
Uluran tangan itu kulihat penuh kerinduan, uluran tangan yang nampak semakin keriput diusia senja
Kerinduan itu semakin terlihat jelas dari bola mata yang kian berkaca, semakin kontras dengan kerutan disudut mata indahnya
Usianya masih terbilang muda, tapi nampak tua sebab beban-beban yang dipikulnya

Aku menghampirinya dengan penuh rasa bersalah
Ku sadari diri ini belum mampu melukis bahagia
Ku sadari senyum indah itu bukanlah gembira sepenuhnya
Akupun menyadari kekecawaan atas diri ini yang tak pernah kasat mata
Keadaan yang memaksanya untuk senantia tersenyum sumringah dibalik pahitnya derita
Serta tuntutan atas keinginan anak-anak yang memaksanya berdiri gagah

Rintik hujan malam ini seolah merestui pertemuan penuh kerinduan ini
Ku rasakan kembali hangatnya dekapan wanita ini
Setelah berbulan-bulan tak ku jumpai
Bahkan tak ku dengar lagi ucapan selamat pagi sebelum memulai hari
Duniaku merenggut kehangatan ini

Malam ini, bersama hembusan angin kau bisikkan permintaan maaf atas ketidakcukupan anakmu
Diselah kecupan hangat, pipimu basah air matamu jatuh dipelupuk mata sembari berkata
"maaf nak, ibu membuatmu kecewa"
Tuhan... betapa biadapnya diri ini
Wanita yang hampir 20 tahun lamanya merawatku mengucap maaf sambil terisak
Lalu bagaimana dengan ucapanku yang mengiris batinnya, bagaimana dengan lalaiku atas nasihatnya, bagaimana dengan ego atas inginku yang terus memaksa terpenuhi olehnya

Sedikitpun tak pernah terucap kata maaf, bahkan tak terbesit dalam benak
Seketika tangisku memuncak
Ku hadirkan kembali kesalahan-kesalahan dimasa lampau, tak kuasa ku berucap
Sama sekali tak kuat mengucap maaf
Tapi pelukannya kurasa semakin erat, seolah berujar "tak apa, telah ibu maafkan nak"
Begitu pekat kasih seorang malaikat tak bersayap
Malam ini bersama rintik hujan dan air mata kutanamkan dalam sanubari akan ku lukis senyum indah dibirnya disetiap detik berikutnya..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun