Mohon tunggu...
shinta ayu aini
shinta ayu aini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student of Communication

Islamic Communication and Broadcasting. Hello my name shinta, im a student in Walisongo Islamic University. Interested in journalism, thats why i love to write. Im recently working as a reporter in amanat.id, as a reporter. My instagram @edelweis_garrison, or contact me at my email @ainisinta26@gmail.com. I have job experience too, as a waitress.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa Saja Etika Bercanda Menurut Rasulullah?

22 Oktober 2022   08:53 Diperbarui: 22 Oktober 2022   09:01 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: istock.com/https://www.istockphoto.com/id/foto/gadis-gadis-malaysia-yang-ceria-gm1179969749-330380164 

Komunikasi atau communication adalah salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan,yang digunakan sebagai alat interaksi manusia. Sebab, manusia adalah makhluk sosial yang artinya selalu hidup bermasyarakat dan membutuhkan peran-peran individu lain (Sumarjo, 2011). Tujuan dari berkomunikasi adalah penerima pesan (komunikan) memahami isi yang disampaikan oleh komunikator, oleh karena itu dalam berkomunikasi pun memiliki seni (cara atau strategi), sehingga disebut dengan istilah "seni komunikasi". Salah satu tokoh muslim yang menguasai, khususnya seni berbicara adalah Nabi Muhammad s.a.w, beliau bahkan memiliki selera humor (sense of humor) yang baik ketika berkomunikasi dengan orang lain. Selera humor merupakan bagian dari seni komunikasi.

Definisi dari seni komunikasi adalah kode dan kreasi dari isi hati maupun pikiran ketika menyampaikan pesan, agar dapat dipahami oleh komunikan (Astuti, 2019). Pendapat lain mengungkapkan bahwa seni komunikasi adalah kemampuan (skill) manusia untuk menyampaikan dan menerima pesan secara efektif meliputi keterampilan berbicara, menulis, membaca dan mendengarkan. Diantara keempat hal tersebut, aspek berbicara menjadi hal yang paling sering digunakan ketika berinteraksi, sehingga label seni komunikasi identik dengan keahlian berbicara (retorika). 

Dalam praktiknya, ada banyak strategi yang digunakan untuk menunjang keterampilan dalam hal berbicara, contohnya yaitu "Sense of Humor" atau selera humor. Pengertian humor (dalam konteks verbal) merujuk pada sebuah ucapan yang bersifat menghibur dan mengundang gelak tawa, sehingga pendengar merasa bahagia (Wijana, 2004). Humor dapat menghilangkan perasaan inferiority (keadaan mental yang sedang buruk), menggantinya dengan semangat, kemudian perasaan positif yang berdampak baik bagi kesehatan (Hartanti, 2002).

Sense of humor adalah kecenderungan individu untuk bersikap positif pada lingkungan maupun individu lain, dengan menampilkan perilaku tersenyum dan tertawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa sense of humor berupa kemampuan kreatif untuk menghasilkan hal yang lucu dalam situasi tertentu (Marwan, 2013). Eksistensi dan implementasi seni berkomunikasi telah berlangsung lama. Nabi Muhammad s.a.w, menjadi salah satu tokoh yang ahli dalam berbicara, ia memiliki selera humor yang baik, ketika berinteraksi dengan para sahabatnya, keluarganya bahkan umatnya. Namun humor tersebut tetap memiliki batasan-batasan sehingga tidak menimbulkan rasa tersinggung pihak lain.

Seorang sahabat pernah ditanya, "Apakah wajah Rasulullah seperti pedang?", sahabat itu menjawab, "Tidak, seperti bulan". Dialog ini tertulis dalam kitab Syamail al-Muhammadiyah, karya al-Tirmidzi, sebuah kitab berisi informasi tentang bentuk fisik dan akhlak Nabi Muhammad SAW. Ini mengisyaratkan jika Rasulullah SAW berkarakter lembut, santun, dan selalu membuat orang lain nyaman dan bahagia saat berada di sampingnya.

Hadis-Hadis Mengenai Sense of Humor Nabi Muhammad

Dalam pandangan Islam, keberadaan humor dan tertawa diperbolehkan asal tidak berlebihan, karena sesuatu yang berlebihan tidaklah baik. Sebagaimana hadis yang berbunyi

 "Janganlah kau banyak tertawa, sesungguhnya tertawa itu, akan mematikan hati." (HR. Tirmidzi, dishahihkan Al- Albani). "  

Kandungan hadis tersebut mengisyaratkan bahwa Rasulullah hanya melarang untuk tertawa terbahakbahak (berlebihan) ataupun yang mengandung celaan, bukan melarang untuk tertawa (Marwan, 2013). Dalam hal ini, Al-Mubarakfuri menyampaikan jika tertawa berlebihan akan membuat hati menjadi tenggelam dalam kegelapan. Tertawa berlebih artinya tertawa yang menyebabkan rasa aman. Perasaan aman tersebut membuat manusia lalai akan hari akhir, kematian, siksa kubur, dan adanya akhirat (Bisri, 2006). Pada sisi lain, tertawa berlebih juga akan menganggu ketenangan sekitar, karena jenis tertawa ini dapat menimbulkan suara nada yang keras dan tinggi (Nedih, 2018). Sehingga secara tidak langsung hadis ini memberikan nasihat bahwa tertawa lah secukupnya dan memperhatikan etika. Nabi Muhammad pun ketika bersenda gurau ia hanya tersenyum dan bukan tertawa terbahak-bahak, sebagaimana riwayat hadis 

"Adalah beliau (Nabi Muhammad s.a.w) tidak tertawa melainkan hanya tersenyum dan tidak pula ia menoleh kecuali dengan seluruh (tubuhnya)" (HR. Hakim)"

Adapun hadis yang memiliki redaksi lain yang memiliki kemiripan makna 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun