Wanita di dunia itu, ada yang menghendaki hidup sendiri, ada yang sengsara hidup sendiri.Â
"Aku pernah nikah waktu umur 15 tahun. Hanya bertahan dua bulan lalu cerai. Suamiku orangnya pemalas, malas aku!" kata Mbah Giyem suatu hari.Â
"Tapi setelah itu menyesal. Pingin nikah lagi. Dicarikan teman juga nyari sendiri. Tapi sampai aku berkali-kali patah hati, sampai sekarang ini lho, tidak ada yang mau,"curhat Mbah Giyem.Â
Dia tahu hal itu menimpa hidupnya karena kutukan Bapaknya masih bekerja.Â
"Aku sudah mohon ampun di pusara Bapak tapi apa?"Â
"Waktu itu Bapak tidak bisa menahan emosi. Aku larang Bapak pakai handukku, ia marah. Dengan mata melotot Bapak ngatain aku, tidak akan pernah bisa menikah sampai ubanan."
Mbah Giyem yang kini makin renta dan hidup sebatang kara itupun tak mampu menahan isak tangisnya. (*)
Kabupaten Semarang, Agustus 2020