Mohon tunggu...
Shinta Harini
Shinta Harini Mohon Tunggu... Penulis - From outside looking in

Pengajar dan penulis materi pengajaran Bahasa Inggris di LIA. A published author under a pseudonym.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Guru Tidak Boleh Terima Hadiah? Kasihan Ya

3 Juli 2022   21:20 Diperbarui: 3 Juli 2022   22:01 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memberi hadiah (Sumber: Unsplash)

Pertama-tama penulis ingin mengutip cuitan Direktorat Gratifikasi KPK yang penulis dapat dari artikel yang ditulis Kompasiana mengenai topik pilihan mengenai pemberian hadiah untuk guru yang berbunyi, "Kita tidak boleh membiasakan diri memberikan gratifikasi atas suatu jasa/pelayanan profesional, termasuk kepada guru."

Dari sini penulis ingin mengingatkan isi UU No. 31 Tahun 1999 terutama Pasal 13 yang khusus menulis tentang pemberian gratifikasi:

Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Lebih jauh pada Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001 diterangkan bahwa, "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya".

Jadi di sini untuk menegaskan, cuitan tentang gratifikasi atau pemberian hadiah itu ditujukan oleh guru-guru yang merupakan seorang ASN. Harus diingat juga bahwa tidak semua guru yang mengajar di sekolah negeri adalah pegawai negeri karena saat ini sepertinya masih ada guru-guru yang berupa tenaga honorer.

Sekarang kita fokuskan hanya kepada guru yang berupa ASN. Apakah penulis setuju dengan cuitan Direktorat Gratifikasi KPK tersebut? Nanti dulu. Di pasal 12B ayat (1) di atas menyebut-nyebut masalah gratifikasi yang merupakan pemberian suap yang di sini tentu saja bersifat ilegal. Bagaimana kalau pemberian hadiah itu bukan merupakan suatu penyuapan? Bisa saja kan?

Mari kita lihat apa arti kata "hadiah" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.

ha*di*ah n 1 pemberian (kenang-kenangan, penghargaan, penghormatan); 2 ganjaran (karena memenangkan suatu perlombaan); 3 tanda kenang-kenangan (tentang perpisahan); cendera mata

Dari beberapa arti kata hadiah, tidak ada yang artinya berupa penyuapan. Memang harus diperhatikan timing pemberian hadiah itu sendiri. Kalau diberikannya sebelum nilai keluar dan sebelum kenaikan kelas, bisa jadi memang ada maksud-maksud tertentu.

Namun kalau hadiah itu sesudah atau saat kenaikan kelas, sepertinya hadiah itu tidak akan lagi bisa mempengaruhi keputusan guru dalam pemberian nilai. Orang tua atau murid memang hanya berniat untuk berterima kasih dan memberi penghargaan kepada guru itu.

Walaupun demikian memang pemberian hadiah itu ada di batas-batas kewajaran, dan, cuitan di atas memang benar, sebaiknya tidak dijadikan kebiasaan, apalagi kewajiban. Juga sekali lagi harus diingat pemberian hadiah yang bukan merupakan penyuapan bukanlah gratifikasi ilegal. Jadi guru tidak seharusnya dihukum untuk itu.

Lalu bagaimana dengan para guru non-ASN? Untuk ini memang tidak ada aturan yang mengatur dan membatasi. Tetapi tetap saja harus ada etika untuk itu.

Bagaimana dengan pengalaman penulis sendiri yang juga seorang guru? Penulis merupakan seorang guru di lembaga non-formal, bukan ASN maupun guru sekolah. Selama ini belum pernah mendengar ada aturan tentang pemberian hadiah. Perusahaan pun tidak mengatur hal tersebut.

Buat penulis, masing-masing mempunyai kewajiban. Kewajiban guru adalah mengajar dan kewajiban murid adalah belajar. Kalau semua melaksanakan kewajibannya dengan baik, hasilnya akan baik pula. Dan itu seharusnya sudah cukup. Nilai murid yang baik adalah reward tertinggi bagi seorang guru.

Walaupun demikian, tidak ada salahnya jika baik guru maupun murid ingin merayakan hal itu. Murid ingin mengucapkan terima kasih kepada sang guru, sedangkan guru bisa saja memberikan hadiah untuk murid untuk pencapaian yang diraih.

Penulis sendiri pernah memberi maupun menerima sedikit hadiah. Memberi coklat kepada murid yang mendapat nilai tertinggi di ujian tengah term, misalnya. Penulis pun pernah menerima kue lebaran dari murid yang meraih nilai TOEFL 650-an ketika tes akhir. Sekali waktu pernah pula penulis ditraktir makan malam oleh kepala perusahaan sesudah suatu program in-house training selesai.

Pengalaman hampir disuap pun pernah penulis alami. Saat itu sesudah mengawas pelaksanaan tes TOEFL, beberapa orang peserta yang merupakan, maaf, aparatur negara non-sipil, mendatangi penulis. Penulis tidak tahu untuk keperluan apa karena toh tesnya sudah selesai. Ternyata... orang-orang itu meminta agar penulis membantu agar nilai tesnya bisa diatur. Mereka pun tidak lupa sambil meletakkan amplop yang lumayan tebal di meja.

Mendengar kata-kata mereka, penulis hanya bisa nyengir bingung. Bagaimana tidak bingung. Penulis kan hanya pengawas yang akan menyerahkan seluruh dokumen tes kepada seorang supervisor yang kemudian mengirim kertas-kertas jawaban ke TI untuk diperiksa menggunakan komputer. Di bagian mana kira-kira penulis bisa mengatur nilai itu? Ada-ada saja bapak-bapak itu.

Sumber: UU No. 31 Tahun 1999, KBBI 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun