Mohon tunggu...
Shinta Harini
Shinta Harini Mohon Tunggu... Penulis - From outside looking in

Pengajar dan penulis materi pengajaran Bahasa Inggris di LIA. A published author under a pseudonym.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Papua yang Saya Kenal (Bagian 2: Rumah Kenangan)

11 September 2021   05:46 Diperbarui: 25 Desember 2021   15:43 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kota Jayapura (Sumber: Getty Images)

Bagian Sebelumnya...

Menyambung cerita perjalanan kenangan saya di Irian, sekarang ceritanya kita sudah sampai rumah. Sepanjang jalan ke sana saya perhatikan bagaimana rumah-rumah itu tertata. Jadi karena jalannya yang menanjak cukup curam, rumah tidak langsung berderet di pinggir jalan. Bayangkan daerah Puncak. Satu rumah mempunyai jalan masuk sendiri yang cukup jauh dari pinggir jalan, dan baru mencapai bangunan utama.

Demikian juga di Jayapura. Setiap rumah memiliki jalan masuk sendiri yang panjang, baru deh sampai ke rumahnya. Rumah kami sendiri masuknya mungkin tidak begitu panjang tapi lumayan lebar untuk mobil masuk. Bisa untuk main badminton lah. Nah, kalau rumah depan kita jalan masuknya panjaaang sekali. Jadi kalau di Jakarta ibaratnya kita bisa saling teriak dengan tetangga, ini untuk melihat tetangga depan rumah saja seperti nun jauh di sana. Kelihatannya seperti satu titik besar.

Biasanya setiap jalan masuk ke suatu rumah ada dua rumah untuk dua keluarga. Di belakang rumah kami juga ada satu rumah lagi. Yang tinggal di situ adalah sepasang suami istri dengan adik dan suaminya juga beserta anak-anak mereka. Jadi walaupun tetangga depan atau atas dan bawah rumah cukup jauh, kami tetap tidak kesepian karena ada keluarga lain tinggal di belakang kami.

Jalanan depan rumah kami yang seperti turun gunung itu di kedua ujungnya ada bangunan gereja. Pada saat itu di ujung jalan atas adalah Gereja Paulus, sedang ujung bawah adalah Gereja Rehobot. Pada hari Minggu akan terdengar lonceng dari kedua gereja memanggil-manggil umatnya.

Saya yang terbiasa dengan keberadaan masjid ketika di Jakarta, merasa hal ini adalah pengalaman yang baru dan menarik. Di Irian mayoritas adalah agama Nasrani, yaitu Kristen Protestan. Sedangkan untuk gereja agama Kristen Katholik yaitu Gereja Kathedral, tinggal ambil jalan kecil atau gang di bawah rumah kami, lurus terus, dan kita akan sampai di Kathedral di ujungnya.

Oh ya, dari Gereja Rehobot kalau kita turun terus kemudian belok kiri, kita akan sampai ke satu toko roti yang namanya Toko Roti Prima. Favorit saya adalah roti manis dengan remah-remah yang terbuat dari telur di atasnya.

Kami juga diberitahu bahwa rumah seberang yang ada di sebelah atas adalah Susteran dan mereka beternak ayam. Kita bisa membeli telur di sana dan kalau beruntung bisa dapat telur dengan dua kuning telur di dalamnya.

Berjarak beberapa rumah dari rumah kami ada yang berjualan pecel. Namanya Pecel Bu Wono. Di sana juga dijual serundeng dengan daging yang besar-besar. Saya paling senang mengunyah-ngunyah dagingnya yang sangat tasty itu.

Sekarang tentang rumah yang kami tinggali. Rumah ini jelas sekali merupakan peninggalan jaman Belanda. Temboknya terbuat dari batako besar-besar berwarna off-white dan pintunya yang merupakan pintu kaca double panel sangat membuat saya tertarik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun