Mohon tunggu...
Mochlisin Mochlisin
Mochlisin Mochlisin Mohon Tunggu... Pengajar -

shining you and surrounding

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bangsa yang Lahir Prematur?

26 September 2012   03:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:40 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari ini tepat tanggal 17 Agustus 2012 bangsa Indonesiamemperingati hari kemerdekaannya yang ke 67 tahun. Di hari ini 67 tahun yang lalu dengan penuh gegap gempita Sokarno dan Hatta yang dianggap sebagai golongan tua memproklamirkan kemerdekaan Bangsa Indonesia dengan sedikit dorongan dari golongan muda semacam Sutan Syahrir dkk. Sebelum terjadi proklamasi, sehari sebelumnya terjadi peristiwa yang dikenal denan nama peristiwa Rengasdenglok. Dalam peristiwa ini golongan muda “menculik” Soekarno dan Hatta untuk dibawa ke Rengasdenglok, Karawang, dengan tujuan bahwa agar mereka berdua bersedia untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, tanpa harus menunggu ‘hadiah’ kemerdekaan dari pihak Jepang. Setelah berdiskusi denan golongan muda, akhirnya Soekarno yang pada saat itu menjadi ketua KPPI (Komite Persiapan Kemerdekaan Indonesia), yang merupakan badan bentukan Jepang, bersedia untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Dalam KKPI ini, Jepang telah menjanjikan kemerdekaan untuk Bangsa Indonesia dan setelah Jepang menyerah pada Amerika dan sekutunya, Jepang kembali menyebutkan tanggal untuk kemerdekaan Indonesia, yakni 24 Agustus 1945. Baca selengkapnya di id.wikipedia.org

Setelah lebih dari setengah abad bangsa ini merdeka serta telah berganti beragam era dan pemerintahan, kembali menyeruak pertanyaan-pertanyaan “Sudahkah bangsa ini merdeka seutuhnya?”. Ya merdeka secara fisik, jiwa, mental dan semua aspek kehidupan ini baik ekonomi, politik, dan kedaulatan wilayah. Ataukah kita hanya baru sebatas merdeka secara fisik, namun terjajah jiwa, mental dan seluruh aspek kehidupan ini. Selain itu, beragam persoalan dan intrik politik, gejolak sosial dan masyarakat, kacaunya tata kelola pemerintahan dan ekonomi dan masih banyak persoalan lainnya seolah masih menjadi pekerjaan rumah yang butuh segera disentuh dan diselesaikan. Eskalasi angka kriminalitas serta kejahatan korupsi, kolusi, dan nepotisme seakan terus menyandera bangsa ini untuk dengan tegak penuh semangat menyambut hari esok yang penuh kegemilangan dan kesuksesan. Semua itu mungkin dapat disebut sebagai penyakit-penyakit yang terus menggerogoti sendi-sendi kehidupan ini. Hingga dalam diri saya ini muncul pertanyaan, apakah kemerdekaan kita yang selalu kita peringati pada 17 Agustus ini merupakan suatu bentuk Bangsa yang lahir prematur?

Dalam dunia kesehatan, bayi yang lahir prematur akan menghadapi risiko-risiko penyakit yang lebih banyak dibandingkan dengan bayi yang lahir normal. Penyakit-penyakit yang mungkin menyerang para bayi prematur ini diantanya; Hiperbilirubinemia, Apnea (Berhenti bernapas), anemia, tekanan darah rendah, Respiratory distress syndrome (RDS), hingga kebutaan. Risiko kematian pun ada; lebih dari 90 persen bayi prematur yang lahir dengan berat 800 gram atau lebih bisa bertahan hidup, sedangkan jika beratnya sekitar 500 gram atau lebih hanya memiliki 40-50 persen kesempatan hidup. Bayi yang lahir prematur memang memiliki risiko kesehatan karena organ tubuhnya belum berkembang secara optimal. Baca lengkap di health.detik.com

Bangsa yang lahir prematur pun akan menghadapi beragam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan dalam berbagai sendi kemerdekaan. Memang ini hanya pendapat pribadi yang masih menjadi gejolak dalam jiwa saya tentang pernyataan bahwa kemerdekaan yang diprokamirkan pada 17 Agustus 1945 ini merupakan kemerdekaan yang prematur atas desakan golongan muda pada golongan tua yang bercokol di KPPI. Ya, ini bergejolak karena di lain sisi saya juga sependapat pada golongan muda dan mengamini bahwa kemerdekaan yang diberikan dan dipersiapkan Jepang melalui KPPI akan mengurangi makna kemerdekaan itu sendiri, lebih terkesan hadiah semata. Bila kita baca buku sejarah kembali, pada awal kemerdekaan bangsa ini kita harus menapaki batu-batu terjal. Datangnya kembali tentara Belanda, gejolak yang ditimbulkan oleh Partai Komunis Indonesia, intrik untuk menjadi presiden seumur hidup yang dilakoni Soekarno dan Soeharto, ketergantungan ekonomi dan hutang pada luar negeri, kerusuhan dan reformasi 1998, hingga reformasi yang berjalan setengah hati. Dan tidak lupa, penyakit KKN yang terus merajalela meski semangat dan komitmen pemberantasan KKN terus didengungkan.

Namun dengan semua itu belum bisa bagi saya untuk mendapatkan pembenaran atas pernyataan tentang kemerdekaan yang prematur tersebut. Itulah kenapa saya menggunakan tanda tanya untuk mengakhiri judul dalam postingan ini. Karena ketidakyakinan saya tentang apa yang sebenarnya menjadi sebab dari berbagai penyakit bangsa ini dan memang ini hanya terkesan pernyataan atau pun pertanyaan yang konyol tanpa dasar.

Memang mungkin tidak ada gunanya bagi saya atau bahkan siapa pun untuk menanyakan pertanyaan tersebut. Karena memang bangsa ini tidak membutuhkan itu, bangsa ini hanya membutuhkan generasi-generasi yang tangguh pantang menyerah pada keadaan, kreatif penuh inovasi, kritis atas segala peristiwa dan fenomena, waspada akan semua tantang, dan sikap-sikap yang dapat membesarkan jiwa untuk senantiasa terus percaya diri menghadapi hari esok yang lebih cerah. Salam Merdeka

Ditulis pada 17 Agustus 2012 - Dapat dibaca juga di http://bit.ly/Sv91KO

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun