Di tengah arus gaya hidup modern yang serba cepat dan instan, semakin banyak anak muda yang mulai merasa lelah dengan rutinitas yang padat dan konsumsi yang serba praktis. Makanan cepat saji, minuman manis dalam kemasan, dan waktu istirahat yang minim menjadi bagian dari keseharian yang diam-diam menggerus kesehatan tubuh dan mental. Tak heran, kini muncul gelombang balik ke arah hidup yang lebih seimbang, sehat, dan alami. Mulai dari yoga, olahraga ringan di ruang terbuka, sampai kebiasaan memilih makanan dan minuman yang lebih real dan minim proses. Salah satu tren yang diam-diam mulai naik daun dalam dunia minuman sehat adalah kombucha yaitu teh fermentasi dengan rasa yang unik, sedikit asam, dan bersoda alami. Kombucha adalah minuman fermentasi yang terbuat dari teh, gula, dan kultur bakteri serta ragi yang disebut SCOBY (Symbiotic Culture of Bacteria and Yeast). Selama proses fermentasi, gula akan dimakan oleh mikroorganisme baik, menghasilkan minuman yang kaya probiotik sehingga bagus banget buat pencernaan dan daya tahan tubuh
Jujur, waktu pertama kali dengar kata kombucha, saya sempat berfikir. Fermentasi? Teh asam? Soda alami? Kedengarannya agak aneh dan jujur saja, tidak terlalu menggugah selera di awal. Tapi setelah penasaran dan akhirnya mencicipinya, saya langsung merasa, ini beda. Bukan hanya karena rasanya yang ternyata menyegarkan dan unik, tapi juga karena ada sesuatu dari kombucha yang terasa lebih "hidup". Dari sensasi karbonasinya yang halus sampai aroma khas hasil fermentasi, minuman ini menyimpan daya tarik tersendiri.
Rasa penasaran saya pun makin dalam. Saya mulai mencari tahu lebih jauh: apa sebenarnya kombucha itu, bagaimana cara pembuatannya, dan kenapa belakangan ini banyak yang memilih minum kombucha sebagai bagian dari gaya hidup sehat? Ternyata, di balik gelembung-gelembung kecil dalam botolnya, kombucha menyimpan banyak hal menarik dengan mulai dari sejarah panjangnya, manfaat kesehatannya, hingga komunitas pembuat rumahan yang kini mulai bermunculan di kalangan anak muda perkotaan.
Yang bikin menarik, kombucha nggak cuma soal kesehatan. Lebih dari sekadar minuman fermentasi dengan segudang manfaat untuk tubuh, kombucha kini mulai menjelma jadi bagian dari gaya hidup anak muda urban. Di kota-kota besar, kombucha bukan lagi sekadar dijual dalam botol kaca di toko organik atau pasar sehat, tapi juga mulai hadir di tempat-tempat yang biasa dikunjungi anak muda: kedai kopi, healthy bar, hingga kafe kekinian yang mengusung konsep eco-friendly atau sustainable lifestyle.
Bahkan, beberapa kedai menyediakan kombucha dengan tampilan yang tak kalah estetik dibandingkan latte atau matcha kekinian. Varian rasanya pun makin beragam dan kreatif sehingga ada yang dikombinasikan dengan jahe untuk sensasi hangat dan menyegarkan, ada juga yang memakai jeruk atau lemon untuk rasa citrusy yang segar, sampai yang dicampur rosella atau bunga telang, memberi warna mencolok dan aroma khas yang menarik. Beberapa brand lokal bahkan mulai berani bereksperimen dengan bahan khas Indonesia seperti kayu manis, sereh, atau buah tropis seperti nanas dan mangga.
Kombucha juga jadi alternatif bagi mereka yang ingin nongkrong sehat. Nggak sedikit anak muda yang sekarang memilih kombucha sebagai "teman ngobrol" di kafe, menggantikan kopi atau minuman bersoda. Rasanya tetap asik, bisa tetap eksis di Instagram, dan yang paling penting adalah lebih bersahabat untuk tubuh. Kombucha berhasil memadukan dua hal yang sebelumnya terasa bertolak belakang dengan gaya hidup sehat dan gaya hidup sosial.
Â
Bagi saya pribadi, ini bukan sekadar ikut-ikutan tren. Kombucha memberi alternatif baru bagi kita yang mulai sadar akan pentingnya menjaga tubuh, apalagi di tengah kesibukan kuliah dan pola makan yang kadang kacau. Rasanya menyegarkan, tidak terlalu manis, dan bikin perut terasa enteng.
Saya sempat mewawancarai Dina (mahasiswa semester 4), yang sudah rutin minum kombucha sejak tahun lalu. "Awalnya iseng beli karena botolnya lucu dan katanya sehat. Lama-lama malah suka karena bikin badan nggak gampang sakit. Sekarang malah bikin sendiri di rumah," katanya sambil tertawa.
Dari hasil pengamatan kecil saya mulai dari obrolan ringan di kelas, story Instagram teman-teman, hingga acara kampus dan ternyata makin banyak mahasiswa yang mulai kenal dan tertarik dengan kombucha. Beberapa tahu dari konten di media sosial, yang menampilkan kombucha sebagai minuman sehat berwarna cantik dalam botol estetik. Ada juga yang mengenalnya lewat event kampus atau booth UMKM lokal yang menjual produk homemade. Tapi yang paling sering saya temui justru datang dari satu hal yang paling kuat yaitu rekomendasi teman. Karena begitu seseorang mencoba dan suka, biasanya akan langsung cerita ke lingkaran terdekatnya. Dari situ, kombucha mulai menyebar pelan, tapi pasti.
Fenomena ini mungkin tampak sederhana, tapi sebenarnya cukup penting. Kombucha bukan lagi sekadar produk yang hanya dikonsumsi oleh mereka yang sangat peduli kesehatan atau penggiat pola hidup organik. Sekarang, kombucha mulai masuk ke ruang sehari-hari anak muda di tengah rutinitas kuliah, nongkrong santai, atau bahkan saat mengerjakan tugas di kafe. Kombucha mulai menjadi bagian dari pilihan, bukan paksaan. Dan ketika sebuah kebiasaan sehat bisa tumbuh secara organik di kalangan anak muda, tanpa kesan menggurui, di situlah perubahan gaya hidup benar-benar mulai terjadi. Kombucha bukan hanya soal tren, tapi juga simbol dari pergeseran pola pikir generasi muda. Dari yang dulu serba instan, kini mulai menghargai proses, kesehatan, dan pilihan gaya hidup yang lebih sadar.
Sebagai mahasiswa semester 2, saya belajar bahwa menjadi sehat bukan berarti harus mahal atau ribet. Kadang, cukup dimulai dari satu botol teh fermentasi, satu percakapan sehat, dan satu keputusan untuk lebih peduli pada diri sendiri. Karena di balik kombucha, ada semangat untuk hidup lebih baik yang perlahan tapi pasti.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI