Kota pelajar ini kembali menunjukkan geliatnya dalam tren kuliner kekinian, seakan tak pernah kehabisan ide untuk memanjakan lidah para warganya, terutama mahasiswa. Di tahun 2025, satu nama yang mencuat dan jadi perbincangan hangat di kampus, kafe, hingga media sosial adalah dimsum mentai perpaduan dimsum kukus yang lembut dengan saus mentai yang gurih, creamy, dan sedikit pedas. Keunikan rasa dan tampilan yang menggoda membuat makanan ini dengan cepat mencuri perhatian para pemburu jajanan murah meriah. Tak butuh waktu lama, dimsum mentai pun menjelma menjadi menu andalan di berbagai sudut kota Yogyakarta, mulai dari lapak tenda di pinggir jalan hingga gerai kecil di food court kampus. Terutama area sekitar kampus seperti UGM, UNY, dan UIN Sunan Kalijaga, gerai-gerai kecil hingga lapak kaki lima yang menjajakan dimsum mentai mendadak dipadati pembeli. Banyak di antaranya adalah mahasiswa yang ingin mencari makanan enak, mengenyangkan, tapi tetap ramah di kantong. Para mahasiswa yang dikenal gemar mencoba hal baru langsung jatuh hati, menjadikan sajian ini bukan sekadar tren, tapi juga bagian dari gaya hidup kuliner anak muda Jogja.
Dimsum mentai ini biasanya dijual dalam kemasan praktis berisi 4 hingga 6 buah, dengan harga yang masih sangat bersahabat bagi kantong mahasiswa, yakni mulai dari Rp15.000 hingga Rp25.000. Kisaran harga tersebut menjadi daya tarik tersendiri di tengah kebutuhan mahasiswa akan makanan lezat namun tetap ekonomis. Tak hanya soal rasa, tampilan dimsum mentai juga menggoda dengan saus mentai orange yang meleleh di atas permukaan dimsum, ditaburi nori kering dan kadang diberi sentuhan torch untuk aroma smokey yang khas. Sensasi makan murah dengan kesan "mewah" inilah yang membuat dimsum mentai disukai. Banyak mahasiswa menyebutnya sebagai "comfort food versi kekinian" yang bisa disantap kapan saja, baik saat nongkrong bareng teman, nugas di kafe, hingga menjadi bekal makan malam di kos.
"Aku awalnya lihat di TikTok, terus cobain karena harganya murah. Eh, ternyata enak banget! Sekarang malah jadi langganan," ujar Rika mahasiswi UIN, sambil menikmati seporsi dimsum mentai di kawasan Jalan Kaliurang.
Selain pembelian secara langsung di gerai atau lapak kaki lima, banyak pelaku usaha dimsum mentai di Jogja juga mulai memanfaatkan kekuatan platform digital untuk memperluas jangkauan pasar mereka. Media sosial seperti Instagram dan TikTok menjadi alat promosi utama, di mana konten berupa video pendek yang menampilkan proses penyajian dimsum dengan saus mentai lumer kerap menarik perhatian netizen. Visualisasi suara kriuk saat torch dibakar, ditambah close-up saus yang meleleh, terbukti mampu membuat penonton tergoda untuk segera memesan. Tak sedikit pula penjual yang mengintegrasikan layanan pesan antar seperti GoFood, GrabFood, dan ShopeeFood, sehingga pelanggan bisa menikmati dimsum favorit tanpa harus keluar rumah. Dengan strategi pemasaran yang kreatif dan cepat menyebar, dimsum mentai pun sukses menjangkau pasar yang lebih luas, bahkan hingga ke luar kawasan kampus. Beberapa UMKM bahkan mampu menjual ratusan boks per hari hanya lewat promosi di media sosial.
"Awalnya iseng jual dari kos, sekarang bisa buka booth kecil di dekat kampus. Pembelinya kebanyakan mahasiswa, apalagi jam makan malam, bisa ngantri," ujar Shifa, pemilik usaha Dimsum Mentai Jogja Banget.
Tak hanya jadi jajanan viral yang ramai diburu, dimsum mentai juga membuka peluang bisnis baru di kalangan mahasiswa. Fenomena ini memunculkan gelombang wirausaha muda yang memanfaatkan tren sebagai ladang cuan. Dengan modal kecil, dapur seadanya di kos, dan semangat belajar sambil berbisnis, banyak mahasiswa mulai mencoba peruntungan menjual dimsum mentai buatan sendiri. Sistem pre-order menjadi strategi awal yang paling umum digunakan, di mana pesanan dikumpulkan melalui media sosial atau grup WhatsApp, lalu dimsum diproduksi dalam jumlah terbatas setiap harinya. Mereka tak hanya belajar soal rasa, tapi juga manajemen waktu, strategi pemasaran, hingga pengemasan produk. Tak sedikit pula yang kemudian berkembang, memiliki logo brand sendiri, dan menjual lewat layanan antar online. Di tengah padatnya jadwal kuliah, dimsum mentai menjadi bukti bahwa peluang usaha bisa hadir dari tren makanan sederhana, selama ada kreativitas dan tekad untuk mencoba.
Rahma mahasiswi UNY, misalnya, sudah menjual dimsum mentai buatan sendiri selama tiga bulan terakhir. "Modalnya enggak sampai sejuta, tapi sekarang bisa dapet tambahan uang jajan sendiri. Yang penting konsisten dan rajin promosi," katanya.
Menurut pengamat kuliner lokal, salah satu alasan kuat di balik kepopuleran dimsum mentai di Jogja adalah karena karakternya yang cocok dengan selera anak muda: gurih, creamy, spicy, dan mudah dikreasikan. Menurut Kartika, seorang food blogger asal Jogja yang kerap mengulas jajanan kaki lima hingga hidden gems kuliner mahasiswa, dimsum mentai berhasil meraih perhatian karena menawarkan tiga hal yang sangat dicari generasi muda saat ini: rasa, harga, dan visual.
"Dimsum mentai ini mewakili selera mahasiswa yang ingin makan enak, praktis, dan bisa dipamerkan di media sosial. Rasanya masuk, harganya pas, dan tampilannya menarik dengan resep viral yang pas," ujarnya saat ditemui usai menghadiri festival kuliner kampus di UIN Sunan Kalijaga.
Kartika juga menambahkan bahwa dimsum mentai menjadi salah satu contoh sukses bagaimana makanan sederhana bisa jadi tren besar berkat kekuatan visual dan strategi digital. "Anak muda sekarang nggak cuma beli makanan karena lapar, tapi juga karena penasaran dan ingin jadi bagian dari tren. Kalau tampilannya menarik, gampang banget buat naik di explore atau FYP," tambahnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI