Mohon tunggu...
S Herianto
S Herianto Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Katanya orang-orang, saya penulis, fotografer, designer grafis, dan suka IT. Bisa jadi. Tulisan saya juga ada di www.cocokpedia.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gerakan Sadar (Raksa)

23 Februari 2016   22:00 Diperbarui: 23 Februari 2016   22:32 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Pernahkah secara sadar dan terbudaya seorang penjual daging sapi mendoakan pelanggannya? Apakah seorang penjual daging hanya sekedar transaksi secara ekonomi tanpa melibatkan Tuhan? Apakah hanya melulu untuk kepentingan diri si penjual daging semua urusan sudah selesai? Apakah hanya urusan uang yang menjadi fokus kesadaran penjual daging? Keuntungan?

Apakah zaman yang begitu maju telah membolehkan segala urusan tanpa melibatkan Tuhan di dalamnya? Hai, penjual daging. Dalam transaksi keseharianmu dengan pembeli daging tidakkah kausadari bahwa merekalah yang mengantarkan rejeki Tuhan kepadamu? Seharusnya bukan mereka yang mengucapkan terima kasih terlebih dahulu melainkan engkau, penjual daging. Tidak begitu sulit kan mengeluarkan dua kata terima kasih? Tidak juga harus meluangkan waktu yang lama. Tanpa biaya, tapi mengapa engkau sepelit itu?

Pelangganmu dari berbagai macam profesi dan kepentingan membeli daging yang kau jual. Ada yang tukang soto, tukang sate, tukang bakso, tukang rujak cingur, tukang masak, tukang catering, dan ada pula yang hanya dikonsumsi sendiri di rumah untuk keluarganya. Tidakkah engaku perhatian pada kepentingan tersebut?

Ketika pelangganmu membeli daging kepadamu, apakah engkau sempat menatapnya sedetik dan menghadiahinya segaris senyum? Apakah menurutmu satu kerugian jika engkau melakukannya? Walaupun mereka tidak butuh misalnya, apakah engkau tetap tidak memberi mereka seulas senyum? Begitu pelitnya engkau kepada mereka padahal mereka yang mengantar rejeki dari Tuhan kepadamu.

Sadarkah engkau bahwa kelangsungan hidupmu bergantung kepada si pembeli dagingmu? Mengapa tidak dibuat serius saja perdagangan dagingmu itu dengan melibatkan Tuhan? Karena lebih jauh dari sekedar ucapan terima kasih yang enak didengar pelangganmu, atau seulas senyummu, adalah kesadaran mendoakan mereka yang telah setia menjadi pelangganmu.

Tidakkah terlintas dibenakmu bahwa mendoakan pelangganmu yang telah bersusah payah mengantarkan rejekimu merupakan transaksi yang melibatkan Tuhan? Tidak sadarkan engkau bahwa transaksi yang melibatkan Tuhan di dalamnya merupakan barokah yang sakti untuk lebih murahnya rejekimu? Semoga pelangganmu yang setia selalu diberi rejeki yang melimpah dan kesehatan sehingga setiap hari dapat mengunjungi tempatmu dan membeli dagingmu. Semoga dengan pelayananmu yang baik dan doa kebaikan untuk pelangganmu akan menarik lebih banyak pelanggan dagingmu.

Sebenarnya gerakan sadar mendoakan siapapun yang telah berbuat baik kepada kita bukan hanya untuk si penjual daging bagi pelanggannya, lebih luas dan lebih jauh sebenarnya untuk semua yang berupaya menjaga kesadaran. Tukang becak, supir bus, penjual makanan, tukang tembel ban, guru, dokter, penjual jamu, guru, murid,  penjual sapu, tukang foto keliling, dan sebagainya bahkan seorang pejabat harus pegang teguh kesadaran ini. Paling tidak memberikan pelayanan yang baik, apalagi diberi bonus senyum, ucapan terima kasih, dan tembakan-tembakan doa ke langit. Sungguh indah kehidupan seperti itu!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun