Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Memperingati Haornas ke-28: Quo Vadis Olahraga Nasional?

9 September 2011   04:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:07 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Hari ini, Jumat (9/9), adalah hari yang istimewa bagi insan olahraga di tanah air. Para atlet, pelatih dan segenap stakeholders olahraga akan memperingati Hari Olahraga Nasional (Haornas) ke-XXVIII. Tapi, apa yang harus dirayakan? Dari tahun ke tahun, prestasi olahraga Indonesia di kancah dunia terus melorot. Haornas tahun ini seharusnya dijadikan tonggak sejarah kebangkitan olahraga nasional.

Di tahun 2011 ini, Indonesia mendapat kehormatan dengan menjadi tuan rumah Sea Games. Jakarta dan Sumatera Selatan dipercaya untuk menjadi host city. Ajang multicabang ini akan digelar mulai 11 hingga 22 November 2011. Sea Games edisi ke-26 ini akan menyediakan 542 medali emas yang diperebutkan oleh atlet dari 44 cabang olahraga.

Bukan baru kali ini Indonesia menjadi tuan rumah Sea Games. Sebelumnya, kita pernah menyelenggarakan event ini pada 1979, 1987 dan 1997. Dalam tiga kesempatan itu, Indonesia sukses sebagai penyelenggara maupun sebagai peserta. Tim Merah Putih dominan di berbagai cabang hingga akhirnya menyabet gelar Juara Umum. Akankah prestasi manis tersebut terulang?

Sejujurnya, hal itu tidak mudah. Persaingan di Asia Tenggara semakin ketat. Sejak terakhir kali menjuarai Sea Games 1997, Indonesia tidak pernah lagi menjadi yang terbaik. Tiga kali berturut-turut (1999, 2001 dan 2003) kita harus puas menduduki peringkat tiga. Prestasi kita terus merosot di gelaran tahun 2005 (peringkat 5) dan 2007 (peringkat 4). Dua tahun lalu kita kembali ke posisi ketiga.

Pelan tapi pasti, upaya peningkatan prestasi atlet-atlet nasional mulai membuahkan hasil. Pada Asian Games 2010, Indonesia berhasil menduduki peringkat 15 dengan perolehan medali empat emas, sembilan perak dan 13 perunggu. Hasil ini lebih baik dari perolehan Asian Games 2006, di mana kita mendapat dua emas, tiga perak dan 15 perunggu.

Cetak biru olahraga di tanah air sejatinya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Produk hukum ini juga menunjukkan adanya political will dari rezim berkuasa untuk memberi perhatian pada bidang olahraga. Namun, sejauhmana UU tersebut mampu diimplementasikan?

Relasi Olahraga dan Kuasa

Dalam UU Nomor 3 Tahun 2005 disebutkan bahwa olahraga prestasi dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan potensi olahragawan dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Misi mulia tersebut ketika diejawantahkan tentu membutuhkan dukungan yang besar, khususnya dari segi finansial. Sehingga tak bisa dimungkiri bahwa olahraga tidak dan politik tidak bisa saling menihilkan. Harus ada intervensi politik agar pengelolaan olahraga bisa optimal.

Perhatian pemerintah terhadap olahraga mengalami pasang surut sepanjang 66 tahun negara ini merdeka. Presiden pertama Indonesia Soekarno sempat menaruh perhatian ekstra terhadap olahraga. Bung Karno beranggapan bahwa olahraga memiliki peran penting dalam pembangunan karakter bangsa. Selain itu, melalui olahraga pula Sang Proklamator bisa menyukseskan politik mercu suar yang ia rancang.

Dalam periode kepemimpinannya, Indonesia sukses menggelar Asian Games 1962 dan Ganefo 1963. Untuk kebutuhan event tersebut, berbagai infrastruktur dibangun hanya dalam waktu dua setengah tahun. Di Asian Games 1962 pula kita mencatatkan prestasi terbaik sepanjang masa dengan menduduki peringkat kedua.

Soeharto sebagai penguasa rezim orde baru juga memiliki jasa besar terhadap olahraga. Di periode awal kepemimpinannya boleh jadi olahraga agak dianaktirikan, karena fokus sang Presiden saat itu adalah mencapai stabilitas politik dan ekonomi. Tapi, mulai periode 1970 hingga 1990-an Pak Harto mulai memberi perhatian untuk olahraga.

Adalah Soeharto yang mencanangkan Haornas untuk pertama kalinya pada 9 September 1983. Saat itu, ia mengumandangkan slogan “Memasyarakatkan Olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat”. Prestasi Indonesia menjuarai Sea Games hingga sembilan kali tak bisa dilepaskan dari peran pemerintah. Ironisnya, sejak Soeharto lengser pada 1998 hingga saat ini kita belum mampu merebut kembali supremasi di kancah Asia Tenggara.

Para pelakon olahraga di Nusantara sempat dibuat kecewa saat Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid melikuidasi kementerian pemuda dan olahraga (kemenpora). Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilihan presiden 2004 membawa angin segar bagi dunia olahraga. SBY kembali menghidupkan kemenpora. Adhyaksa Dault dipercaya sebagai Menpora periode 2004-2009, dan dilanjutkan oleh Andi Alfian Mallarangeng (2009-2014).

Reinkarnasi kemenpora sempat menimbulkan euforia. Baru setahun berjalan, kemenpora langsung menggebrak dengan menginisiasi Program Atlet Andalan. Dalam realisasinya, PAL tidak bisa berjalan beriringan karena tidak ada sinkronisasi dengan KONI/KOI dan sejumlah Pengurus Besar cabang olahraga.

Belajar dari kesalahan tersebut, Menpora dan KONI/KOI sepakat meleburkan PAL dengan pemusatan latihan nasional (pelatnas) dalam satu ‘proyek’ baru, Program Indonesia Emas (Prima) yang memiliki landasan hukum Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2010 tentang Program Indonesia Emas.

Salah satu kebijakan strategis jangka panjang kemenpora adalah membangun Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) untuk tingkat nasional. Demi meningkatkan daya saing atlet kita di masa depan, dirancanglah sebuah proyek pembangunan ‘kawah candradimuka’ di Bukit Hambalang, Bogor.

Sayangnya, belakangan ini justru berita tak sedap yang tersebar dari megaproyek tersebut. Adalah bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, yang menghembuskan adanya korupsi dalam proyek pembangunan sport center yang menghabiskan dana hingga Rp.1,2 triliun itu.

Sebelumnya, Nazar juga nyaring berkicau mengenai kongkalikong dalam proyek pembangunan wisma atlet di Jakabaring, Sumatera Selatan. Di tengah ketergasaan kita mengejar deadline terselesaikannya berbagai proyek infrastruktur penunjang Sea Games, kasus korupsi ini tentu sangat memprihatinkan.

Sejumlah kebijakan pemerintah dalam menggelorakan kembali olahraga nasional harus diapresiasi. Namun, apabila di balik royalnya pemerintah membelanjakan uang rakyat untuk olahraga ternyata terselip kepentingan kelompok tertentu, kita harus dengan tegas mengatakan tidak.

Walaupun politik dan olahraga tidak saling menegasikan satu sama lain, ada garis batas yang jelas antara dua ranah ini. Sportivitas dan kejujuran adalah beberapa di antara dari nilai yang dijunjung tinggi dalam olahraga, dan hal ini tidak boleh luntur hanya karena kebijakan politis dari rezim berkuasa mendukung pengembangan olahraga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun