Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama FEATURED

Bagaimana Nasib Jakarta Tanpa Status DKI?

20 Juni 2019   09:09 Diperbarui: 22 Juni 2022   06:23 2944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Antara Foto/Sigid Kurniawan)

Lima walikota dan satu bupati di Jakarta tidak dipilih melalui pemilihan kepala daerah langsung. Mereka adalah ASN dari jalur karier yang ditunjuk oleh gubernur (Pasal 19). 

Kota/kabupaten administrasi dalam struktur organisasi Pemprov DKI Jakarta adalah perangkat daerah, tak ubahnya dinas dan badan. Walikota dan bupati kedudukannya sejajar dengan kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah lainnya.

Selain tak ada pilkada walikota/bupati, warga Jakarta juga tidak memilih DPRD di level kota/kabupaten administrasi. DPRD hanya ada di tingkat provinsi. Maka, tidak ada juga Peraturan Daerah (Perda) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tingkat kota/kabupaten.

DKI Jakarta juga diberikan kewenangan khusus dalam bidang tertentu, seperti tata ruang, sumber daya alam dan lingkungan hidup, pengendalian penduduk dan permukiman, transportasi, industri dan perdagangan serta pariwisata (Pasal 26). 

Gubernur dibantu oleh empat orang Deputi untuk menangani urusan-urusan tersebut (Pasal 14). Jabatan struktural eselon 1 ini khas, karena tidak ada di daerah manapun.

Gubernur Jakarta mempunyai hak protokoler, termasuk mendampingi Presiden dalam acara kenegaraan serta menghadiri rapat kabinet yang membahas kepentingan ibu kota negara (Pasal 31 dan Pasal 26).

Di samping itu, masih ada beberapa perbedaan minor pemerintahan daerah di Jakarta dengan daerah lain, misalnya soal jumlah anggota DPRD (Pasal 12), keberadaan Dewan Kota/Kabupaten (Pasal 24) dan Lembaga Musyawarah Kelurahan (Pasal 25).

Masa Depan Jakarta
Pertanyaan menarik saat ini adalah, jika ibu kota pindah bagaimana dengan desentralisasi asimetris terhadap Jakarta? UU 29/2007 sudah pasti akan dicabut. Apakah itu juga artinya Jakarta akan mendapat perlakuan yang sama dengan daerah (baca: provinsi) lain di Indonesia?

Setidaknya ada tiga pilihan yang dapat dipertimbangkan. Pertama, Jakarta tetap mendapat kewenangan khusus berupa otonomi tunggal di tingkat provinsi sekalipun bukan lagi ibu kota. Salah satu konteks penerapan desentralisasi asimetris adalah kesulitan teknokratis suatu pemerintah daerah (Lay, 2010).

Otonomi pada wilayah kota berpotensi menimbulkan ketidaksangkilan. Setiap wilayah kota juga memiliki eksternalitas yang tak bisa dipisahkan dengan kota di sekitarnya. 

Pengaturan dalam satu kesatuan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang kompak dan terintegrasi merupakan suatu kebutuhan agar penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintah lebih efisien dan efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun