Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Cile Juara Copa America (Lagi)? Bukan Hil yang Mustahal

26 Juni 2016   15:04 Diperbarui: 26 Juni 2016   15:08 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: mlssoccer.com (diolah)

Tahun lalu, siapa yang menyangka Cile bisa menjuarai Copa America (CA) 2015. Bertindak selaku tuan rumah turnamen, La Roja tampil impresif sejak laga perdana hingga partai puncak. Kini, dalam perayaan 100 tahun Copa America alias Centenario, mampukah Cile mengulangi prestasi gemilang itu?

Pertandingan final CA 2016 adalah ulangan laga pamungkas turnamen yang sama setahun kemarin, Cile melawan Argentina. Tahun lalu, Cile menjadi kuda hitam. Meskipun tampil di hadapan pendukung sendiri, tidak banyak yang berani menjagokan Alexis Sanchez dkk. bakal keluar sebagai pemenang. Nama besar Argentina dan para pemain bintangnya diyakini menjadi faktor penentu dalam laga final. Faktanya, Cile menjungkalkan semua prediksi. Meski dengan susah payah hingga di babak adu penalti, Cile sukses mengandaskan perlawanan Albiceleste. Ulasan kemenangan Cile di final tahun lalu bisa Kompasianer baca di sini

Sekarang Argentina punya kesempatan untuk balas dendam. Tak ada lagi keunggulan salah satu tim sebagai tuan rumah, karena CA Centenario 2016 digelar di Amerika Serikat. Masih sama seperti tahun kemarin, Lionel Messi cs. tetap diunggulkan sebagai pemenang. Hasrat Argentina untuk bisa jadi juara memang sangat besar. Mereka tidak sekadar ingin membalas kekalahan tahun lalu, tapi juga menebus rasa penasaran lantaran sudah 23 tahun tak pernah berjaya di kompetisi ini. "Final tahun kemarin adalah masa lalu. (Final) ini adalah pertandingan baru, dengan kesempatan baru juga," kata pelatih Argentina Gerardo Martino seperti disitat espn.

Sejauh ini, langkah Argentina di CA Centenario masih mulus. Sembilan poin berhasil dikumpulkan dari tiga laga di fase grup, masing-masing menang 2-1 (vs Cile), 5-0 (vs Panama), dan 3-0 (vs Bolivia). Di perempat final, Albiceleste menyingkirkan Venezuela setelah menang 4-1. Terakhir, tim besutan Gerardo 'Tata' Martino ini menumbangkan tuan rumah AS dengan skor telak 4-0. Agresivitas Messi dan kawan-kawan sangat mengagumkan. Dalam lima laga tersebut total 18 gol mereka sarangkan, artinya rata-rata 3,6 gol tercetak per gim. Sedangkan kiper Sergio Romero baru dua kali memungut bola dari dalam gawangnya.

Sementara perjalanan Cile tidak semulus itu. Di laga perdana grup, mereka kalah dari Argentina. Baru setelah itu penampilan La Roja meningkat. Dua pertandingan tersisa di grup dilewati dengan kemenangan atas Bolivia (2-1) dan Panama (4-2). Performa terbaik tim peringkat 5 dunia ini terjadi pada saat mereka menggilas salah satu tim unggulan, Meksiko, 7-0 di perempatfinal. Pada laga semifinal, Cile menang 2-0 atas Kolombia. Secara kumulatif, selisih gol yang mereka catatkan tidak bisa dibilang buruk yaitu 16 memasukkan dan 5 kemasukan.

Faktor Pelatih Anyar

Perbedaan mendasar pada skuat Cile sekarang dibandingkan tahun lalu adalah pada posisi juru latih. Tak ada lagi Jorge Sampaoli di bench. Pria berkepala plontos itu berhasil memberi warna tersendiri pada permainan timnas Cile. Prestasi di CA tahun lalu menjadi bukti sahih bahwa ia tidak hanya membuat timnya menampilkan permainan menarik, tetapi sekaligus membawa hasil nyata. Mundurnya Sampaoli di awal tahun ini menjadi pukulan telak bagi La Roja. FFCH (PSSI-nya CIle) dipusingkan dengan kabar buruk tersebut, sebelum akhirnya menunjuk Juan Manuel Pizzi sebagai arsitek tim.

Pizzi tidak punya catatan impresif sebagai pelatih. Ia bahkan belum pernah menangani tim nasional sebelumnya. Pria kelahiran Argentina berkewarganegaraan Spanyol itu sontak saja diragukan bisa meneruskan capaian Sampaoli. Cile memang sempat tertatih di awal periode kepelatihan Pizzi. Sejak menangani Arturo Vidal dan kawan-kawan, Pizzi lebih akrab dengan hasil negatif. Sebelum CA Centenario 2016 bergulir, Cile mencatatkan tiga kekalahan dan cuma sekali menang di bawah Pizzi.

Pelan tapi pasti, Cile mulai menemukan bentuk permainannya. Puncaknya tentu saja saat menang besar atas Meksiko di perempat final. Pizzi amat lega seusai laga tersebut. “Kami sangat bahagia. Tak madah melatih tim yang bisa memenangi laga dengan superioritas tinggi melawan musuh level top seperti Meksiko. Apalagi, hal ini terjadi di tahap penting sebuah turnamen besar,” ujar Pizzi kepadaW Radio.

Pertaruhan sesungguhnya bagi Pizzi adalah laga final pada Minggu (26/6) besok. Di partai perdana fase grup, Cile kalah dari Argentina. Mampukah ia membalas kekalahan tersebut, sekaligus mempertahankan pencapaian timnya tahun lalu bersama Sampaoli? Saat dikalahkan Albiceleste pada 6 Juni kemarin, Pizzi merasa timnya tidak pantas kalah. “Sepanjang laga, saya tidak melihat perbedaan besar antara tim saya dan Argentina,” kata Pizzi seperti dilansir www.ca2016.com. Menurut Pizzi, timnya kalah karena kesalahan sendiri. Itu artinya, ia harus bisa memastikan timnya tidak mengulangi kesalahan yang sama di partai final.

Mengatasi Tekanan

CIle sebetulnya dalam posisi yang lebih nyaman dibanding Argentina. Tekanan terhadap mereka tidak sebesar yang diberikan kepada Messi cs. Walaupun berstatus sebagai juara bertahan, mereka tetap berstatus underdog di turnamen kali ini. Sebaliknya, hasrat menggebu para pemain Argentina ditambah dengan ekspektasi publik, justru bisa menjadi bumerang bagi mereka sendiri.

Menjelang laga final, tak ada tekanan berlebihan yang dirasakan para pemain Chile. "Para pemain berlatih seperti biasa. Taktik kami juga tetap sama. Kami hanya perlu mengingat bahwa kami adalah tim yang bisa mengalahkan Argentina, karena kami adalah tim yang percaya diri, bukan hanya pada kemampuan individu tetapi juga secara kolektif," umbar gelandang Marcelo Diaz.

Sebaliknya, tekanan lebih besar dirasakan Argentina, terutama pada sosok Lionel Messi. Keberadaan Messi di tim Argentina diibaratkan berkah sekaligus musibah. Dengan skill mumpuni yang dimiliki, Messi menjadi tumpuan Albiceleste dalam membongkar pertahanan lawan. Namun, Messi juga terus dirongrong untuk bisa memberikan prestasi nyata bagi negaranya sebagaimana ia lakukan di Barcelona. Secara psikologis, Messi membawa beban yang berat ketika tampil di turnamen besar seperti ini. "Saya tidak tahu apakah ini akan jadi kesempatan terakhir bagi saya meraih gelar bersama Argentina. Tapi Anda tak boleh melewatkannya dan sebisa mungkin mendapatkan piala," ujar Messi.

Sepanjang sejarah, dari 88 kali pertemuan, Chile baru tujuh kali bisa mengatasi Argentina. Kemenangan Chile di final tahun lalu pun 'cuma' diraih melalui adu penalti. Meski secara teknis Chile kalah kelas dari lawannya, kekuatan mental akan sangat menentukan dalam pertandingan final. Siapa yang lebih kuat mengatasi tekanan mental, dia yang lebih berpeluang.

Kolektivitas

Cile berpeluang untuk mempertahankan supremasi mereka di Amerika Selatan. Secara teknis, mereka tidak jauh di bawah Argentina. Jika dilihat satu per satu pemain, Argentina jelas lebih unggul. Mereka punya pemain-pemain terbaik di setiap lini mulai dari Javier Mascherano, Ever Banega, dan Angel Di Maria. Bahkan, di posisi striker, Martino punya pilihan bejibun mulai dari Messi, Sergio Aguero, Gonzalo Higuain, Ezequiel Lavezzi, sampai Erik Lamela.

Timnas Cile sekarang berbeda dengan 15 tahun lalu yang cuma mengandalkan Ivan Zamorano dan Marcelo Salas. Sekarang para pemain Cile juga sudah semakin populer. Skuat Cile saat ini terdiri dari 13 pemain yang berkelana di kompetisi Eropa. Meski begitu, kekuatan Cile justru bukan terletak pada satu atau dua pemain, melainkan pada kolektivitas tim. Cile membuktikannya di semifinal, ketika mereka bisa mengalahkan Kolombia meski tidak diperkuat salah satu penggawanya, Vidal karena akumulasi kartu kuning. "Semua orang tahu Vidal adalah pemain hebat. Tapi kami memilikilineupyang baik dan banyak pemain yang siap untuk mengambil kesempatan, kata Charles Aranguiz mengomentari absennya Vidal di semifinal.

Kolektivitas ini yang berpotensi membuyarkan impian Argentina (lagi). Ulangan final tahun kemarin bisa saja terjadi. Meminjam lawakan jadul ala Srimulat, kemungkinan Chile mengulangi prestasi tahun lalu bukanlah 'hil yang mustahal'.

Saksikan partai puncak Copa America Centenario 2016, yang disiarkan langsung dari Stadion MetLife, New Jersey, Senin (27/6) pukul 06.30 WIB hanya di Kompas TV.

PERKIRAAN FORMASI

ARGENTINA (4-3-3)

1-Sergio Romero (K); 4-Mercado, 17-Otamendi, 13-Funes Mori, 16-Rojo (B); 8-A.Fernandez, 14-Mascherano, 19-Banega (G); 10-Messi, 9-Higuain, 18-Lamela

Cadangan : 12-Guzman, 23-Andujar, 2-Maidana, 3-Roncaglia, 5-Kranevitter, 6-Biglia, 7-Di Maria, 11-Aguero, 15-Cuesta, 20-Gaitan, 21-Pastore

Pelatih : Gerardo Martino

Chile (4-3-3)

1-Bravo (K); 4-Isla, 17-Medel, 18-Jara, 2-Mena (B); 20-Aranguiz, 8-Vidal, 21-Diaz (G); 19-Orellana, 11-Vargas, 7-Sanchez (P)

Cadangan : 12-Toselli, 23-Herrera, 3-Rocco, 5-Silva, 6-Fuenzalida, 9-Pinilla, 10-Hernandez, 13-Pulgar, 14-Gonzalez, 16-Castillo, 22-Puch

Pelatih : Juan Antonio Pizzi (Spa)

Statistik (sumber: www.soccerway.com)
Statistik (sumber: www.soccerway.com)
Sumber: leaguelane.com
Sumber: leaguelane.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun