Mohon tunggu...
Shelly Lansritan
Shelly Lansritan Mohon Tunggu... Insurance Consultant -

Kenali saya melalui buah pikir dalam tulisan-tulisan di Kompasiana & celoteh lainnya di Facebook saya : https://www.facebook.com/shelly.lansritan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Saya Manusia Merdeka, Bagaimana dengan Anda?

17 Agustus 2015   10:30 Diperbarui: 17 Agustus 2015   11:18 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam ini karena suatu kejadian, saya tiba-tiba menyadari bahwa saya luar biasa beruntung terlahir menjadi manusia dengan kemerdekaan hidup sesungguhnya. Saya masih menerka-nerka apakah keberuntungan tersebut memang adalah anugerah dari Tuhan ataukah didapat karena saya tipe manusia pemberontak yang tidak mudah menurut dan didikte pada sesuatu yang berlawanan dengan logika dan nurani? 

1. Pendidikan 

Saya ingat betul dari dulu alm.papa selalu menginginkan saya agar kuliah di fakultas ekonomi dengan alasan agar mudah mencari pekerjaan jika lulus nanti. Hingga akhirnya ketika kesempatan untuk kuliah itu datang, saya berontak. Saya ingin kuliah di jurusan Public Relations. Tapi saya bukan sembarang berontak. Saya menentukan pilihan pendidikan atas apa yang ingin saya pelajari dan bagaimana masa depan saya akan terbantu dengan pendidikan ini. Jadi pilihan ini bukan karena ikut-ikutan teman apalagi ikut-ikutan trend.  

Saya ajak bicara alm.papa dan yesss deal!! Setidaknya itu adalah langkah awal pembuktian bahwa saya mampu menjadi PR bagi diri saya sendiri. Langkah berikutnya adalah bagaimana saya melakukan pembuktian bahwa kuliah pilihan saya harus lulus tepat waktu. Dan yesss saya bukan hanya lulus tepat waktu tapi juga berhasil meraih IPK sangat baik sebagai mahasiswa yang kuliah di malam hari dan bekerja sebagai karyawan dari pagi sampai sore.  

Moral story : Saya belajar bertanggung jawab atas apa yang sudah saya pilih. 

  

2. Asmara 

Sekitar 8 tahun yang lalu ketika saya baru pertama kali memiliki kekasih, keluarga saya kurang setuju. Walaupun dari awal sudah terlihat kurang baik tapi saya tetap pada pilihan saya. Saya tidak ingin memutuskan hubungan cinta karena didikte oleh keluarga. Kalaupun suatu hari nanti saya harus memutuskan hubungan, itu adalah keputusan berdasarkan pertimbangan saya secara matang. 

Dan hari ini saya sungguh bersyukur bahwa dulu saya mampu berdiri pada pendirian saya. Ketika akhirnya benar-benar menyadari bahwa dia bukanlah yang terbaik, maka di hari ini sama sekali tidak ada penyesalan bahwa dia bukanlah jodoh bagi saya. Seandainya dulu dalam keadaan masih saling mencintai lalu saya memutuskan hubungan, entahlah mungkin saat ini saya selalu penasaran dan bertanya-tanya bagaimana kalau seandainya dia adalah jodoh terbaik bagi saya? Jelas kondisi seperti itu akan berakibat tidak baik bagi relationship saya dengan pasangan yang baru. 

Moral story : Saya belajar bahwa keputusan yang salah di masa lalu ternyata memberikan hikmah di masa depan. 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun