Mohon tunggu...
shefira azzahrah
shefira azzahrah Mohon Tunggu... Lainnya - Start with Bismillah

Saat semua terasa sulit, maka lihatlah orang tuamu yang selalu menemukan jalan untuk KESUKSESANMU

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sulitnya Memahami Si Kecil di Masa Pandemi

25 September 2020   10:56 Diperbarui: 25 September 2020   13:09 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Setelah menikah, hampir semua manusia ingin memiliki keturunan. Tetapi kenyataannya hanya sedikit orang yang belum siap saat mempunyai anak. Belum siap dalam hal apa? Dalam hal mendidik dan menyikapi anak. Sering kali terdengar keluhan orang tua dalam mengurus anak, mengapa demikian? Karena anak tidak banyak mendapat kesempatan untuk menyampaikan keluhan kesah mereka. Misal, kalau anda memiliki anak bagaimana rasanya saat anak terus bermain sedangkan ruangan menjadi barantakan. Masalah tersebut memang ada yang berhasil menghadapi kejadian tersebut, namun tidak sedikit yang belum berhasil dan malah muncul pertengkaran.

Anak hampir selalu akan menjadi korban jika terjadi konflik dengan orangtua mereka.  Dan kebanyakan orang tua akan memukul, membentak, bahkan ada yang mengintimidasi mereka setelah kejadian tersebut. Beberapa orang tua mengaku menyesal setelah konflik telah usai, yang kemudian mereka mencoba memperbaiki hubungan dengan berbagai hal. Seperti, mengajak berbicara dengan lembut dan ada yang sampai membujuknya dengan memberikan hadiah.

Memasuki masa pandemi.

Kasus penyebaran covid-19 sejak bulan maret lalu telah menghebohkan warga indonesia, tetapi seperti yang kita ketahui bahwa tidak hanya di Indonesia saja melainkan di seluruh dunia. Pemerintah mengambil kebijakan yang bisa dibilang berubah drastis dari yang sebelumnya. Kebijakan tersebut mulai disuguhkan kepada masyarakat guna memutuskan rantai penyebaran covid-19, mulai dari kebijakan lockdown, bekerja dirumah, dan sekolah dirumah.

Jika kita mengingat tahun lalu anak-anak masih mengikuti pembelajaran atau kegiatan sekolah seperti pada umumnya tetapi untuk saat ini,   Dimana siswa harus belajar di rumah, mengerjakan tugas di rumah, ulangan di rumah,  yang di sebut sebut pembelajaran secara daring. Tentunya ini akan menjadi beban baru untuk kebanyakan orang tua . Jika sebelum pandemi peran fasilitator pembelajaran diambil alih oleh guru dan sekolah, sekarang peran tersebut juga harus dilalukan oleh orangtua di rumah. Sedangkan anak anak membutuhkan perhatian khusus saat menjalani pembelajaran dirumah.  

Siapa lagi kalo bukan orang tua yang harus mendampingi buah hati mereka, tentunya ini tidak mudah.  Kesadaran adalah hal utama untuk menyikapi apa yang selanjutnya akan dilakukan. Masalahnya kemudian adalah kita belum siap mendampingi anak-anak belajar di rumah. Iya, kita semua orangtua -baik yang di rumah (orangtua) maupun yang di sekolah (guru). Banyak sekolah yang masih menganggap keadaan ini normal, dengan memberikan tugas akademik terus-menerus.
Nampak bukan, siapa yang tidak siap? Orang dewasa atau anak-anak?

Kebanyakan orang tua ketakutan dengan prestasi akademik anak-anak kita, bukan perkembangan bakat dan minat anak. Kita lebih takut anak-anak tidak patuh pada aturan yang mereka tidak dilibatkan, sama sekali kita tidak takut mereka kehilangan daya kreatif dan berpikir kritis. Sebenarnya kita sedang mencemaskan diri kita sendiri, bukan anak-anak kita.
Mari kita koreksi dengan hati-hati. Jika kita (dewasa) saja membutuhkan adaptasi dengan masa pandemi, apakah kalian berpikir anak-anak tidak membutuhkannya? Mari menyusun strategi dengan melibatkan kemampuan mereka. Minta saran kepada sekolah. Perhatikan minat belajar mereka, gunakan metode yang cocok untuk mereka.


BOSAN


Pandemi COVID-19 membuat anak-anak tidak bisa bermain di luar rumah atau pergi ke sekolah. Dan sekarang, anak anak mulai mengeluh dikarenakan pembelajaran dirumah dan tidak bisa bermain. Pasalnya tidak hanya kita kita saja yang memiliki rasa bosan tetapi anak anak juga punya rasa bosan. Terkadang kita malah menanggapi kebosanan anak dengan sinis dan menyimpulkan bahwa mereka bosan hanya sebuah alasan, sehingga orang tua dengan entengnya memerintah mereka untuk mengerjakan tugasnya kembali.


Bosan yang sebenarnya, adalah...
Tidak ada definisi yang disepakati ahli terkait kebosanan. Kamus Mirriam-Webster menyebutnya hanya sebagai keaadan lelah dan gelisah karena tidak tertarik.
Mengapa kebosanan juga terjadi pada anak-anak, bukan hanya pada orang dewasa atau remaja?


Para ahli menyebut hal tersebut sebagai kurangnya kontrol anak atas dirinya sendiri, mereka terpenjara dalam rutinitas yang padat. Anak anak hidup dalam dunia dimana mereka diatur oleh jadwal. Sekolah pagi jam sekian sampai siang jam sekian, semua terjadwal dan anak hampir tidak memilihi pilihan untuk mereka sendir

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun