Mohon tunggu...
Sharon
Sharon Mohon Tunggu... Apoteker - Farmasis, Badminton lover

Manusia yang sedang belajar untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menjadi Penulis, dari Sebuah Pengalaman Kegagalan

17 September 2022   09:54 Diperbarui: 17 September 2022   10:01 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Manusia merupakan makhluk yang konon katanya berbeda dari yang lain. Manusia diberi akal untuk dapat terus maju dan berkembang, dan salah satu bukti peradaban manusia adalah kata-kata. Dengan adanya kata-kata, manusia bisa dengan selaras memahami satu sama lain dan mengurangi adanya gangguan dalam komunikasi. Kata tertuang dalam berbagai sisi kehidupan kita, tak ada satu hari pun yang bisa dilewatkan tanpa kata. Mulai dari membaca, menulis, berbicara, semuanya ada karena adanya kata-kata. Namun, kadang bahkan seringkali kata-kata dianggap mudah dan remeh karena telah menjadi sebuah rutinitas. Ada yang bilang kalau semua bisa karena terbiasa, tapi agaknya yang satu ini agak berbeda. Menulis sudah jadi sebuah kebiasaan yang semua orang lakukan di jaman sekarang. Ya, di dunia digital ini sudah dipastikan ada chat yang kita lakukan dalam sehari, jadi menulis bukan hal yang asing lagi, tak seperti jaman dulu dimana kita masih sangat bergantung pada komunikasi lisan. Tapi, nyatanya sangat sulit rasanya buat saya untuk bisa memulai menulis dengan baik. Berikut beberapa counter poin dari berbagai tips yang ditawarkan untuk menjadi seorang penulis yang handal.

1. Rajin membaca saja belum cukup

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa seorang penulis wajib memiliki jam terbang membaca yang banyak. Sama hal nya dengan musisi yang wajib rajin mendengar. Intinya memang otak kita harus diisi dengan hal yang akan kita keluarkan, ibaratnya bagaimana kita mau mengisi ember dengan sumur yang kosong. Jelas pernyataan ini sama sekali tidak salah. Lalu, kenapa saya yang entah sehari sudah menghabiskan berapa jam untuk membaca dan masih belum bisa menulis juga. Dari apa yang saya alami, seringkali tanpa disadari kita sudah menuliskannya, namun hanya sebatas dalam sebuah chat atau obrolan ringan bersama rekan atau keluarga. Jadi apa yang kurang? Yang kurang adalah kemampuan kita untuk menuangkannya menjadi sistematis untuk dapat dimengerti oleh semua orang, bukan hanya orang dengan gaya komunikasi yang sudah cocok dan terbiasa dengan kita.

2.  Jangan hanya berani untuk memulai, tapi juga harus takut untuk tidak menyelesaikannya

Langkah pertama konon katanya merupakan langkah yang tersulit dalam sebuah perjalanan. Tentu banyak yang sepakat dengan ini, tidak sedikit mereka menyesali apa yang terjadi di masa lalu bukan karena kegagalan yang dilalui tapi karena melewatkan sebuah kesempatan. Namun, dalam perjalanan menulis saya, saya termasuk orang yang cukup berani untuk menulis. Saya tidak memiliki ketakutan untuk gagal atau mendapatkan cemoohan orang-orang. Saya ingin menulis simply karena saya sadar bahwa menulis memberikan sebuah keuntungan yang hampir tidak dapat ditemukan dari kegiatan lain, yaitu keabadian. Namun, yang terjadi pada saya adalah saya tetap saja tidak dapat menulis. Paling hanya satu draft artikel yang belum sempat saya publish lalu saya justru sudah lupa dimana saya mendaftar menjadi seorang penulis. Ada satu hal yang saya pelajari dari hal ini, bahwa keberanian saya untuk memulai saja tidak lah cukup, saya harus terus memiliki rasa takut untuk tidak menyelesaikannya. Rasa takut ini dapat membawa kita untuk melakukan sesuatu yang memang kita butuhkan. Menyelesaikan.

Ada hal yang perlu digarisbawahi, akan lebih baik bila diselesaikan dalam waktu yang bersamaan dengan waktu memulai. Namun, tak jarang ide menulis keluar di tempat-tempat tidak terduga yang tidak memungkinkan kita untuk mengerjakannya secara langsung. Maka dari itu, segera setelah ide itu muncul, tulis kerangkanya. Seringkali juga kita karena keasikan membuat sebuah pendahuluan, kita kehilangan arah untuk menutup atau menyelesaikan tulisan kita.

3. Konsisten

Untuk yang satu ini, rasanya lawannya memang hanya kemalasan manusia. Entah bagaimana, namun manusia seolah dilahirkan untuk menjadi seseorang yang malas. Dunia yang tidak ideal ini selalu memberikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, hal ini lah yang membawa kemajuan bagi kehidupan manusia. Dengan sikapnya yang tidak mau terus-menerus berada dalam kondisi yang sama manusia belajar dan berusaha membuat sesuatu yang lebih baik. Namun, di sisi lain konsisten menjadi hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Padahal salah satu kunci terbesar dari keberhasilan dalam menulis adalah konsistensi. Bagaimana kita harus bisa terus -menerus meluangkan waktu untuk menghasilkan sebuah karya.

Ini beberapa poin tentang kegagalan saya menjadi penulis sejauh ini. Semoga dapat membantu untuk siapapun di luar sana yang juga belum berhasil seperti saya dan masih belum tahu apa yang harus dilakukan. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun