Mohon tunggu...
sharla Martiza cahyaningsi
sharla Martiza cahyaningsi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa/UIN Salatiga

Hobi menulis, olahraga

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Teori Psikolinguistik dalam Perkembangan Bahasa Anak

28 Juni 2022   10:35 Diperbarui: 28 Juni 2022   10:44 2222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan bahasa anak sebenarnya terjadi secara natural, sehingga anak tidak perlu pembelajaran bahasa yang eksplisit. Hal inilah yang membuat perkembangan linguistik pada anak sangat mengesankan.


Menurut Stork dan Widdowson dalam (Mudini et al. 2016) pemerolehan bahasa dan akuisisi bahasa adalah suatu proses anak-anak mencapai kelancaran dalam bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya didapatkan hasil kontak verbal dengan penutur asli lingkungan bahasa itu. Dengan demikian, istilah pemerolehan bahasa mengacu pada penguasaan bahasa secara tidak disadari dan tidak terpengaruh oleh pengajaran bahasa tentang sistem kaidah dalam bahasa yang dipelajari.


Namun, perkembangan bahasa dan kemampuan bicara setiap anak sangat bervariasi. Bahkan adapun perkembangannya yang tidak berlangsung sesuai dengan seharusnya, maka hal itu akan menimbulkan keterlambatan bahasa yang dapat mengarah pada gangguan berbahasa.


Lalu bagaimana pandangan ilmu psikolinguitik tentang perkembangan bahasa anak?


Ada beberapa teori psikologi yang mana dapat menambah wawasan orang tua tentang perkembangan bahasa si anak.

 Yang pertama, Teori Behaviorisme. Teori ini diperkenalkan oleh B.F. Skinner dengan menulis buku Verbal Behavior (1957) sebagai bahan rujukan bagi pengikut aliran tersebut. Teori behaviorisme yaitu adanya hubungan stimulus (rangsangan) dan respon (reaksi). Perilaku bahasa seseorang akan membuat reaksi terhadap rangsangan, sehingga reaksi tersebut menjadi suatu kebiasaan yang dibenarkan.


Namun teori ini menyebutkan bahwa proses belajar pada manusia sama dengan proses belajar pada binatang dan manusia tidak mempunyai potensi bawaan untuk belajar bahasa. Juga aliran ini mengatakan bahwa semua perilaku merupakan respon terhadap stimulus. Hal ini tidaklah benar, karena yang pertama adalah manusia tidak sama dengan binatang, lalu tidak semua perilaku berasal dari stimulus dan respon.


Yang kedua, Teori Nativisme mengatakan berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan dan lingkungan memiliki peran kecil di dalam proses pemerolehan bahasa anak. Aliran ini percaya bahwa bahasa mustahil dikuasai dalam waktu yang singkat melalui peniruan, juga setiap manusia sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (Language Asquisition Device).


Semua anak dapat belajar bahasa apapun yang digunakan dalam masyarakat sekitar. Jika semisal si anak diasingkan sejak lahir, maka ia tidak akan memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak mendapat kosa kata atau bahasa baru.


Yang ketiga, Teori Kognitivisme. Seperti namanya, teori ini mengutamakan perkembangan kognitif yang perlu dicapai, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa.


Menurut pandangan teori ini ditentukan oleh daya kognitifnya, sedangkan lingkungan atau faktor eksternal tidak mempengaruhi perkembangan bahasa anak, jika ia pun tidak melibatkan secara aktif dirinya dengan lingkungannya.

Yang keempat, Teori Interaksionisme. Singkatnya teori ini menggabungkan antara teori nativisme dan kognitifisme.

Teori ini mengatakan bahwa pemerolehan bahasa didapat dari interaksi kemampuan diri dengan lingkungan bahasa (dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal).


Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir, namun perlu adanya masukan yang mana sang anak tidak dapat menguasainya secara otomatis.


Benar jika ada teori yang menyebutkan bahwa anak telah memiliki kemampuan berbahasa sejak lahir, hal ini dibuktikan dengan penemuan yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Ia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali sejak lahir dengan kecerdasan.
Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdaan berbahasa Campbel, dkk., dalam (Mudini et al. 2016). Akan tetapi, pengaruh lingkungan juga merupakan faktor yang sama pentingnya dalam kemampuan berbahasa si anak.


Disini peran orang tua sangat diperlukan untuk menunjang kemampuan berbahasa anak, yaitu dengan banyak berbicara bersama tentang hal-hal yang menarik dengan si anak. Juga beri anak waktu untuk merespon, ketika ia mulai mencoba berbicara meski mengoceh, maka tirulah anak dan balas mengoceh. Maka hal itu membuat pembicaraan berjalan dan menyenangkan.


Hal itu harus dilakukan setiap hari, berbicara tentang kehidupan keseharian. Gunakan banyak kata yang berbeda dengan konteks yang berbeda pula, hal itu dapat meningkatkan jumlah kata yang diterima si anak.
Tidak masalah jika hal itu tidak dapat mengerti oleh sang anak, karena pemahaman akan tumbuh seiring perkembangan usia.


Dari teori-teori yang telah dipaparkan, teori interaksionisme yang paling relevan. Karena memang benar anak telah memiliki LAD atau kemampuan berbahasa sejak lahir, dibuktikan dengan berbagai penemuan dari Howard Gardner tentang kecerdasan anak yang didapatkan ketika ia lahir. Bersamaan dengan faktor lingkungan yang sama besar pengaruhnya.


Orang tua dapat menerapkan teori tersebut, dengan cara mengasah perkembangan bahasa si anak dengan berbicara bersama atau menanggapi segala ocehan yang belum memiliki arti tersebut. Berikan anak lingkungan yang baik sehingga ia dapat mengembangkan bahasanya dengan maksimal. Dengan dasar kemampuan bahasa anak sejak lahir dapat memberi respon yang baik terhadap hal yang diberikan oleh orang tuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun