Jika hal tersebut pernah kamu alami, jangan buru-buru kesal dulu. Mari sejenak pikirkan mengenai "tujuan  kamu bekerja itu untuk apa? Untuk siapa? Apakah kamu bekerja demi orangtuamu?"
Coba tanyakan lagi ke dalam diri kamu, tujuan hidup kamu apa dan apakah cara-cara yang sudah kamu terapkan selama ini, memberikan dampak kebaikan bagi dirimu? Apakah selama ini kamu bahagia?
Jika kamu sudah tahu apa tujuan hidupmu kamu, maka jalani dan terima juga risikonya. Jika tujuan hidup kamu ialah "bekerja demi membahagiakan orangtua", iya seharusnya kamu tidak perlu lagi kesal dan kecewa. Â Mengapa? Karena jika tujuan kamu bekerja demi membahagiakan orangtua, seharusnya kamu dapat terima risikonya dan jalani dengan ikhlas.Â
Kedua, jangan sering mengeluh tentang "kenapa"
Perasaan kesal dan kecewa sering kali diirngi dengan pertanyaan, Â "kenapa dulu orangtuaku tidak menjalankan rencana keuangan dengan baik", "kenapa dulu mereka tidak investasi", dan "kenapa" yang lainnya.
Jika kamu masih sering seperti itu, maka, Â mulai sekarang buang itu semua. Umunya, kamu sering cepat merasa kesal karena kamu jarang memposisikan diri kamu menjadi mereka.Â
Coba sekali-kali mengingat kebaikan orangtua dan coba posisikan diri kamu. Mungkin, sebenarnya orangtua kamu mengalami rasa penyesalan, sedih dan kecewa tidak bisa membahagiakan anak mereka. Nah, coba deh sesekali "mengubah posisi kamu menjadi orangtua", niscaya kamu tidak akan sibuk bertanya lagi tentang "kenapanya" dan tidak lagi menyalahkan mereka karena "menjadi korban kesulitan orangtua".
Ketiga, cobalah berkomunikasi dengan mereka
Tanyakan kebutuhan sehari hari berapa bahkan jikalau mereka punya utang yang tidak diketahui, tetap perlu untuk ditanyakan. Berbicaralah pelan-pelan, tanyakan mereka, "Ibu sama Bapak lagi mau apa?". Mungkin nanti jawaban atas keinginan mereka tidak dijawab secara langsung (tersirat), tapi cobalah belajar untuk peka.