Mohon tunggu...
Sharfina
Sharfina Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Writer

Penikmat obrolan satu frekuensi ☕ | Suka jalan-jalan ke tempat baru sambil motret tidak asal jepret 📸 | Visit me in another universe at shabirahannisa.blogspot.com 💻

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Talijiwo, Kritik Sosial, dan Renungan yang Tidak Hanya untuk Sesaat

19 Agustus 2019   17:33 Diperbarui: 20 Agustus 2019   03:00 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyeruput teh hangat sembari membaca Talijiwo (Dokumentasi pribadi)

Dalam cerita "Puasa" juga menceritakan kisah bosnya Nono yang sangat teratur dalam bekerja dan taat dalam menjalankan ibadah puasa. Namun sayangnya, ibadahnya rajin tidak seirama dengan perlakuan dia terhadap sesama manusia, yang mana karyawan yang tidak berpuasa jadi terkena imbasnya. 

Mereka merasakan lapar karena tidak ada jadwal makan, padahal bukannya sudah seharusnya manusia harus saling menghargai dan berbagi?

Selanjutnya, selain cerita tentang "Puasa", saya suka dengan cerita "Arus Balik". Menurut saya, cerita "Arus Balik" sangat menggambarkan betapa ketergantungannya manusia dengan GPS ketimbang bertanya dengan penduduk setempat ketika akan mengunjungi suatu tempat baru yang belum pernah dikunjungi sebelumnya. 

Nah di cerita "Arus Balik" ini menceritakan tentang kakak beradik yang akan mengunjungi  pesantren Sastrojendro saat arus balik ke perantauan.

Di tengah jalan, sang kakak bernama Sastro sudah mewanti-wanti agar jangan keblabasan mengimani GPS dan alangkah baiknya untuk bertanya dengan penduduk setempat yang mereka temui.

Cerita tersebut jikalau dilihat memang sangat merefleksikan manusia zaman sekarang yang sangat bergantung sekali dengan GPS dan gadget.  Toh, tidak selamanya GPS itu membawa pada jalan kebenaran, dan pernahkah kamu merasakan risih jika lama-lama mendengar suara "mbak-mbak" dalam navigator yang suaranya datar tanpa ekspresi?

Dan benar apa yang ada dalam Talijiwo, "Bahkan sampai meskipun jalan yang diarahkan benar maupun sesat, yaa toh tetap saja suara mbak-mbak navigator layaknya ransum nasi kotakan. Pedas tidak, asin pun tidak juga. Bahkan hambar juga ndak (hal.25)"

Iya toh?

Selain dua cerita di atas, ada cerita yang mengingatkan saya akan dunia kampus, yang "mungkin" dulu pembaca juga pernah alami, yaitu perihal "titip absen" kepada teman sekelas. Nah di kisah "Membaca Novel", pembaca akan dibawa ke dalam kisah sepasang kekasih, yaitu Parwati dan Buchori.

Dikisahkan suatu hari saat kamis pon bulan Rajab, Parwati, kekasih Buchori tidak masuk sekolah karena sakit. Karena mereka pacaran, atas inisiatif sendiri, Buchori menandatangani kolom kehadiran Parwati.

Buchori tak menyangka bahwa di hari itu dosennya, si Pak Gemuk menghitung presensi daftar hadir dengan teliti. Sontak, ia teringat kisah seniornya yang dihukum satu kelas karena menyalahgunakan absen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun