Mohon tunggu...
Shalsa Herliana
Shalsa Herliana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Nasional yang akan memberikan segala informasi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pengesahan RUU Cipta Kerja Membuat Para Buruh Kecewa

5 November 2020   21:04 Diperbarui: 6 November 2020   21:40 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebelum kita masuk ke pembahasan kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu Omnibus Law. Omnibus Law merupakan sebuah konsep yang menggabungkan secara resmi (amandemen) beberapa peraturan perundang - undangan menjadi satu undang - undang baru.

Dengan adanya UU Omnibus Law Cipta Kerja ini, maka undang - undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) sudah tidak berlaku lagi.

Sekitar puluhan ribu buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law Rancangan Undang - Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) di depan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan juga gedung DPR/MPR.

Pengesahaan Rancangan UU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi sorotan dari berbagai kalangan. Banyak yang menentang dengan disahkannya UU Omnibus Law ini. Banyak masyarakat yang menolak disahkannya RUU Omnibus Law Cipta Kerja salah satunya adalah para buruh yang tidak setuju dengan disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja. Menurut para buruh isi UU Omnibus Law Cipta Kerja ini merugikan para buruh.  

Menurut Presiden KSPI ada beberapa alasan kaum buruh dalam menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja. Berikut adalah beberapa alasan buruh tersebut.

- Para buruh merasa dirugikan karena dihilangkannya upah minimun, dengan dihilangkan upayah minimun perusahan bisa seenaknya menggaji buruh dibawah gaji standar atau tidak ada batasan minimun untuk menggaji buruh.
- Buruh mempermasalahkan tentang kurangnya nilai pesangon, dengan berkurangnya nilai pesangon para buruh merasa tidak dihargai ketika berhenti kerja.
-  Waktu kerja eksploitatif, maksudnya adalah tidak adanya batasan waktu dalam berkerja.
- Karyawan kontrak seumur hidup dan outsourcing seumur hidup.
- PHK dipermudah, dengan adanya peraturan PHK dipermudah membuat perusahaan bisa menjadi semena -- mena memberhentikan karyawan.
- Hak cuti dan upah atas cuti dihapus, dengab hak cuti diapus membuat buruh wanita yang sedang hamil rugi.
- Sanksi pidana dihapus.
- Serta potensi hilangnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi pekerja kontrak dan outsourcing seumur hidup, maksudnya buruh merasa terbebani karena jika buruh mengalami sakit buruh tersebut harus memikirkan biaya untuk pengobatan.
- Tenaga Kerja Asing (TKA) buruh kasar bakal mendapat kemudahan untuk masuk ke Indonesia, maksudnya adalah dengan adanya Tenaga Kerja Asing membuat peluang buruh Indonesia semakin berkurang dan adanya persaingan antar buruh Indonesia dan Tenaga Kerja Asing (TKA) dalam dunia kerja.

Dari alasan buruh yang disebutkan oleh presiden KSPI menunjukkan bahwa UU Omnibus Law Cipta kerja sangatlah merugikan para buruh. Dengan dikeluarkannya RUU Cipta Kerja yang baru, para buruh menuntut untuk RUU Omnibus Law Cipta Kerja dibatalkan. Maka terjadilah demo besar - besaran yang terjadi diberbagai daerah. Seperti, Bandung, Serang, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bengkulu, Riau, Batam, Lampung, Banjarmasin, Samarinda, Manado, Kendari, Mataram, Maluku, Ambon, Papua, dan beberapa kota lainnya turut menggelar aksi tersebut

Seperti yang kita tahu, bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja ini telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 5 Oktober 2020, meskipun masih dalam proses pembahasan pemerintah dengan parlemen. Walaupun banyaknya tekanan agar UU Omnibus Law Cipta Kerja untuk dibatalkan. 

Namun, pada akhirnya Presiden RI Joko Widodo tetap menandatangani UU Omnibus Law Cipta Kerja. Dan Presiden Ri Joko Widodo mengatakan apabila buruh kurang puas dengan disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut, para buruh bisa mengajukan banding ke Mahkama Konstitusional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun