Mohon tunggu...
Patriot Negara
Patriot Negara Mohon Tunggu... Lainnya - warga Indonesia

Warga dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Benarkan Lokalisasi Solusi bagi Masalah Prostitusi?

19 Juni 2014   06:02 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:11 2302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pekerja seks di kawasan Dolly di Surabaya, 5 Juni 2014. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini telah menetapkan menutup kawasan bordil di Dolly pada 18 Juni 2014. (AFP PHOTO / JUNI KRISWANTO)

[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Seorang pekerja seks di kawasan Dolly di Surabaya, 5 Juni 2014. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini telah menetapkan menutup kawasan bordil di Dolly pada 18 Juni 2014. (AFP PHOTO / JUNI KRISWANTO)"][/caption]

Hari ini 18 Juni 2014 adalah batas waktu terakhir kawasan lokalisasi Dolly untuk beroperasi. Lokalisasi Dolly merupakan kawasan lokalisasi besar di Surabaya, yang diklaim sebagai yang terbesar di Asia Tenggara, meskipun klaim ini juga belum tentu benar, mengingat Bali dan Thailand bisa jadi mempunyai jumlah prostitusi yang jauh lebih besar baik yang terlokalisasi atau tidak terlokalisasi. Sejauh ini semua fraksi di DPRD Surabaya mendukung rencana ini, kecuali fraksi PDIP. Wakil walikota Surabaya Wisnu Sakti Buana yang merupakan kader PDIP pun secara terang menolak penutupan kawasan Dolly dan bahkan mengancam akan mengerahkan massa untuk menentang rencana penutupan tersebut.

Berikut adalah bantahan berbagai argumen penolakan penutupan lokalisasi.

Argumen penolakan penutupan: Prostitusi adalah profesi seumur peradaban, tidak bisa dihapuskan dan lebih baik dilokalisasi.

Klaim prostitusi seumur peradaban masih dalam perdebatan, meskipun demikian kejahatan pembunuhan dan penipuan juga seumur peradaban, tapi tidak dilokalisasi dan secara tegas dilarang dalam hukum pidana negara mana pun di dunia ini. Jika demikian mengapa prostitusi tidak juga dilarang dalam hukum pidana?

Tindakan kriminal yang dilarang dengan ancaman hukuman  tidak selalu berarti bahwa tindakan kriminal tersebut tidak akan lagi dilakukan orang. Ancaman hukuman dibuat agar  orang berpikir seribu kali untuk melakukan hal yang dilarang dalam undang-undang. Korupsi dan penipuan dilarang oleh Undang-undang dan masih saja terjadi. Apakah karena korupsi dan penipuan masih terjadi  maka tindakan tersebut  boleh dilegalisasi ?

Logika yang sama juga seharusnya diterapkan pada prostitusi dengan melarang prostitusi dan tidak melegalkannya karena tidak mampu menekan terjadinya tindakan prostitusi tersebut.

Apakah hukuman efektif menghukum pelaku pidana? Bisa efektif tergantung dari hukumannya. Hukuman maksimal dari pembunuhan adalah hukuman mati. Terpidana yang sudah dihukum mati jelas tidak akan bisa membunuh lagi.

Argumentasi yang sama juga bisa diterapkan pada prostitusi, dengan menerapkan hukuman pidana, maka tindakan prostitusi bisa ditekan. Andaikan seorang yang menjadi prostitusi atau menggunakan jasa prostitusi diancam hukuman 25 tahun penjara maka siapapun tentu akan berpikir panjang sebelum terlibat dalam perbuatan prostitusi.

Alasan jika lokalisasi dilarang maka para PSK akan melakukan aksinya di jalan dan akan lebih sulit dikontrol juga tidak bisa diterima.  Adalah tugas aparat keamanan dan dinas sosial bertugas menangkap PSK yang berkeliaran untuk dikurung, diadili, dan dihukum. Meskipun  prostitusi dilokalisasi para pengguna PSK akan membawa penyakit kelamin dan HIV/AIDS dari kompleks lokalisasi ke keluarganya dan rumah tangganya. Lokalisasi hanya efektif jika para PSK dan pengguna jasa PSK dilokalisasi dalam satu area yang dikarantina, di mana tidak ada orang masuk dan  keluar dari daerah karantina tersebut dan ini jelas tidak memungkinkan dilakukan. Penghapusan lokalisasi akan membuat ruang gerak pengguna jasa PSK dan penjual jasa PSK akan semakin sempit dan sulit.

Lokalisasi itu jelas menguntungkan pengguna jasa PSK dan juga penjual jasa PSK, karena semua layanan terkait sudah tersedia dalam satu lokasi, baik pilihan wanita PSK, kamar, restoran, dan berbagai jasa lainnya. Jika PSK hanya ada di jalan maka pengguna jasa akan memerlukan usaha lebih banyak untuk mendapatkan PSK sesuai seleranya karena harus melakukan hunting dan kemudian mencari hotel untuk tempat kencan.

Argumen penolakan penutupan: Pesangon 5 juta kepada PSK dan mucikari hanya cukup untuk seminggu

Pesangon yang diberikan memang lebih kecil dengan keuntungan besar dari bisnis haram ini. Seharusnya para PSK dan Mucikari bersyukur bahwa pemerintah bahkan rela merogoh duit pajak demi memberikan pesangon kepada mereka. Bandingkan dengan pedagang kaki lima yang melakukan bisnis halal, kesalahan mereka hanyalah karena berjualan tidak pada tempatnya, tapi konsekuensinya bahkan gerobak dagangan mereka bahkan diangkut dan dibuang ke laut untuk dijadikan rumpon rumput laut. Pengusiran yang bukan saja tanpa pesangon bahkan barang modal juga terpaksa ikut raib ke dasar laut.

Argumen penolakan penutupan: Penduduk setempat hidup dari jasa yang digunakan para PSK, seperti laundry, sewa kamar, calo, parkir, restoran

Dari 1.300-an PSK dan 300-an mucikari yang ada, mungkin menghidupkan ekonomi puluhan ribu warga yang berjualan di area lokalisasi, tempat penitipan motor, laundry, penyewaan kamar, dan berbagai jasa lainnya.

Tapi harus diingat, ada ratusan ribu bahkan jutaan orang yang kena dampak langsung akibat penyakit sosial ini. Keluarga yang berantakan, penyakit kelamin, HIV, AIDS, dan lain sebagainya.

Apakah pemerintah akan mengorbankan nasib jutaan orang demi nasib puluhan ribu orang?

Argumen penolakan penutupan: Pemerintah belum memberikan alternatif pekerjaan bagi para PSK dan Mucikari dan pendidikan ketrampilan yang diberikan tidak memadai

Memang pemerintah selayaknya membantu rakyat dengan menyediakan lapangan kerja bagi para rakyatnya. Meskipun demikian asas keadilan harus dikedepankan. Banyak pengangguran yang tidak terlibat dengan prostitusi yang juga harus berjuang untuk mendapatkan pekerjaan. Apakah untuk ditolong oleh pemerintah maka harus menjadi prostitusi?

Berterimakasihlah kepada Pemda Surabaya yang sudah jauh hari mengabarkan bahwa lokalisasi akan ditutup dan mencoba membantu memberikan pelatihan yang memang jauh dari yang diharapkan. Tapi itulah kemampuan negara saat ini.

Pekerjaan pengganti belum tentu akan memberikan hasil sama dengan penghasilan dari lokalisasi, itu memang pengorbanan yang harus dialami demi kepentingan yang jauh lebih besar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun