Mohon tunggu...
Patriot Negara
Patriot Negara Mohon Tunggu... Lainnya - warga Indonesia

Warga dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koalisi di Sistem Politik Indonesia

5 Mei 2018   14:38 Diperbarui: 5 Mei 2018   15:02 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrasi yang sangat mahal itu sebenarnya adalah pilihan yang buruk karena tak menjamin akan lahir pemimpin yang berasal dari kumpulan putra bangsa terbaik dan paling berkualitas.

Demokrasi yang memakan biaya besar seringkali hanya berakibat rakyat yang sudah jatuh dan kemudian tertimpa tangga. Sudah mahal biaya yg dikeluarkan untuk memilih pemimpin dan masih pula korupsi. Ini didasarkan atas fakta yang ada dengan melihat banyaknya pejabat negara yang berkuasa lewat pemilihan umum dan kemudian menjadi terpidana korupsi.

Biaya berdemokrasi yang jauh lebih murah dan efisien sebenarnya adalah musyawarah dimana dengan musyawarah jauh lebih mungkin dihasilkan orang pilihan dengan kualitas prima.

Salah satu contoh implementasi musyawarah yang saat ini masih dilakukan sejak zaman kuno adalah konklav yaitu pemilihan Paus dimana pemilihan dilakukan oleh sekelompok orang dengan kriteria tertentu tanpa melibatkan suara ummat Katolik secara keseluruhan. Contoh musyawarah pemilihan di zaman lampau adalah pemilihan khalifatulraasyidin yg juga dilakukan melalui proses musyawarah di kalangan sahabat utama.

Dengan sistem yang buruk, sistem demokrasi di Indonesia juga mempunyai banyak masalah. Masalah yang ramai dibicarakan adalah treshold pilpres yang menggunakan hasil pemilu legislatif sebelumnya, dimana hal ini sudah sering dibahas. Hal lain yang juga jadi masalah adalah cara pembentukan koalisi partai yang juga merupakan masalah besar di Indonesia.

Di banyak negara, koalisi partai itu dibentuk sebelum pemilu legislatif dilangsungkan. Jadi partai yang punya program yang compatible dan platform yg selaras bisa membentuk koalisi dengan mengusung program koalisi yang merupakan hasil kompromi terbaik antara partai-partai yang bergabung dalam koalisi.

Di Indonesia koalisi seringkali dibangun paska pileg. Koalisi yg dibangun paska pileg itu adalah pelecehan hak konstituen karena seakan konstituen hanya memberikan cek kosong dan bisa digunakan untuk berkoalisi dengan siapa saja oleh partai yang dipilihnya. Bagaimana bisa ketika pileg memilih partai A yang programnya bertolak belakang dengan partai B, tapi setelah pileg partai A malah kemudian berkoalisi dengan partai B.

Koalisi yang dibangun juga adalah koalisi pragmatis. Coba lihat pilkada Sulawesi Selatan dimana PDIP ikut berkoalisi dengan PKS dan PAN mendukung Nurdin Abdullah, meskipun sebenarnya PDIP yang belakangan ikut berkoalisi. Juga di Jawa timur dimana PDIP, PKB, dan Gerindra ikut mendukung Saifullah Yusuf padahal di level Nasional, PKS dan Gerindra berseberangan dengan PDIP.

Apa guna partai politik jika mampu mengusung calon tapi tak mengusung calonnya sendiri. Jadi koalisi yang terjadi sekedar koalisi untuk mendapatkan kemenangan dan bukanlah koalisi untuk memperjuangkan programnya.

Cacat demokrasi ini haruslah diperbaiki, jika ingin menghasilan produk demokrasi yang bagus dan untuk memperbaiki sistem demokrasi kita sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun