Mohon tunggu...
Shafo De Robby
Shafo De Robby Mohon Tunggu... -

pengangguranship

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Deklarasi Djuanda, Kedaulatan Maritim Nusantara

13 Desember 2016   15:29 Diperbarui: 13 Desember 2016   17:45 1210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warna "Pink" pada peta diatas adalah perairan internasional,  berada diantara pulau-pulau dalam satu negara yang sama. Pulau kecil yang berada di samping kanan juga bagian dari negara tersebut, tetapi antara pulau itu dengan pulau lain terpisahkan oleh perairan internasional. Negara tersebut tidak punya kewenangan kontrol penuh terhadap perairan itu, karena yang berlaku adalah hukum intenasional. Sampai sekarang ada beberapa negara yang berjuang agar wilayah perairan seperti itu menjadi bagian teritori negara, bukan bagian yang terpisah. Secara kedaulatan, sangat berbahaya jika ada perairan di antara kepulauan, tetapi negara tidak punya kontrol terhadap wilayah itu. Kapal asing dapat berlayar dan beraktivitas bebas dalam perairan tersebut.

Sejarah Hukum Laut Internasional

Dokumen Pribadi, foto diambil dari “Marine Planning and Marine Spatial Information” oleh Masanori Muto
Dokumen Pribadi, foto diambil dari “Marine Planning and Marine Spatial Information” oleh Masanori Muto
Menurut catatan sejarah, dunia telah mengenal hukum laut sejak 2000 tahun sebelum masehi di era kerajaan Babylonia, setelahnya adalah Roma pada sekitar 300 tahun sebelum masehi juga telah mengenal hukum laut. Namu dalam pembahasan ini penulis akan menyampaikan tentang perkembangan hukum maritim pada era abad 15 dan setelahnya.

Tahun 1609 Hugo Crotius ahli hukum dari Belanda menerbitkan buku “Mare Liberum” –The freedom of the Seas-. Berisi tentang hukum laut, bahwa laut adalah wilayah yang bebas bagi siapapun, karena tidak mungkin suatu negara dapat memiliki dan mengontrol wilayah laut. Alasan lain adalah Alam (laut) tidak boleh diberikan pada siapapun untuk digunakan dan dihabiskan.

Perkembangan teknologi dan penjelahan beberapa negara mendorong banyaknya aktivitas di laut. Dimulai dari Perjanjian Tordesilas tahun 1494, pembangunan terusan Suez, terusan Panama dan beberapa peristiwa telah merubah pandangan dunia, tentang pentingnya batas teritori suatu negara.

Tahun 1930, Hague Codification Conference. Konferensi yang mengadopsi konvensi tentang batas teritori perairan suatu negara. Jarak teritori perairan hanya tiga nautical mil (3Nm= 5556m), diambil dari jarak tembak meriam dari baseline (batas air paling surut di pantai) ke arah laut.

Beberapa konvensi internasional lahir mengatur wilayah teritori perairan internasional, sampai pada 1982 UNCLOS III (United Convention on the Law of the Sea), dunia menyetujui jarak 12Nm sebagai batas teritori suatu negara, 24Nm batas zona bersebelahan dan 200Nm adalah zona ekonomi eklusif. Berdasar regulasi itu maka negara punya kewenangan sampai batas zona ekonomi eklusif. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki perairan bebas internasional di dalam wilayah kepulauannya. Sampai sekarang Jepang yang merupakan negara berpengaruh dalam dunia maritim, masih berjuang untuk masukkan perairan itu dalam wilayah kedaulatannya, dan belum disetujui konvensi internasional.

BAGIMANA DENGAN NUSANTARA.??

Mengacu pada konvensi internasional maka wilayah Indonesia hanya 2.027.087 Km2. Batas wilayah Indonesia hanya dihitung berdasar jarak terluar “masing-masing” pulau, bukan berdasar kesatuan dari kepulauan di nusantara. Akibatnya banyak terdapat perairan bebas di antara pulau-pulau Indonesia, dimana kapal-kapal asing bebas keluar masuk ke wilayah nusantara. Hal ini merupakan ancaman terhadap kedaulatan Indonesia diawal kemerdekaan.

13 Desember 1957 adalah tonggak sejarah kedaulatan bumi, air dan udara di Indonesia. Ir. R.H. Djuanda Kartawidjaya, Perdana Menteri ke-10 Indonesia era Presiden Sukarno –merupakan Perdana Menteri terakhir- mendeklarasikan kepada dunia bahwa “Laut Indonesia di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Konsep negara kepulauan (Archiphelagic State) yang di deklarasikan itu mendapat pertentangan dari beberapa negara. Tahun 1960 pemerintah mengeluarkan UU No.4/PRP/1960 dalam mendukung Deklarasi Djuanda.

Perjuangan atas pengakuan internasional pun berlanjut sampai pada akhirnya konsepsi tentang negara kepulauan dapat diterima oleh dunia internasional. Tahun 1982 PBB (Persatuan Bangsa Bangsa) menetapkan konvensi hukum laut internasional (United Nations  Convention on the Law Of the Sea) yang mengakui kesatuan kedaulatan darat laut Indonesia. Dampak yang muncul karena pengakuan internasional tersebut adalah berubahnya wilayah Indonesia menjadi 2,5 kali lipat dari sebelumnya, menjadi 5.193.250 Km2.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun