Mohon tunggu...
Fatih Wajdi
Fatih Wajdi Mohon Tunggu... -

Terinspirasi dengan Muhammad al Fatih, pemuda 23 tahun yang memimpin pembebasan Konstantinopel.\r\nBekerja menyebarkan cinta untuk Indonesia yang harmoni.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Akar "Kesalahan" PKS

27 Juni 2013   09:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:21 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik sekali jika kita memperhatikan sejarah perjalanan kepemimpinan di Indonesia ini. Sejak pertama kali Indonesia terbentuk dan dipimpin oleh Presiden Soekarno, banyak sekali partai dan berbagai ideologi tumbuh subur kala itu. Keadilan sosial terwujud namun Indonesia tak kunjung sejahtera. Dan ketika Presiden Soeharto memimpin sampai menjelang berakhirnya masa kepemimpinannya, bisa dibilang kesejahteraan rakyat terwujud namun partai disederhanakan dan hak – hak dibungkam, keadilan sosial terpenjara. Dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang lahir dari rahim reformasi, tidak menafikan teladan baik yang bisa diambil dari dua pemimpin besar Indonesia itu. PKS mencoba hadir untuk membuat dua hal (keadilan dan kesejahteraan) yang seolah tidak bisa bersatu di dua masa kepemimpinan sebelumnya, bisa terwujud di Indonesia.

“Salah”nya PKS menurut saya cuma satu, dan inilah yang membuat segelintir orang selalu mem-bully-nya dan bahkan melakukan operasi padanya. Adapun kesalahan – kesalahan yang lain hanyalah kesalahan – kesalahan yang dicari – cari dan dibuat – buat sebagai akibat dari “kesalahan” yang satu ini. Bisa dibilang inilah akar “kesalahan” PKS. Akar “kesalahan” yang memang secara sadar dilakukan oleh PKS. Dan akar “kesalahan” PKS itu adalah: PKS menjadikan Islam sebagai rujukannya yang terejawantah dalam gerakannya. Jalan yang tidak populer dan bisa dibilang melawan arus utama. Namun sayangnya, akar “kesalahan” itu jugalah yang membuat PKS bisa bertahan menghadapi orang – orang yang selalu mem-bully-nya dan operasi – operasi terhadapnya. Nampaknya, pribahasa yang dipelajari sewaktu pendidikan dasar berlaku di sini: “anjing menggonggong kafilah tetap berlalu”. Ya, kafilah perubahan untuk negeri tercinta ini.

Kalau kita melihat rujukannya Presiden Soekarno, beliau lebih cenderung ke sistem sosialis yang diwakili oleh Uni Soviet kala itu, namun Indonesia tidak dijadikan negara sosialis atau komunis. Dan kalau kita melihat rujukannya Presiden Soeharto, beliau lebih cenderung ke sistem kapitalis yang diwakili oleh Amerika Serikat, namun Indonesia juga tidak dijadikan negara kapitalis atau liberal. Karena apa lah artinya sebuah nama.

Dan kita hargai jalan yang mereka ambil karena mereka melakukan semua itu tentu dengan itikad baik untuk menjadikan Indonesia dan rakyatnya menjadi semakin baik dan maju. Namun kita juga sadar dan merasakan dua jalan yang mereka ambil itu ternyata belum bisa membuat Indonesia dan rakyatnya menjadi semakin baik dan maju.

Kalau demikian, mengapa kita tidak mencoba dan memberi kesempatan kepada sekelompok generasi baru yang terwarnai oleh nilai – nilai spiritual untuk memimpin negeri ini. Spirit yang membuat mereka tetap bekerja dan takut khianat walaupun ketika tidak ada mata manusia yang melihatnya. Karena motivasi mereka lebih dari sekedar duniawi, tinggi menembus angkasa. Cukuplah bagi mereka kerja – kerja untuk membuat Indonesia menjadi negeri yang adil dan sejahtera hanya berbayar dengan syurga-Nya di negeri akhirat sana. Dan ketika mereka memimpin, Indonesia tetaplah Indonesia dengan segala kemajemukannya. Indonesia tetaplah Republik Indonesia. Karena apalah arti sebuah nama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun