Mohon tunggu...
Hasyyati shabrina
Hasyyati shabrina Mohon Tunggu... Freelancer - Ph.D, Silvikultur Tropika

Freelancer. Pencinta sains

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Perkembangan dan Masa Depan Produk Bioteknologi dalam Pertanian

31 Maret 2021   19:03 Diperbarui: 31 Maret 2021   19:12 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jumlah penduduk dunia pada tahun 2030 diramalkan akan mencapai 8.3 milyar jiwa. Sementara untuk Indonesia saja, akan mencapai 300 juta jiwa berdasarkan data Bappenas tahun 2013. Sekian banyak tubuh yang perlu diberikan nutrisi dan dicukupkan kebutuhan kalorinya, belum lagi jika ingin memenuhi keinginan makan dengan kriteria tertentu. 

Belum lagi kebutuhan sandang, papan, dan energi yang juga meningkat. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah sumberdaya yang ada sanggup memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut? Apakah setiap orang di Indonesia akan kebagian makan beras di masa yang akan datang?

 Prediksi dan pertanyaan-pertanyaan yang serupa dengan dua pertanyaan di atas mau tidak mau membuat para pemangku kepentingan di seluruh dunia beramai-ramai mencari solusi, bagaimana meningkatkan jumlah sumberdaya, khususnya sumberdaya pertanian untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 

Bagi negara-negara yang kaya, impor bisa menjadi solusi, tetapi bukan pilihan yang memiliki prospek yang baik bagi negara-negara berkembang maupun terbelakang.

Di negara kita, Indonesia, terdapat satu program yaitu program cetak sawah yang digadang-gadang mampu menghasilkan 300.000 ha sawah baru dalam 5 tahun sejak dimulai. Akan tetapi kenyataannya tidak selalu demikian. 

Pengalaman pribadi penulis mengamati salah satu lokasi program cetak sawah di Desa Beririjarak, Kecamatan Wanasaba, Kabupaten Lombok Timur, NTB, sawah hasil program cetak sawah justru tidak produktif karena lokasinya tidak cocok untuk persawahan. Selain itu, luas lahan yang dapat dicetak sebagai lahan pertanian baru juga semakin terbatas. 

Sementara itu, pandemi COVID-19 mengisyaratkan bahwa mengubah hutan menjadi penggunaan lain bukan hal yang bijak karena mendekatkan manusia ke virus-virus yang dapat berpindah dari hewan ke manusia atau zoonotik. 

Kesulitan penambahan lahan juga diikuti dengan perubahan fungsi lahan pertanian, kebanyakan menjadi perumahan untuk mengakomodasi pertambahan jumlah penduduk yang juga membutuhkan ruang tinggal yang semakin besar.

Persoalan lain yang tidak kalah penting selain persoalan lahan tempat tumbuh yaitu produktivitas hasil yang menurun akibat semakin berkurangnya nutrisi tanah, perubahan iklim, serta hama dan penyakit yang makin sulit untuk diberantas. Perubahan iklim adalah salah satu faktor yang diprediksi berpengaruh sangat besar di masa yang akan datang karena dapat memengaruhi banyak faktor lain secara sekaligus. 

Perubahan iklim dapat mendorong terjadinya pengurangan lahan yang dapat diolah akibat naiknya muka air, perubahan musim tanam dan panen, serta munculnya jenis hama dan penyakit baru. Persoalan-persoalan tersebut tentu tidak dapat dihadapi dengan cara-cara yang biasa, tetapi perlu pendekatan yang luar biasa yang mungkin jarang terdengar bagi masyarakat umum.

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan yaitu dengan seleksi dan pemuliaan tanaman. Sejak dulu, manusia sudah menyeleksi bahan makanan yang ada, khususnya komoditas pertanian, menjadi sesuai keinginannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun