Mohon tunggu...
F. Sugeng Mujiono
F. Sugeng Mujiono Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wandi, Kegelisahan Menjelang Lansia

14 Januari 2022   08:00 Diperbarui: 14 Januari 2022   08:05 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Reuni keluarga tahun ini serasa sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Ada kegemberiaan dan sukacita yang lebih dari biasa. Cerita-cerita tentang masa pensiun. Cerita tentang keberhasilan anak-anak. Cerita tentang kelucuan cucu-cucu. Juga cerita tentang besan. 

Ya, dari tujuh bersaudara, tinggal dua terakhir yang belum pensiun. Dan mereka sudah mantu dan bercucu. Cerita-cerita itu selalu mewarnai setiap mereka berkumpul, makan, atau pun santai.

Suasana berbeda ternyata kujumpai pada reuni kali ini. Setiap kali kami haha-hihi dalam senda cerita, satu kakakku menghilang. Aku penasaran, ada apa gerangan. Sementara, saudara-saudaraku yang lain seolah tidak menyadari hal ini. Suasana senda cerita tetap berlangsung dengan heboh penuh sukacita.

Aku berusaha mencari tahu, di manakah Mas Wandi, kakakku yang satu ini. Kutinggalkan senda cerita itu. Aku menyelinap dari ruang satu ke ruang lain, kamar satu ke kamar lain. 

Seluruh bilik kulongok, tak juga kutemukan. Aku keluar rumah, berjalan ke arah pekarangan belakang. Ada sebuah pohon besar yang cukup rindang, nyaman untuk berteduh. 

Ohhh, Mas Wandi terlihat duduk di bawah pohon itu. Kuperhatikan, ia termenung. Aku semakin penasaran. Kukeluarkan hape pintarku. Kupasang kamera, dan ku zoom dengan sangat hati-hati supaya ia tidak melihat. 

Aku tertegun sejenak, ada tetes dari matanya, dan ia mengusapnya. Aku ragu untuk mendekat, tetapi aku memberanikan diri. Dengan sangat hati-hati aku menyapa dan bertanya.

“Mas Wandi,” sapaku. Ia terkejut dan berusaha membenah diri seolah tidak terjadi apa-apa. “Kok menyendiri di sini, Mas?”

“Ingin cari angin saja,” jawabnya. “Di sini cukup sejuk, bikin ngantuk saja.”

Ya, memang cukup sejuk dan bikin ngantuk, tapi justru ia bertetes air mata, kataku dalam hati. Kampung halamanku adalah sebuah perbukitan yang jauh dari hiruk pikuknya kota. Udara bersih, jauh dari polusi. Pepohonan besar masih tumbuh tersebar di setiap pekarangan. 

Rata-rata keluarga memiliki pekarangan yang cukup luas dengan berbagai macam tanaman. Sementara, pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah juga cukup maju. Jalan-jalan teraspal halus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun