Mohon tunggu...
F. Sugeng Mujiono
F. Sugeng Mujiono Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sang Pengintai

21 Mei 2021   19:19 Diperbarui: 21 Mei 2021   19:32 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku tahu, engkau pasti datang menjemputku. Aku selalu menunggumu. Di rumah, di jalan, di kantor, dan di tempat doaku. Saat aku tidur, saat aku makan, saat aku berjalan, saat aku bekerja, dan saat aku berdoa. Aku tak pernah melupakanmu. Aku selalu merindukanmu. Tapi aku ragu akan kesetiaanmu. Aku curiga akan kesabaranmu. Aku tak mengerti apa maumu. Sedang engkau tak peduli akan rayuanku.

Sejak dalam rahim ibu, engkau sudah bersamaku. Sebelum bundaku menimangku, engkau sudah membelai-belai aku. Engkau menemaniku bersemayam dalam kedamaian rahim bundaku. Tapi tak pernah sepatah pun engkau berucap.

Ketika kucecap dunia yang baru, ketika harus kutinggalkan nikmat kerahiman ibu, ketika orang bersorak girang menyambut kedatanganku, ketika aku meratapi derita atas duniaku yang baru, engkau pun ada bersamaku. Apakah engkau juga tertawa gembira atas deritaku? Aku curiga kepadamu. Karena engkau tetap membisu, tak sepatah pun dari mulutmu.

Mataku semakin  mencelik. Aku melihat keluasan duniaku. Aku saksikan keindahan alam sekitarku. Aku mendengar segala hiruk pikuk seluruh ciptaan. Dan aku mencecap segala nikmat. Saat itu pula aku boleh memilih.

Aku boleh memilih segala yang ingin kupandang. Aku boleh memilih segala apa yang ingin kudengar. Aku boleh memilih segala apa yang ingin kucecap. Maka, saat itu pula aku semakin ternoda. Segala dusta menyusup melalui mata, meresap melalui telinga, merembes dalam seluruh indera, bahkan menerobos melalui mulutku saat ternganga, ketika serapah sumpah terucap. Maka bermacam dusta menyelimuti seluruh hati.

Kupikir, saat itulah engkau bergembira ria. Seolah engkau semakin menyeringai, mengintai, dan menggeram. Seolah engkau menantikan aku terlena. Namun tak sepatah pun keluar darimu.

Aku tahu, engkau masih bersamaku. Aku curiga kepadamu. Aku benci kepadamu. Aku geram atas sikapmu. Tapi aku tetap menantimu, kapan engkau datang menjemputku.

Ya, aku menginginkan itu, walaupun pasti engkau tak mau. Bahwa engkau akan mengubah sikapmu. Janganlah engkau terus membisu. Janganlah engkau selalu menyeringai dan mengintaiku. Jangan engkau menunggu lenaku. Katakanlah barang sepatah dua. Bahwa engkau segera datang menjemputku. Agar aku sempat mandi dulu. Membersihkan segala noda yang menempel di badanku. Kugosok gigi agar tidak bau. Kukumur-kumur dan kumuntahkan segala plak yang lengket dalam mulutku. Kucuci tanganku yang pernah berjahil dan usil. Kukorok kuping yang sudah kerasukan segala bunyi. Kukucek mata yang suka melihat bermacam keburukan. Kubraso hati yang menyimpan dendam dan iri.

Kemudian aku akan berdandan, bersolek, dan berhias diri. Akan kukenakan baju yang paling indah. Kusemprotkan wewangian yang paling harum. Dan akan kupoles senyumku yang paling manis.

Saat itulah engkau boleh datang. Ulurkanlah tanganmu. Maka aku segera ucapkan selamat tinggal kepada anak-anakku dan istriku, kepada sahabat-sahabatku, juga sateruku, guna memulihkan luka yang pernah tergores olehku. Tetapi, hati-hatilah. Agar aku tak engkau hempas kedalam neraka nan jahanam. Bimbinglah aku laksana mempelai. Hantarkan aku memasuki sebuah perjamuan, yang telah dipersiapkan. Agar aku boleh berbahagia, bergabung dalam sebuah pesta, di hadapan Yang Mahapencipta.

Jambi, 21 Mei 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun