Mohon tunggu...
F. Sugeng Mujiono
F. Sugeng Mujiono Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Selingkuh

13 Maret 2021   06:58 Diperbarui: 13 Maret 2021   07:09 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebuah fiksi oleh F. Sugeng Mujiono

Pertemuan dengan Cindy di Yogya tahun lalu memberikan kesan mendalam bagi Ebel. Pertemuan dalam rangka dialog antaragama itu mengingatkan masa-masa indah saat ia studi di kota gudeg itu belasan tahun sebelumnya. Sebenarnya Cindy tidak secantik Lidya, istrinya Ebel. Namun, pola pikir dan  cara bicaranya menyiratkan penguasaan intelektual yang tinggi. Dipadu dengan kemampuan mengelola emosi dan pemahaman religi yang mendalam, Cindy mampu mengaktualisasikan perpaduan antara IQ, EQ, dan SQ yang sangat baik, yang tidak dimiliki oleh Lidya.

"Bagi saya, Pak Ebel masih terkesan eksklusif," komentar Cindy kala itu, membuat Ebel tersipu. "Apa yang benar menurut Bapak, belum tentu benar menurut saya. Sebaliknya, apa yang Bapak pandang salah, mungkin mengandung kebenaran bagi saya. Itulah relitivitas kebenaran dalam keyakinan kita masing-masing."

Ebel selalu ingat komentar tersebut. Sejak itu, ia berusaha sadar diri untuk tidak lagi selalu menganggap diri paling benar. Kesan eksklusif itu bertentangan dengan misi dialog antaragama, yang berusaha menciptakan suasana tolerans, pluralis, dan inklusif. Namun ia kadang masih berpikir, kesadaran itu timbul secara tulus, atau lebih karena komentar Cindy.

Untuk kali kedua Ebel akan berjumpa Cindy. Dialog antaragama kali ini akan diselenggarakan di ujung utara Pulau Sulawesi. Kontak telah terjalin, mereka akan berjumpa di Bandara Juanda, untuk terbang bersama-sama menuju Manado. Namun rencana itu harus gagal. Putrinya menjalani operasi patah tulang setelah terjatuh dari sepeda. "Ini gara-gara Bibi yang bodoh itu," gerutu Ebel. "Andaikan Bibi lebih hati-hati mengawasi Putri, kecelakaan itu tidak terjadi."

"Saya sudah di ruang tunggu Bandara Juanda. Semoga putri Bapak segera sehat. Masih ada waktu untuk berjumpa. Namun andaikan tidak, mungkin itu yang terbaik," begitulah pesan Cindy yang diterima Ebel melalui wa beberapa saat lalu.

Sambil mengusap keringat di dahi putrinya, Ebel menahan rasa jengkel dan marah terhadap Bibi. Andaikan Bibi tidak sebodoh itu,  peristiwa ini tidak terjadi, pikirnya. Dan tentunya ia sudah terbang bersama Cindy. Betapa tidak menyenangkan berdampingan dengan wanita secerdas Cindy. Pandai, lemah lembut, bijaksana. Ebel ingat saat ngobrol bersama Cindy tahun lalu. Gerak jemarinya, gerak bibirnya, bola matanya, dan senyumnya yang tipis, serta setelan blazernya yang selalu rapi, semuanya memberikan rasa teduh. Namun kesempatan yang semestinya diperoleh kembali itu harus musnah.

Sementara, Lidya merasa heran atas sikap suaminya yang tidak seperti biasa.

"Pa, jangan salahkan Bibi terus!" pinta Lidya. "Sekarang kita rawat anak kita baik-baik, kita doakan agar cepat sehat. Paling satu minggu dia sudah bisa pulang."

"Iya, Ma," jawab Ebel. "Tapi, tugas semacam ini harus batal, Ma?"

"Siapa yang menghendaki kecelakaan ini, ta Pa? Tak ada. Bibi pun tidak. Lagian kan sudah ada yang gantiin Papa, kenapa masih sewot saja?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun