Mohon tunggu...
SeverinoLH
SeverinoLH Mohon Tunggu... Freelancer - Active Talker

Digital Media Strategy

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kanvas untuk Self Imaging yang Disebut Media Sosial

6 Mei 2021   13:21 Diperbarui: 6 Mei 2021   13:32 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: www.freepik.com/drobotdean

Era internet, hampir keseluruhan populasi menjalankan dua dunia. Di satu sisi adalah pasti di dunia nyata, dan sisi lainnya adalah kehidupan di dunia maya.  

Hampir setiap orang kini memiliki akun di media sosial. Entah itu hanya di satu media sosial saja, atau di beberapa media sosial sekaligus.

Banyak dari kita sering menemukan seseorang yang beroposisi antara gambarannya di media sosial dengan dirinya di dunia nyata. Tidak semua, tapi kebanyakan seperti itu.

Dalam dunia periklanan dan komunikasi pemasaran, hal ini bisa dikategorikan dalam pencitraan diri atau self imaging. Self imaging adalah pembentukan citra atas diri sendiri, bisa di dunia nyata, atau juga di dunia maya. Dalam kajian ini lebih terlihat self imaging dilakukan di media sosial.

Media sosial memungkinkan seseorang berinteraksi dengan massa yang lebih luas dan heterogen. Seseorang dapat terlahir secara anonim di media sosial. Maksudnya, ketika baru masuk ke media sosial, seseorang berada pada tahap nol, alias introduksi. Pada tahap ini seseorang dapat membentuk gambaran dirinya akan seperti apa melalui media sosial tersebut. Dengan begitu orang lain di media sosial tersebut akan memandang seseorang tadi seperti citra yang ditampilkannya melalui media sosial tersebut. Seperti sebuah kanvas kosong, seseorang akan membuat sketsa dirinya sesuai apa yang ingin ditampilkannya. Apakah itu menjadi dirinya sendiri seperti di dunia nyata? Atau mungkin gambaran yang bertolak belakang dengan diri yang sebenarnya.

Dasarnya adalah seperti apa perspektif yang hendak diterimanya dari orang lain. Umumnya kita ingin memperlihatkan betapa kita menjalani kehidupan yang sukses dan bahagia, atau justru memperlihatkan citra seseorang yang jatuh untuk menarik simpati. Ambil saja contoh dari sejumlah selebriti kita. Tiba-tiba saja muncul berita sidang perceraian mereka, padahal dari media sosial mereka terlihat sebagai couple goals jutaan warga net.

Dari bahasan paragraf di atas, kita bisa melihat bahwa ada manipulasi terhadap konten yang ditampilkan di media sosial. Media sosial dalam hal ini turut berperan sebagai toples berisi keinginan, entah telah terealisasi atau masih sekedar harapan. Ada yang di media sosialnya memperlihatkan dirinya  menjalani hidup berpasangan yang harmonis, padahal di dunia nyata ia sering mendapat kekerasan dari pasangannya. Bukan hendak berdusta, tapi media sosial adalah tempat di mana ia menulis impiannya. Sesuatu yang tak dicapainya di dunia nyata, ia ciptakan hal itu di media sosial, walau itu hanyalah kesemuan asa.  

Maka jangan heran bila ketika bertemu dengan seseorang dari dunia media sosial di dunia nyata mereka sangat berbeda dari bayangan kita. Yang kita kira orangnya ramah, suka berbagi, ternyata di dunia nyata ia sangat arogan, suka berkata kasar, dan semena-mena. Atau yang di media sosial terlihat sebagai seorang gadis nakal, suka dugem, ternyata di dunia nyata ramah kepada siapa pun, suka berbagi, dan bersikap bersahabat. Kasus 1 hendak terlihat baik di media sosial. Kasus 2 mungkin saja di media sosial itu ia hendak terlihat kuat dan tak bisa diremehkan.

Banyak sekali manipulasi yang terpampang di media sosial. Dan adalah hak setiap orang untuk membentuk citra dirinya akan seperti apa di media sosial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun