Mohon tunggu...
SeverinoLH
SeverinoLH Mohon Tunggu... Freelancer - Active Talker

Digital Media Strategy

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Protokol Kesehatan Bukanlah Hukuman, Melainkan Tugas

16 September 2020   14:32 Diperbarui: 17 September 2020   07:32 2090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengawal PSBB harus bercermin pada peribahasa "karena nila setitik, rusak susu sebelanga". Tidak bisa bila hanya dikerjakan hanya oleh satu atau dua orang saja. Bahkan bila dipatuhi 99,99% populasi pun tetap tidak bisa. Harus 100% yang mematuhi protokol kesehatan.

Masalah klasik yang terjadi dalam masyarakat kita adalah literasi dan rasa kebersamaan yang kurang. Sebagai tipe masyarakat yang katanya kolektivisme, rasa peduli pada sesama seharusnya secara alami ada di dalam diri kita. 

Namun, adanya sejumlah orang yang acuh tak acuh pada protokol kesehatan mengatakan hal yang sebaliknya. Rasa peduli pada sesama menjadi sebuah pertanyaan.

Hanya karena ulah setitik nila, susu sedanau pun menjadi rusak. Oleh satu dua orang yang tidak mematuhi protokol kesehatan, banyak orang yang sudah mematuhi protokol kesehatan menjadi pekerjaan yang tidak berdampak baik.

Thailand dan Vietnam, bahkan Wuhan sendiri adalah contoh sebagai pembuktian keberhasilan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Angka covid-19 terkendali, bahkan menyentuh angka 0. Contoh lainnya adalah Italia, karena tidak mematuhi protokol kesehatan, angka covid-19 di sana terbilang tinggi. 

Kini Indonesia menjadi negara susulannya. DKI Jakarta adalah bukti nyata hasil dari pengabaian terhadap protokol kesehatan oleh warganya. PSBB terpaksa kembali diberlakukan, karena selain mengancam keadaan di sana, hal itu juga dapat berdampak buruk pada daerah lain bila tidak diterapkan ulang.

Bila protokol kesehatan terus-menerus diabaikan, maka akan lebih lama lagi tenaga medis harus menjalani neraka tugas, dan akan semakin banyak lagi nyawa yang tumbang oleh covid-19.

Sesederhana mengenakan masker, menjaga jarak, dan membasuh tangan saja, apakah begitu sulit? Tentu tidak! Maka benar bila rasa peduli pada sesama menjadi suatu hal yang dipertanyakan.

Apakah saya begitu mempesona, sampai orang yang mengantri di belakang saya berdiri berdekatan dengan saya? Anda yang senang, saya yang was-was. Apakah anda akan terpisah dengan teman/keluarga anda bila menjaga jarak di eskalator minimal 2 tangga tiap 1 orang? 

Apakah wadah hand-sanitizer harus diberikan lampu yang sangat berkilau agar anda tahu keberadaannya, sehingga anda bisa mengaplikasikannya di tangan anda? Apakah bagian menaruh tangan di eskalator terbuat dari sutra sehingga anda harus menyentuhnya? Apakah anda akan seketika mati di jalan bila mengenakan masker dan helm? 

Anda ada perlu apa sampai harus menurunkan masker saat di toko? Mau pamer muka ke siapa? Kalau buka sebentar untuk menarik nafas lega ya silahkan saja, perhatikan saja situasinya, nilai dengan sebijak-bijaknya. Seperti itulah pelanggaran yang masih sering saya dapati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun