Fenomena Money PoliticsÂ
Tradisi politik uang dalam kontestasi politik elektoral sepertinya sudah begitu mengakar kuat dalam sistem Demokrasi di Indonesia. Setiap kali ada pemilihan umum atau pilkada, para calon dan kroninya telah memetakan situasi politik di lapangan melalui lembaga survei yang mereka kontrak. Kemudian mereka menyiapkan amunisi berupa uang untuk biaya operasional hingga membeli suara.Â
Bahkan, politik uang sudah menggerogoti sistem pemilihan kepala desa di wilayah Indonesia. Â Desa yang dulunya menjadi sentra tumbuhnya Nilai moral dan etika politik. Tak luput dari tradisi suap suara. Â Tentunya hal ini tidak bisa lepas dari para pemain dan sistem pemilu yang memberi ruang bagi para makelar bermain.Â
Akar munculnya Politik Uang
Sudah menjadi mafhum, bahwa fenomena suap suara atau money politics lahir dari adanya Vested Interest atau ambisi kepentingan pribadi dalam sebuah kontestasi. Darinya lahir transaksi politik baik dengan para broker/ donatur, maupun dengan konstituen (rakyat).Â
Secara umum, penyebab para kandidat melakukan politik uang antara lain:
Dampak Kerusakan money politicsÂ
Disadari atau tidak, bahwa money politics telah banyak mendukung kerusakan sistem pemerintahan. Diawali dengan Lahirnya kebijakan negara yang disusun atas dasar transaksional melalui kementerian dan legislatif.Â
Mereka yang terpilih, akan membuat kebijakan sesuai keinginannya. Bukan atas nama rakyat sebagai konstituen tertinggi dalam sistem demokrasi Indonesia. Seperti yang sekarang terjadi, banyak kebijakan yang tidak Pro rakyat. Mulai dari kenaikan harga BBM, sembako, Tapera, hingga biaya pendidikan yang makin tidak masuk akal.
1. Maraknya KorupsiÂ
Tidak bisa dipungkiri bahwa pengaruh money politics dan korupsi merupakan suatu rangkaian nyata dalam sistem pemerintahan. Pasca Reformasi 1998, Â korupsi mengalami kenaikan yang signifikan . Padahal sudah dibentuk KPK sebagai institusi yang secara spesifik menangani korupsi. Hal ini terjadi karena suap politik makin marak terjadi.