Mohon tunggu...
setyagi agus murwono
setyagi agus murwono Mohon Tunggu... Wiraswasta - maju bersama

laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ken Arok Pembuat Sejarah

18 Juni 2021   05:25 Diperbarui: 18 Juni 2021   05:26 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

KEN AROK PEMBUAT SEJARAH

Halaman 14

Setiap terjadi perlawanan dari tempat-tempat suci itu, pasti berakhir dengan korban pembantaian oleh prajurit-prajurit Kediri. 

Sudah banyak jatuh korban. Banyak yang sudah tidak tahan lagi menerima siksaan dari prajurit-prajurit kerajaan Kediri, sehingga mereka melarikan diri ke hutan-hutan. Para Brahmana dan Pendeta di Kediri, akhirnya memutuskan untuk mengungsi ke wilayah timur.

Gelombang pengungsian dari sebelah barat gunung Kawi menuju ke Timur gunung Kawi mengalir terus menerus setiap harinya. Senopati-senopati Kediri tidak membiarkan hal ini terjadi. Mereka berusaha untuk menghalau gelombang pengungsian ini. Tetapi setiap berhasil disuruh kembali, mereka bukannya kembali ke Kediri tetapi mereka mencari jalan untuk melarikan diri masuk ke hutan-hutan sekitar kerajaan Kediri.

Sudah keterlaluan raja Kertajaya, kita seperti binatang saja. Dikejar-kejar, dianiaya. Kita mengungsi, disuruh kembali. Setelah kembali kita tetap dianiaya, karena kita tidak mau menyembah raja Kertajaya untuk mengakui sebagai seorang dewa yang sedang bertugas di dunia.

Lalu kita harus bagaimana kakang Patra. Kita harus berjalan terus, dengan sembunyi-sembunyi adi Ranu. Semoga kita dapat mencapai perbatasan Tumapel. Ayo adi Ranu, mumpung hari masih pagi, kita masuk ke hutan-hutan saja. Walaupun jalannya sulit, tapi kita berharap dapat sampai perbatasan Tumapel. "Marilah kakang," kata Ranu.

Patra dan Ranu terus berjalan menyusuri teping-teping pegunungan yang hutannya masih lebat. Tapi tiba-tiba ada auman harimau. Kakang Patra ada suara harimau, bagaimana ini kakang?. Ya adi, Aku juga mendengar. "Aku takut kakang," kata Ranu. Sebenarnya aku juga takut, pikir Patra. Tenanglah adi jangan banyak bersuara. Mudah-mudahan harimau itu tidak membau kita dan segera pergi.

Tapi kakang suara harimau itu semakin keras, nampaknya ada dua kakang. Tiba-tiba disamping mereka ada dua harimau yang sudah bersiap bertarung untuk memperebutkan daging rusa. Adi Ranu mumpung perhatian harimau itu masih pada lawannya, segera kita balut tubuh kita dengan tanah becek ini, kata Patra.

Lalu Ranu dan Patra membalur seluruh tubuhnya dengan tanah lumpur yang becek itu. Ayo adi, kita pelan-pelan menjauhi harimau itu. Ketika Patra dan Ranu mulai akan beranjak dari tempat itu. Tiba-tiba suara harimau yang akan berkelahi itu berhenti mengaum-ngaum. Kakang harimau itu memperhatikan kita. Mudah-mudahan setelah kita balur tubuh kita dengan lumpur harimau itu tidak dapat membau kita.

Pelan-pelan adi Ranu, kita berjalan menjauhi harimau itu. Patra dan Ranu berjalan pelan-pelan, sampai akhirnya suara harimau itu tidak terdengar lagi. "Lega hatiku kakang," kata Ranu. Saya kira nasip kita akan tewas diterkam harimau. Ya adi Hyang Widhi masih melindungi kita.

"Kalau kita sampai tewas disini di terkam harimau, kasihan Guru dan murid-murid di pertapaan," kata Ranu. Mereka sekarang tidak bisa kemana-mana, karena pertapaan itu dijaga prajurit Kediri. "Kita yang telah berhasil lolos dari penjagaan itu harus dapat mencari bantuan adi," kata Patra.

"Marilah kakang kita lanjutkan perjalanan ini," kata Ranu. Sebaiknya begitu adi, semakin cepat sampai perbatasan, semakin cepat kita mendapatkan pertolongan. "Tetapi kakang, apakah orang Tumapel mau membantu kita," kata Ranu.

Aku tidak tahu adi, apakah orang-orang Tumapel mau dan berani untuk membantu kita. "Karena Tumapel itu masih bawahan kerajaan Kediri, apa berani mereka membantu kita," kata Ranu. "Aku juga bingung adi," kata Patra. "Tapi tak ada tempat terdekat dari Kediri yang dapat kita minta bantuan selain Tumapel," kata Patra.

"Kenapa Tumapel kakang yang kita tuju untuk minta bantuan," kata Ranu. "Saya dengar banyak pertapaan yangg mengungsi ke Tumapel," kata Patra. Jadi kemungkinan di Tumapel, orang-orang yang mengungsi itu di terima dengan baik. Mudah-mudahan kakang, kita disana dapat diterima dan mendapatkan bantuan. Ya adi mudah-mudahan.

Kita naik tebing ini adi nanti sampai atas ada jalan menurun, tidak jauh dari situ sudah perbatasan Kediri dan Tumapel. "Kakang tahu jalan menuju Tumapel," kata Ranu. Saya pernah diajak guru berkunjung ke sahabatnya di panawijen. "Siapa itu kakang," tanya Ranu. Kalau saya tidak salah ingat, pertapaan Mpu Purwanatha, kata Patra. Oh iya kakang saya ingat, guru pernah bercerita kalau mempunyai sahabat di Tumapel, Mpu Purwanatha.

Berlanjut ke Halaman 15

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun