Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dear Mahasiswa Tingkat Akhir, Skripsi Tidak Akan Selesai Jika Hanya Diratapi

17 Januari 2020   15:30 Diperbarui: 17 Januari 2020   15:41 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tumpukan skripsi: technoverse.web.id

Sebagai lulusan sarjana dari perguruan tinggi alias mantan mahasiswa, tentu saya juga sudah merasakan bagaimana sulit, ribet, dan malesnya mengerjakan skripsi.

Dari mulai penulisan bab pertama, mengumpulkan teori, belum lagi memadupadankan judul penelitian dengan segala jurnal penelitian yang ada agar dapat dipertanggungjawabkan.

Satu yang pasti dan saya rasa dialami oleh banyak mahasiswa: menunggu kabar atau informasi dari dosen berkaitan dengan kapan ada waktu untuk bimbingan.

Dimulai dari harus mengirim pesan secara sopan, bersedia menunggu jika belum ada kabar, belum lagi jadwal bimbingan yang harus di-reschedule karena jadwal mengajar yang padat atau kebutuhan lain yang mendesak.

Dari pengalaman pribadi, saya pun pernah mengalami semua hal tersebut ketika sedang mengerjakan skripsi. Dan cobaan bagi saya sebagai mahasiswa tingkat akhir tidak selesai sampai di situ. Ketika baru saja saya merasa memiliki semangat baru dalam menyelesaikan skripsi, saya dan keluarga ditimpa musibah. Rumah kami kebakaran.

Si jago merah nan panas melahap hampir semua barang di rumah saya. Beruntung tidak ada korban jiwa. Hanya saja yang membuat saya down adalah laptop dan beberapa buku acuan untuk skripsi yang terbakar, begitu juga dengan flashdisk di mana saya menyimpan file skripsi.

Sudahlah laptop terbakar, flashdisk utama pun ikut menjadi arang. Data skripsi tersisa hanya flashdisk cadangan yang selalu saya bawa, sekadar untuk back up dan datanya tidak lengkap.

Pada waktu itu saya tidak menangis, hanya termenung---melamun---memikirkan apa yang harus saya lakukan dengan data skripsi yang sudah lenyap.

Kemudian, tanpa maksud menjadi anak yang kurang ajar bagi orang tua karena tidak membantu merapikan puing rumah sisa kebakaran, keesokan harinya saya langsung pergi ke warnet, mencoba membuka kembali file skripsi dan memulai kembali dari awal. Tapi, di sisi yang lain saya pun sadar, jika hanya diratapi skripsi tidak akan diselesai.

Di waktu yang bersamaan, saya juga ingin berkeluh kesah seperti mahasiswa pada umumnya. Sambat di Twitter sampai menjadi trending---banyak likes, banyak retweet. Kan rasanya keren, kekinian sekali karena relate dengan kehidupan banyak mahasiswa.

Namun, hal itu saya urungkan begitu melihat Ibu dan Bapak cukup terpukul dengan kerugian yang harus diemban setelah kebakaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun