Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Catatan Seorang Perekrut - Terima Kasih, Pengalaman #9

16 Mei 2019   07:00 Diperbarui: 16 Mei 2019   07:36 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi.

17 Juli 2017, hari kedua gue masuk bekerja sebagai perekrut bertepatan dengan hari Senin. Ketika itu, gue masih terbayang dengan suasana kerja di bank, yang mana tiap Senin pasti rame, penerimaan warkat untuk kliring pun jauh lebih banyak dibanding hari lain. Untuk transaksi lain? Sama banyaknya. Nasabah yang datang? Ga perlu ditanya. Di kantor gue yang baru ini ternyata sama juga, lagi banyak banget kandidat yang datang karena memang lagi ada kebutuhan banyak, entah yang datang walk in interview atau pun yang sebelumnya diundang. Lobi di ruang depan seketika bising dan rame. Makin teringat sama suasana di bank.

Gue sampai kantor bisa dikatakan siang, sekitar jam 08.15 karena belum nemu waktu yang tepat jam berapa harus berangkat dari rumah dan jam berapa amannya naik kereta dari Stasiun Bogor.

Ga lama gue tiba dan merapikan CV yang dibawa para kandidat, gue disapa oleh dua perempuan,

"hai, Kak, aku Citra", lalu yang satunya, "hai, Kak, aku Eva".

Gue baru sadar, mereka ini dua anak magang yang gue ceritakan di bagian sebelumnya. Kenapa gue baru sadar? Karena Sabtu mereka ga masuk, jadi gue baru liat wujudnya mereka.

"Kakak baru masuk hari ini, ya?" tanya Eva.

"Iya, sebetulnya Sabtu udah masuk, tapi kalian belum ada, ya?". 

Citra jawab, "iya, Kak, soalnya Sabtu buat kita ga wajib datang".

Setelah itu, kami langsung menyusun CV dengan rapi agar setelahnya kandidat yang datang bisa segera diwawancara. Oh, ya, Eva dan Citra ini masih aktif sebagai mahasiswa, mereka magang sambil kuliah.

Entah kenapa makin siang, kandidat yang datang makin banyak. CV pun makin menumpuk di atas meja. Gue sempet mikir,

"ini beres jam berapa kalau kandidat yang datang sebanyak ini?"

Beruntung, karena sudah terbiasa kerja di bank yang menuntut karyawannya harus bisa kerja cepat dalam melayani nasabah, gue jadi bisa segera adaptasi sama hiruk-pikuk juga keramaian ini. Dari mulai beresin CV, mengarahkan kandidat, dan lain sebagainya. Bahkan ada salah satu trainer yang bilang dan gue masih inget apa yang dibilang sampai sekarang,

"wuih, Seto udah cepet aja ini kerjanya, udah nyetting banget kayaknya".

Ya, harus diakui gue terbiasa sama apa yang gue kerjakan sebelumnya yang memang menuntut kecepatan sekaligus kepuasan nasabah. Bukan maksud sombong atau membanggakan diri, justru gue bersyukur soalnya ada "bekal" yang bisa gue aplikasikan.

Hal yang berbeda adalah, di perbankan gue mau ga mau menganggap nasabah adalah raja dan perlakukan mereka dengan baik, tapi menurut sudut pandang gue, ga semua raja itu bijaksana. Ada raja yang baik nan bijaksana, ada raja yang semena-mena. Selama di perbankan, rasanya gue udah biasa loh, diblang "bajingan", "bangsat", "dasar kau pembantu perusahaan aja belagu".

Sakit hati? Awalnya iya, tapi yang kali kedua dan seterusnya, biasa saja. Malah jadi bahan guyonan. Hal ini ga gue temukan ketika gue jadi bagian dari HRD (Perekrut), mau ku emut kupingnya kalau pas wawancara ada kandidat yang berani bilang gitu? Hehe.

Hari itu, setelah selesai proses wawancara, siang hari kami langsung melakukan psikotes, ada 24 kandidat yang mengikuti proses ini. Belajar dari rasa grogi gue di hari sabtu ketika proses psikotes, sekarang gue akan didampingi oleh Citra dan Eva, walaupun mereka magang, tapi sudah dibekali dan belajar administrasi psikotes sebelumnya. Jadi, gue akan belajar dan lihat cara mereka dalam melakukan proses administrasi psikotes.

Loh, kok, staff malah belajar sama anak magang? Buat gue belajar bisa dari siapa aja, gue ga malu, kok, belajar sama yang lebih muda atau yang kalian sebut cuma magang, selama bisa dan berkompeten, kenapa engga? Mereka memang terbukti bisa menguasai administrasi psikotes dengan baik. 

Selama pengerjaannya, kami bertiga berbincang ringan semacam biar bisa kenal lebih jauh. Dari cara Eva dan Citra bicara, mereka ini perempuan yang pintar juga cantik. Hehe. Mau kepoin akun instagramnya? Nih: @evageulistiaa dan @rclestari27 (yang pasti, gue sudah izin ke mereka buat share akun instagram mereka di tulisan ini, hehe).

Psikotes pun selesai, beberapa diantara kandidat yang sesuai dengan kualifikasi dijadwalkan wawancara lanjutan dengan User, info diterima atau tidak pun dilaksanakan di hari yang sama. Gue masih bingung gimana alurnya, yang jelas gue sambi melihat senior gue dalam bekerja.

Proses hari ini menyenangkan, ada satu kejadian yang lucu sekaligus iba juga. Satu kandidat yang baru saja diterima dan ikut training hari pertama telat datang, dia dijadwalkan masuk jam 08:00 WIB, namun baru datang sekitar jam 09:00, dia minta maaf sambil nangis, sampai sekarang gue masih inget apa yang dia bilang ke receptionist,

"Maaf saya telat, Mba, saya keder (pusing) sama jalanan Jakarta, saya turun metromininya kecepetan, malah turun di deket Semanggi, masih jauh dari gedung Patra Jasa, jadinya saya keder terus jalan kaki, masih capek ini, Mba".

Setelah diusut dia ini memang lulusan baru dari suatu SMK di kota Depok. Analisa cetek gue, mungkin dia belum bisa estimasi waktu keberangkatan, masih bingung sama kondisi jalanan di sekitaran Jakarta, dan masih polos karena baru lulus sekolah juga, kan. Dia masih bingung ketika telat harus gimana resiko yang harus diterima apa.

17:30 WIB, akhirnya jam pulang tiba, gue pamit ke orang di ruangan. Gue pulang dengan memesan ojek online terlebih dulu, terpaksa, karena gue masih belum tau bagaimana macetnya jalanan Jakarta di jam pulang kantor. Mitosnya, sih, macet banget.

Setelah driver tiba di lokasi penjemputan, gue bergegas pulang, biar besok ada tenaga buat ngobrol dan genitin Eva dan Citra fit kondisi badannya. Pada akhirnya, gue amat sangat bersyukur di pekerjaan sebelumnya, gue sudah dihadapkan dengan hiruk-pikuk dalam bekerja, diasah mentalnya dari mulai harus cepat dalam melayani nasabah juga harus siap ketika dapat ucapan yang kurang berkenan. Untuk semua yang sudah dilewati pada periode pertama gue bekerja, gue selalu ingin menyampaikan, "terima kasih, pengalaman".

You can never make the same mistake twice, because the second time you make it, it's not a mistake, it's a choice. -Steven Denn

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun