Mohon tunggu...
Setio Budianto
Setio Budianto Mohon Tunggu... Guru - Saya adalah seorang Praktisi dan Akademisi Pariwisata, juga Guide Berbahasa Inggris. Disamping itu menulis buku fiksi dan non fiksi

Saya menyukai Pariwisata dan kebudayaan, sejarah terutama masa klasik Hindu Buddha. Juga menyukai perjalanan wisata serta topik mengenai lingkungan hidup serta pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Konsekuensi Negara Multikultural

2 Juni 2023   13:25 Diperbarui: 2 Juni 2023   18:56 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak bangsa di dunia ini yang takjub dengan Amerika Serikat. Bagaimana tidak. Mereka tetap kokoh berdiri, mewarnai sejarah lebih dari 200 tahun ini sebagai suatu Negara Adidaya. Tidak hanya eksis, namun kemajuannya jauh melampaui moyangnya Inggris Raya (Meski AS kini sedikit meredup tergantikan Bangsa-bangsa kulit berwarna). 

AS hidup bukan hanya hidup, namun punya sebuah arti. Yang membuat istimewa, Amerika Serikat adalah negara majemuk atau multikultural. Amerika adalah tanah harapan, surga bagi para imigran dari seluruh dunia (dikenal dengan istilah American Dream) Pendatang dari Perancis, Jerman menyusul pemukim Inggris yang lebih dulu berada disana. Bangsa-bangsa Benua Afrika (yang pada awalnya didatangkan  sebagai budak sebelum dipersamakan haknya oleh Abraham Lincoln), Timur Tengah, keturunan Hispanik tumpah ruah memenuhi daratan Amerika. Tak ketinggalan Bangsa-bangsa Asia Timur Jauh mencoba peruntungan hidup disana.  

Menata sebuah Bangsa yang terdiri dari bermacam-macam latar belakang baik budaya, suku, agama, ras dan golongan (Heterogen) tidaklah semudah membalik telapak tangan. Jepang dan Korea Selatan maju, namun mereka notabene adalah negara homogen. Berasal dari ras yang sama. Tidak ada perbedaan-perbedaan mendasar pada berbagai aspek kehidupan mereka. Penataannya pun terbilang lebih mudah, seperti halnya dengan mudahnya ASEAN terbentuk pada 1967 karena alasan yang sungguh sederhana : akar budaya yang sama sebagai Bangsa Melayu. Bermacam pertikaian politik dan ekonomi surut seketika, saat berhadapan dengan konsep persamaan nenek moyang dan budaya. Bergolaknya Trikora, Dwikora langsung padam.

Melihat Amerika, kita seperti berkaca pada diri kita sendiri sebagai Bangsa. Indonesia, secara de facto dan de jure sama dengan Negeri Paman Sam. Indonesia adalah negara majemuk, berdiri diatas ikatan perbedaan yang sangat besar : suku, agama dan ras juga berbagai golongan. Indonesia, ibarat pepatah adalah lautan ladang ilalang yang diterpa sinar mentari tropis sepanjang tahun. Sedikit saja gesekan dan sulutan, terbakarlah padang sabana bernama Indonesia itu. Berbagai gerakan separatis dan pemberontakan telah mewarnai sejarah Bangsa Indonesia, bahkan sejak Indonesia baru seumur jagung. Mulai Agresi Militer Belanda 1 dan 2 serta politik pecah belah dengan pembentukan negera-negara boneka, Pemberontakan PKI Madiun, PRRI/Permesta, Andi Azis, Kahar Muzakar, DI/TII di Jawa Barat, Peristiwa G30S/PKI 1965, Kerusuhan Malari, Reformasi 1998, hingga kerusuhan etnis di Palu, Maluku dan Kalimantan masih membekas kuat dalam ingatan. Setiap kita pasti akan menginsyafi, begitu dahsyat dan mudahnya api menyala didalam dada kita karena segala perbedaan dimaksud.

Amerika Serikat, sebagai negara yang lebih tua dari kita, bukannya tidak pernah mengalami konflik horizontal antar mereka. Ia sebagai Bangsa, justru  telah makan banyak asam garam kehidupan bernegara. Telah jatuh bangun menegakkan sebuah bendera bernama Amerika Serikat. Perang sipil pada awal-awal pembentukan negara yang dahsyat, Diskriminasi rasial, segregasi warna kulit, Klu Klux Klan dan lain-lain tetap menghantui hari-hari mereka. Presiden Barack Obama, sebagai presiden pertama sepanjang sejarah Amerika yang berasal dari kulit berwarna adalah sebuah pertanda dahsyat bahwa mereka ingin keluar dari trauma masa lalu yang begitu pahit. Lalu bagaimana Amerika tetap bisa berkomitmen sebagai suatu Bangsa hingga hari ini?

Jika Indonesia memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang artinya meski berbeda-beda tetapi tetap satu jua, Amerika juga memiliki semboyan yang berasal dari bahasa Latin yaitu E Pluribus Unum.  Secara harfiah semboyan itu berarti "dari banyak menjadi satu". Semboyan ini tentu digali dari realitas atau kenyataan hidup bahwa mereka berasal dari latar belakang masyarakat Amerika Serikat yang berbeda-beda. Azas perikeadilan untuk agama, suku, ras dan golongan tentu menjadi isu yang sangat sensitif bagi kehidupan berbagsa dan bernegara di sebuah negara majemuk. Amerika Serikat dalam praktek bernegaranya berusaha seadil mungkin memberikan porsi, baik bagi mayoritas maupun minoritas. Mungkin hal itu juga sesuatu yang harus menjadi prioritas utama kita. Mengimitasi hal baik yang dilakukan Amerika. 

Keberpihakan kepada satu golongan saja, tentu akan melukai dan menimbulkan kecemburuan bagi golongan lain. Jika ada suatu kebencian atau dendam pada suku, agama, ras tertentu hendaklah kita kembali pada komitmen kita untuk bersatu, seperti yang tertuang dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Kita menginsyafi bahwa kita wajib bersatu, karena kita tidak mampu melawan penjajah dengan sendiri-sendiri. Perlawanan Tuanku Imam Bonjol, Cut Nya' Dhien, Pangeran Diponegoro hingga Kapitan Pattimura terbukti dengan mudah di patahkan Belanda. Namun setelah kita bersatu dalam Kebangkitan Nasional, gerakan kita meskipun perlahan namun pasti menjadi sangat menakutkan bagi Penjajah.

Maka dari itu, saat kita dilanda konflik apapun, tetaplah ingat selalu Bahwa kita adalah Bangsa yang telah berkomitmen bersatu. Bersatu dalam berbagai latar belakang perbedaan. Tidak ada satu yang lebih menonjol dari yang lain, semua sama berkontribusi. Dari seluruh pulau, seluruh suku, agama hadir pada masa perjuangan. Bahu-membahu menghalau penjajah. Jangan sampai nasib kita sama seperti negara Yugoslavia, yang akhirnya sejarahnya berakhir dengan pecah menjadi negara-negara kecil. Karena disaat berkonflik, mereka tidak punya komitmen pengikat. Tak punya pegangan yang memiliki nilai historis mendalam, alasan utama mereka harus bersatu. Namun kita punya Sumpah Pemuda, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Ketiganya adalah komitmen luhur para Pendahulu Bangsa (The Founding Father). Ketiganya harus selalu kita jaga dan lestarikan sampai kapanpun. Agar merah putih terus berkibar, dan mewarnai sejarah Bangsa-bangsa di dunia.

- Ikut menyemarakkan Harlah Pancasila 1 Juni 2023 -

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun