Mohon tunggu...
SETIAWATI UNPAM
SETIAWATI UNPAM Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Sesuatu yang ditakdirkan untukmu takkan pernah menjadi milik orang lain

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Peran Santri di Masa Pandemi Covid-19

22 Oktober 2021   22:59 Diperbarui: 22 Oktober 2021   23:27 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tanggal 22 Oktober 2015 resmi ditetapkannya Hari Santri Nasional (HSN) oleh Presiden Joko Widodo. Penetapan ini sebagai giat untuk mengenang semangat juang, jihad dari KH. Hasyim Asy'ari pada tanggal 22 Oktober 1945. beliau menyerukan kepada umat Islam untuk berperang (berjihad) memerangi penjajah Belanda. 

Semangat tersebut tentu masih sangat sesuai jika dilaksanakan di masa pandemi covid-19 ini meski secara substansinya berbeda.  kondisi pandemi covid-19 ini berdampak sangat luar biasa terhadap semua aspek kehidupan manusia di dunia ini yang merupakan lahan untuk bercocok tanam atau berjihad dalam membantu sesama untuk dapat keluar dari kesulitan kehidupan yang dihadapi di masa pandemi ini.

Peringatan hari santri merupakan salah atu momen yang penting bagi kaum santri untuk secara bersama-sama menghadapi pandemi covid-19 ini yang suah berjalan dua tahun lamanya membuat ummat sengsara. Indonesia dengan penduduk yang mayoritas beragama islam semestinya kaum antri diberikan peran khusus dalam menangani covid-19 di Negara in.

Pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat bukanlah satu-satunya yang dijadikan tumpuan untuk penanganan covid-19 ini, karena arti penting protokol kesehatan tidak akan berjalan tanpa adanya support dan kerjasama dari warga masyarakat, tanpa adanya dukungan dari warga masayarakat arti protokol kesehatan hanyalah sebatas kalimat yang tak bermanfaat. 

Kurang patuhnya warga masyarakat terhadap protokol kesehatan didasari berbagai ragam alasan sebagai pembenaran. Sebagian masyarakat boleh jadi memang tidak mengerti sama sekali atau mengerti sedikit-sedikit tentang Covid-19. Dan, sebagian lainnya boleh jadi meragukan atau sama sekali menafikan kebenaran Covid-19. 

oleh karenanya penanganan pandemi Covid-19 bukan sekadar mengatasi penyebaran virusnya, juga pentingnya membangun pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait virus ini dan cara menyikapinya. Pembangkangan terhadap protokol kesehatan dan adanya persepsi keliru tentang Covid-19 juga masih kerap ditemui di sebagian kalangan masyarakat. Di sini peran serta santri dalam tataran hablum minannas patut dihadirkan dan dikedepankan untuk kemaslahatan umat pada masa pandemi Covid-19. 

Kaum santri yang kesehariannya identik dengan kultur kehidupan rohaniah, memiliki peranan penting dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial. Dengan keteladanan dan kesalehan sosialnya, santri dapat berperan sebagai agent of change dalam membantu mengubah paradigma, pola pikir, dan perilaku apatis masyarakat terkait Covid-19. Melalui pendekatan ala santri, masyarakat yang kurang paham, apatis, atau bahkan yang sama sekali tidak percaya tentang Covid-19 dapat diberikan pencerahan tentang bahaya nyata virus ini.

Peranan lain santri adalah sebagai social influencer. Peran santri dalam konteks ini dapat membantu mengkomunikasikan dan mensosialisasikan secara efektif kepada masyarakat terkait kebijakan-kebijakan pemerintah menyangkut penanganan Covid-19. Betapa pun hebatnya sebuah kebijakan penanganan Covid-19, kiranya akan sulit mencapai hasil maksimal jika warga masyarakatnya kurang sepenuhnya mendukung atau kurang mematuhi kebijakan yang dimaksud.

Oleh sebab itu, kehadiran social influencer dari kalangan santri dinilai sangatlah penting untuk membantu membumikan kebijakan-kebijakan pemerintah terkait penanganan Covid-19, terutama di kalangan masyarakat muslim. Selain itu, santri dapat berperan memberikan pendidikan kepada warga masyarakat terkait pentingnya mematuhi protokol kesehatan, termasuk dalam menjaga lingkungannya agar tidak menjadi kluster Covid-19.

Peran serta santri bertujuan pula untuk meluruskan penilaian keliru sebagian masyarakat  terhadap akar rumput mengenai Covid-19. Stigmatisasi Covid-19 di kalangan masyarakat menjadikan virus korona baru ini bak “virus penyakit kutukan”. Persepsi demikian boleh jadi muncul dilatarbelakangi oleh pemahaman masyarakat yang keliru dalam memaknai anjuran social distancing atau physical distancing. Persepsi demikian tentunya menjadikan mereka yang terinfeksi Covid-19 merasa terzalimi secara sosial, dan bahkan pada saat meninggal dunia pun proses pemakaman jenazah mereka pun tidak jarang mendapati penolakan dari warga masyarakat sekitar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun