Mohon tunggu...
Setiawan Widiyoko
Setiawan Widiyoko Mohon Tunggu... Lainnya - Pemasaran dan Humas Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Memiliki mimpi, bekerja untuk keabadian. Blog :http://setiawanopinion.blogspot.com. http://grobogankuu.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Istilah “Kucing” dalam Dunia LGBT

25 Februari 2016   20:33 Diperbarui: 25 Februari 2016   21:13 4990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dokpri: Ilustrasi "Kucing" "][/caption]Kucing identik dengan prilaku yang sering menggunakan lidah untuk menjilati badannya atau benda lain. Dalam dunia perdagangan seks ada istilah yang dinamakan “mandi kucing, artinya para Pekerja ini menggunakan gaya dengan lidahnya untuk merangsang konsumen, hal ini untuk menambah gaerah seks sebelum mereka melakukan hubungan seks.

Sedangkan istilah “Kucing” pertama kali muncul diawal tahun 1990 an. Para komunitas Gay yang mengatas namakan Pria Pekerja Seks (PPS) karena tingkah lakunya pada saat berhubungan seks sangat mirip dengan kucing, yaitu dengan menjilat dan menjulur julurkan lidahnya. Sebelum nama kucing muncul pria yang melayani komunitas Gay  dan transseksual (waria) biasanya disebut dengan “Hostess” atau “Hestong” ini terjadi pada tahun 1980an. Pada tahun tersebut keberadaannya masih belum banyak seperti sekarang. Simbol “Kucing” di gunakan hampir di seluruh indonesia mereka ada juga yang mengistilahkan Kurcica, “Kuch Kuch hota hai”, "Sikut”  “Kancing Baju” dan di jawa barat istilah ini ada yang menyebutnya dengan “Meong”. Semua itu untuk menyamarkan julukan “Kucing” agar tidak diketahui oleh masyarakat.

Kota besar seperti Semarang pada saat itu mereka berkumpul untuk menjual dirinya di sepanjang kampung kali. Para waria ini menawarkan dirinya melalu brand pemasaran yang menurutnya jitu “ SEDOOOOT OO...OMMM” atau ada juga “KENA GIGI UANG KEMBALI”. Keberadaan waria di kampung kali (Jl. Kartini) berakhir ketika pada tahun 2004 pemerintah kota Semarang yang pada saat itu walikotanya sukawi sutarip melarang keras pada waria berada di kampung kali. Para satpol PP tiap malam harus patroli di tempat itu. Dan sekarang para waria itu berpindah tempat di sepanjang tanggul indah dekat dengan Jalan Barito.

Dan sebelum kasus LGBT mencuat pernah sesekali saya wawancara dengan seorang laki laki tapi perilakunya genit seperti perempuan, bahkan untuk berbicara saja dia sering melambaikan tangannya. Terkadang jika ia berbicara selalu memegang pundak lawan bicaranya. Mungkin saja gerakan itu semacam sandi atau kode bahwa lawan bicaranya juga penyuka laki laki maupun perempuan.

Saya sempatkan untuk wawacara dengannya, dan memang pada saat itu saya sedang membeli ice juice buah dan jagung serut di gerai miliknya yang menempati depan indomart kawasan Semarang. Sanjungan buatnya karena dia masih muda tapi sudah mandiri,  lantas ia cerita bahwa sebelumnya sebut saja namanya “Mince” pernah menjadi karyawan indosat sebagai call center selama enam bulan. Dia resign kerja dari perusahaan itu lantaran bekerjannya delapan jam harus bicara terus melayani costumer, gempor mulutnya dan hanya mendapatkan gaji Rp. 1.400.000 pada saat itu. Lantas dia beranikan diri untuk membuka usaha secara mandiri.

 Ini wawancara singkat saya:

Itu temen temen kamu mas?  dalam batinku kok genit genit semua

 “……..Iya mas ini temen temenku, kenalin nih temen temenku, yang kecil namanya Lekong, terus yang rambutnya pirang namanya Edyong, terus yang pakai celana pendek kurus namanya Erfong dan yang hidungnya mancung namanya Santrong….”.(Mince 24)

 Itu nama benar atau nama samara mas?

 “…….Ini nama samaran didalam dunia kami agar orang lain tidak tahu bahwa kami pecinta sesama jenis. Di Semarang kami berpakaian dan berpenampilan seperti Gay, tapi jika pulang kampung kami adalah jagonya beramtem...”(Lekong 21)

Lantas teman teman mas Mince kesehariannya bekerja sebagai apa?

“…….Rata rata mereka bekerja sebagai kucing piaraan, karena wajah yang pas pasan dan uang kami belum cukup untuk modalin wajah dan kulitku agar Nampak gantheng dan mulus. Ada juga yang jadi gigolo mereka yang memiliki perawakan bagus, gantheng dan badanya kekar. Meskipuun demikian kadang mereka juga di boking oleh bos bos untuk jadi kucing juga….” (Mince 24)

Bukankah Gigolo lebih suka dengan wanita seksi?

 “……..Kata siapa mas bero, perlu di waspadai pria pria yang suka main Gym, suka dandan bisanya mereka penyuka dua lubang. Lubang anus dan lubang Vagina. katanya sih untuk sensasi saja, dan kebutuhan finansianl pastinya……” (Lekong 21)

 Lantas Bagaimana model transaksinya?

 “……..Kami memiliki komunitas, dan biasanya kami kenal dengan Germo, para germo itulah yang mencarikan kita pekerjaan, nanti kita bagi hasil. Sekali main kita dapat 300.000-500.000 kalau yang makai bos bos bisa 1.000.000…..” (Mince 24)

Setelah itu sayapun pamit, dan selama di perjalanan pikiran ini masih terbayang atas jawaban-jawaban mereka. saya merasa bahwa di  dunia ini banyak komunitas minoritas namun keberadaannya sangat ter organisir. Seperti istilah “Kucing, membuat saya terasa bodoh karena baru mengerti hal itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun