Mohon tunggu...
Paelani Setia
Paelani Setia Mohon Tunggu... Guru - Sosiologi

Suka Kajian Sosial dan Agama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mewaspadai Irasionalitas di Balik Rasionalitas

24 Maret 2021   11:46 Diperbarui: 24 Maret 2021   12:01 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Getty Images

Istilah-istilah keren ala Jaksel-an akhir-akhir ini telah akrab di telinga kita. At least, literally, which is, by the way, prefer, actually, sering sekali diucapkan milenial saat ini. Selain itu, istilah lain yang juga menjadi ciri khas anak gaul sudah lebih dulu menghiasi kultur modern Indonesia. Mantul, Tcakeps, dan GPL akrab sekali dalam percakapan sehari-hari masyarakat kita. 

Menariknya istilah GPL (gak pake lama) bahkan sudah menjadi norma baru kehidupan sosial. Semua orang selalu ingin cepat dan harus menyesuaikan dengan kehidupan yang serba cepat agar tidak ketinggalan zaman. Kegilaan akan kehidupan serba cepat tersebut memang menjadi sebuah fakta. Bagaimana tidak makanan cepat saji, pinjaman cepat tanpa antri, belanja pesan antar, dan sebagainya saat ini sangat mudah diperoleh dan tentunya tidak memerlukan waktu lama.

Perubahan sosial kebudayaan pada tahun 2000-an telah menjadi titik balik revolusi teknologi dan informasi. Revolusi teknologi meliputi alat-alat komunikasi mulai dari handphone, gadget, laptop hingga tablet menghiasi kehidupan higga kini. Sementara revolusi informasi ditandai dengan jejaring media sosial Facebook, Instagram, Whatsapp menjadi media penyampai informasi. Melalui media informasi tersebut informasi amat sagat cepat mendunia, semua informasi bisa diakses kapanpun dan dimanapun. Cukup bermodal kuota internet dan menggeser layar sentuh smarphone kita, semua persoalan akan selesai.

Tatkala berkirim informasi juga demikian, tidak ada mengirimkan via pos, menulis tangan dan membeli perangko. Semua selesai dalam hitungan detik. Alhasil, kehidupan dinamis dan kecepatan kini menjadi ukuran kemajuan, dan bahkan menjadi paradigma sosial baru, paradigma politik, ekonomi, dan kehidupan kontemporer (Piliang, 2010).

Namun demikian, kehidpuan yang serba cepat ini bukan tanpa risiko. Alvin Tofler seorang futurist terkenal Amerika Serikat menyebut bahwa akan ada kejutan-kejutan kebudayaan yang bakal menembus kejiawaan manusia di era modern atau yang biasa disebut sebagai future schock (kejutan masa depan) berupa culture schock (kejutan budaya) yang kemudian merambah pada kondisi fisik dan psikologis manusia. Senada demikian yang diprediksi Tofler, fenomena-fenomena kejutan ini telah terjadi dimana meningkatnya defresivisme, agresivisme, anomali sosial, bunuh diri, dan lain-lain menjadi fenomena yang sering terjadi.

Fenomena demikian menurut Weber merupakan akibat dari masyarakat yang semakin terasionalisasi dalam segala bidang (Ritzer, 2012). Weber menyebut bahwa kedepan akan ada birokrasi modern yang akhirnya akan menjadi sangkar besi dimana masyarakat menjadi tidak lebih dari jaring dari struktur terasionalisasi yang tidak memiliki jalan keluar (Ritzer, 2012).

Alhasil, terlepas dari manfaat dan perputaran keniscayaan sejarah peradaban dan kemajuan manusia yang tidak bisa dihindari, modernitas dan perkembangan masif teknologi informasi tidak selalu berbanding lurus dengan peradaban dan nilai-nilai humanitas.

Sosiolog lainnya, Piere Bourdeu menyebut konteks tersebut dengan istilah "habitus". "Struktur-struktur mental atau kognitif melalui mana orang berurusan dengan dunia sosial. Orang dikaruniai dengan serangkaian skema yang diinternalisasi melalui itu mereka merasakkan, mengerti, mengapresiasi dan mengevaluasi dunia sosial... Habitus memberikan prinsip-prinsip yang digunakkan orang untuk membuat pilihan-pilihan dan memilih strategi-strategi yang akan mereka gunakan di dunia sosial" (Ritzer, 2012).

Modernitas dan percepatan kemajuan teknologi informasi bukan hanya menciptakan habitus rasional dan efisien namun dapat menciptakan habitus yang serba mekanistik dan rasionalistik dan mencerabut eksistensi nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar.

Alhasil, kita tidak perlu menentang laju modernitas dan perkembangan teknologi informasi yang menyebabkan manusia semakin mudah untuk melaksanakan berbagai pekerjaannya dan menyelesaikan berbagai problem baik problem kesehatan, ekonomi, hukum dll. Namun modernitas dan kemajuan teknologi informasi tidak selalu berbanding lurus dengan peradaban dan nilai-nilai humanitas.

Masyarakat Barat yang telah meninggalkan "sangkar besi" kehidupan rasionalistik dan mekanistik telah membuktikan irasionalitas dibalik rasionalitas atas nama modernitas. Setidaknya kita tersadarkan bahwa modernitas dan kemajuan teknologi informasi yang harus dikejar bukanlah tujuan akhir proses peradaban manusia.

Bagi kita yang hidup di negara berkembang, modernitas dan perkembangan teknologi informasi tentu saja merupakan sebuah capaian yang harus diraih, namun harus disertai sebuah kesadaran untuk tetap memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar dari kemanusiaan.

Manusia membutuhkan sebuah tempat yang tenang untuk mengondisikan pikiran dan hati yang tenang. Ketenangan hati dan pikiran mengonsolidasikan kembali kekuatan dan kesegaran terhadap tubuh yang menjalankan berbagai aktifitas dan pekerjaan.

Dalam bahasa Alfin Toffler diistilahkan Stability Zone (zona stabilitas). Menurutnya, "Jika kita memilih perubahan yang cepat dalam beberapa sektor kehidupan, kita dapat dengan sadar mencoba membangun zona stabilitas di sektor lain" (Tofler, 1985). Membangun ketenangan dan mencari locus yang menstimulasi ketenangan pikiran dan hati merupakan salah satu antisipasi membangun zona stabilitas dan antisipasi sejumlah irasionalitas dalam sebuah modernitas tanpa harus menjadi orang yang keluar dari kehidupan normal sekalipun itu memungkinkan dan sebuah pilihan alternatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun