Selain itu, patriarki juga menjadikan laki-laki sebagai orang yang selalu menggoda, jika bersiul di depan perempuan dianggap biasa, dan bahkan perempuan dianggap sebagai objek.
Selanjutnya, faktor lain yang juga sangat penting adalah adanya stigma victimblaming atau suatu usaha menyalahkan korban. Perempuan sebagai korban seringkali dimaknai karena selalu berpakaian mini, seksi, gayanya menggoda, tingkah lakunya, dan bahkan situasi/keadaannya.
Liberalisasi Pakaian
Peliknya, hal ini dipengaruhi oleh adanya liberalisasi budaya. Atau over-kebebasan terhadap budaya fashion (berpakaian) oleh sebab pengaruh globalisasi yang merambah ke berbagai dunia. Liberalisasi ini tidak melihat sebuah budaya, atau jenis masyarakat, atau suatu hukum, melainkan yang ada menerjang batas-batas tersebut. Meskipun, berpakaian serba minim di negara A dilarang, tetapi banyak diikuti karena menjadi budaya popular yang menarik minat untuk diikuti.
Hal tersebut kembali diperparah oleh kuatnya pengaruh media popular yang bertugas menyebarkan apapun ke belahan dunia melaui ideologi terselubung.
Misalnya, TV, selalu menyuguhkan tayangan iklan cantik merek tertentu pakai bikini, tidak berbaju, iklan sabun yang menyuguhkan bagian tubuh, erotis, dan bahkan vulgar. Peliknya lagi, hal tersebut terkadang selalu diikuti masyarakat dan kembali menempatkan perempuan sebagai objek kecantikan, kemolekan, yang tidak jarang berdampak buruk bagi masyarakat luas.
Inilah yang menyebabkan kekerasan kembali timbul, karena TV mengajarkan dan menggambarkan kemolekan tubuh yang menjadi inspirasi para penjahat seksual untuk bertindak.
Jadi, tidak semua (stigma) salah laki-laki juga kan?
Adakah faktor lainnya?