Mohon tunggu...
Setiyo Bardono
Setiyo Bardono Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Kurang Ahli

SETIYO BARDONO, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Staf kurang ahli di Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK). Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Internet of Things (IoT) untuk Meningkatkan Kualitas Akses Informasi

9 September 2016   06:57 Diperbarui: 9 September 2016   06:59 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Internet of Things untuk berbagai aplikasi (sumber foto: business2community.com)

Seiring perkembangan teknologi, bukan hanya smartphone atau komputer saja yang bisa terkoneksi dengan internet. Namun, berbagai  benda melalui pemasangan perangkat keras bisa terkoneksi dengan internet. Dalam dunia Informasi Teknologi (IT), konsep ini dikenal dengan istilah Internet of Things (IoT).

Untuk mengetahui perkembangan IoT di Indonesia, Pusat Teknologi Elektronika (PTE) BPPT menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertema “Inovasi IoT untuk Meningkatkan Kualitas Akses Informasi” di Gedung II BPPT, Jakarta, Kamis (9/9/2016). Melalui Melalui FGD ini diharapkan dapat diketahui perkembangan IoT dari sisi standar dan regulasi, implementasi dan tantangannya, serta bagaimana merumuskan solusi dalam mengatasi keterbatasan askses informasi di Indonesia.

Achmad Wibisono, peneliti PTE-BPPT memaparkan, menurut laporan yang dikeluarkan The International Telecommunication Union(ITU) pada 2005, IoT merupakan ”ubiquitous network”, yang mencakup semua jaringan dan perangkat-perangkat yang terhubung dalam jaringan. “Ubiquitous computing dan network adalah saat kita sebagai manusia ingin dilayani oleh banyak device/mesin atau sebaliknya mesin ingin melayani banyak orang,” terangnya.

Contohnya, ketika baju dilengkapi dengan sensor kesehatan, maka alat itu bisa menginformasikan kondisi kesehatan seseorang dan terhubung dengan mesin yang ada di rumah sakit. Di dunia olahraga, teknologi ini bisa dipakaikan ke pemain, sehingga manager tim bisa tahu kebugaran pemain tersebut. “Sepuluh tahun lagi, teknologi akan mengarah ke hal ini,” kata Achmad Wibisono.

BPPT telah melakukan kajian dan penerapan teknologi IoT dengan fokus kajian Bluetooth Low Energy untuk Indoor Navigation System, yang merupakan sistem untuk mengetahui lokasi suatu obyek atau manusia dengan menggunakan gelombang radio, medan magnet, acoustics signal atau informasi lainnya dari perangkat mobile. Indoor Navigation System bisa diaplikasikan untuk place navigation, tracking monitor, maupun people monitoring.

Menurut Achmad Wibisono S.T., navigasi merupakan komponen yang harus dipenuhi untuk IoT. Karena itu, seperti komputer, maka device juga harus dilengkapi Internet Protocol (IP). Sebab, lokasi akan menjadikan satu komponen utama di saat penerapan IoT.

Indoor Navigation System ini bisa diterapkan di layanan publik dengan konsep smart seperti di gedung perkantoran, bandara, stasiun, rumah sakit, pusat perbelanjaan, tempat pertunjukan, dan lain-lain. “Di kantor pajak misalnya, orang tidak perlu banyak bertanya, sudah dipandu harus kemana dan membawa berkas apa. Di Rumah sakit, saat kita mau ketemu dokter, kita terpandu ke ruangan apa,” tuturnya.

Pada diskusi tersebut dipaparkan juga mengenai implementasi IoT untuk alat kesehatan, salah satunya aplikasi Telemedicine. Menurut WHO, telemedicine adalah pelayanan kesehatan dasar dan rujukan antara fasyankes/tenaga kesehatan (pengampu dan diampu) yang dilaksanakan secara jarak jauh melalui media teknologi telekomunikasi dan informasi. Tujuannya untuk diagnostic, pengobatan dan pencegahan penyakit, maupun pelatihan dan pendidikan tenaga kesehatan.

Peneliti BPPT Dr. Yaya Suryana memaparkan, melalui telemedicine diharapkan terjadi pemerataan akses layanan kesehatan dengan mutu dan standar yang baik. Telemedice juga digunakan untuk mengatasi kendala jarak dan waktu. “Tidak semua masyarakat Indonesia bisa mengakses layanan kesehatan terutama di Daerah terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK),” lanjutnya.

Di Indonesia, implementasi telemedicine mengalami kendala pada infrastruktur jaringan komunikasi di daerah terutama di DTPK, pemahaman teknis telemedicine, serta ketersediaan tenaga medis yang berkualitas. Tantangannya, belum semua RS Rujukan Regional siap menjadi pengampu pelayanan, kurangnya awareness tenaga medis terhadap telemedicine serta aspek legal dan standar keamanan system. Dan yang terpenting bagaimana membangun kepercayaan masyarakat akan telemedicine.

Menurut Aris Suwarjono B.Eng dari BPPT, tantangan terbesar dalam implementasi IoT memang masalah keamanan. Ada beberapa hal yang harus terpenuhi dalam keamanan satu sistem IoT, yaitu masalah web base, authentifikasi, jaringan, keamanan personal, penyedia cloud, mobile interface, keamanan perangkat, software, dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun