Mohon tunggu...
Setiyo Bardono
Setiyo Bardono Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Kurang Ahli

SETIYO BARDONO, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Staf kurang ahli di Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK). Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Menyusuri Lorong Stasiun

5 Juni 2015   10:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:21 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

"Perhatian jalur satu dari selatan akan masuk commuterline jurusan Jakarta Kota pemberangkatan stasiun Depok. Para penumpang diharap mempersiapkan diri."

Paijo tergesa menuruni puluhan anak tangga peron tiga stasiun Depok Baru. Di lorong bawah tanah ia setengah berlari, beradu cepat dengan orang-orang yang bertujuan sama: mengejar kereta.

Kedatangan kereta balik di pagi hari merupakan berkah karena kondisi kereta belum begitu penuh. Berbeda dengan KRL pemberangkatan Bogor yang sudah penuh sesak.

Di ujung lorong, kereta terdengar melintas di atas kepala. Paijo gesit menapaki anak tangga menuju peron satu. Sampai di tengah tangga, ia berpapasan dengan seorang nenek yang terlihat kepayahan mencangklong tas dan menenteng kardus.

Ketika sampai di tangga teratas, langkah Paijo disergap bimbang. Ia menoleh ke bawah. Nenek itu meletakkan kardus dan mengatur nafas. Nenek itu membutuhkan bantuan, pikirnya. Namun kereta tak bisa menunggu lama.

Paijo berbalik arah, menemui Nenek berkerudung abu-abu itu. "Nenek mau kemana, mari saya bantu?" kata Paijo.

"Terima kasih Nak, Nenek mau ke Cilebut," katanya sambil tersenyum.

Paijo menenteng kardus dan mengandeng tangan nenek menuruni anak tangga. Di lorong, Paijo sempat berbincang sejenak. Nenek itu rupanya ingin ke Cilebut untuk mengunjungi anaknya."Nenek sudah kangen sama Fahmi, cucunya si bontot," katanya.

Pelan-pelan Paijo membantu nenek menapaki puluhan anak tangga ke atas peron tiga. Kalau saja ada tangga berjalan, pasti nenek itu sangat terbantu. Setelah beberapa kali berhenti, mereka sampai juga di peron tiga.

"Nenek tunggu saja di sini, nanti saya cari PKD biar membantu naik ke atas kereta," kata Paijo sambil menuntun Nenek ke bangku panjang.

"Terima kasih Nak. Maaf sudah merepotkan."

"Tidak apa-apa nek. Saya tinggal dulu ya Nek, soalnya harus kerja takut terlambat," kata Paijo sambil tersenyum lega.

"Iya Nak, hati-hati. O iya Nenek mau tanya, kamar kecil di sebelah mana?"

"Kamar kecil ada di peron satu Nek. Kalau mau ke sana harus balik lagi."

"Nenek kira di peron ini ada kamar kecilnya juga. Ya sudah Nenek tahan saja."

"Kalau mau, saya antar lagi nggak apa-apa Nek."

"Jadi bolak-balik ya. Nenek capek naik turun tangga. Biarlah Nenek tahan saja."

"Ya sudah kalau maunya Nenek begitu. Saya pamit dulu ya Nek."

"Iya Nak."

Setelah mencari PKD dan menitipkan sang Nenek, Paijo kembali menyusuri lorong stasiun Depok Baru. Tak lama, KRL jurusan Jakarta Kota datang. Paijo berhasil merangsek masuk.

Saat terguncang-guncang dalam sesak kereta, sosok nenek itu kembali terbayang. Seketika Wajah ibunya memenuhi rongga ingatan. Di kampung halamannya, mungkin ibu sedang sibuk memasak di dapur. Roda kereta terasa menderakkan rindu.

Setelah berada dalam posisi berdiri yang cukup nyaman, Paijo mengeluarkan telepon genggam. Ia ingin segera menelpon ibunya. Paijo lupa kapan terakhir kali menelpon ibu. Sepertinya seminggu lalu, ah bukan dua minggu lalu. Ah, rasanya sudah satu bulan. Jangan-jangan sudah dua atau tiga bulan. Ah, mengapa laju kehidupan melenakannya.

Telepon genggam berdenyut seirama detak jantungnya. Tak terasa air mata kerinduan meleleh membasahi pipinya. Maafkan aku ibu.

 

Depok-Cawang, 4 Juni 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun