Tapi betapa seringnya kita lebih memikirkan persoalan jodoh ketimbang kematian, padahal dua-duanya sama-sama hanya Allah yang tahu.Â
Lagi-lagi, hidup adalah pilihan.Â
Banyak yang lebih memilih untuk lebih banyak memikirkan nasib perjodohnya -Â nanti sama si dia atau tidak, anak mana, bagaimana keturunannya, dan sebagainya.- dibanding nasib kematiannya yang justru jauh lebih riil.Â
Orang pasti akan mati, entah sudah bertemu jodohnya atau belum di dunia ini.Â
Jarang kita temukan orang bergumam, nanti mau mati dimana, sebanyak apa amal yang menjadi bekal kemudian, sudah amal jariyah apa saja, mau mewariskan apa sebelum meninggal, mau di kenang sebagai orang yang bagaimana saat meninggal nanti, dan seterusnya.
Karena, persoalan jodoh memang jauh lebih menarik untuk di perbincangkan dibanding masalah kematian.Â
Ia melibatkan perasaan, interaksi antar dua, tiga, banyak manusia dalam hubungan yang tidak main-main. Persoalan manusiawi sosial memang lebih gurih dibahas, dibandingkan tetang kematian yang terkesan 'suram'.
Kalau ada sekelompok yang membicarakan tentang orang yang disukai, gebetan, mantan, dan sejenisnya, sebenarnya ada kepuasan psikis yang tersirat saat kita berada dalam fase yang sesuai dengan kelompok tersebut.Â
Bagi orang-orang yang telah cukup masanya untuk menjalin hubungan dengan seseorang secara serius, mau tidak mau ia akan berusaha mencari, mempertanyakan, dan mengeksplorasi, siapakah sang right itu.Â
Ia akan antusias dengan percakapan-percakapan sejenis diatas karena memang itulah masanya ia dalam proses pencarian.Â