Mohon tunggu...
Servinus Bidangan
Servinus Bidangan Mohon Tunggu... Lainnya - Literasi Fiksi/nonfiksi

Membacalah seperti tak mengetahui apa-apa, dan menulislah seperti ingin memberitahu segalanya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Regulasi Baru Memudahkan Investasi Energi

4 Desember 2020   18:03 Diperbarui: 4 Desember 2020   18:17 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir terus melakukan perbaikan dan evaluasi secara komprehensip dalam menyikapi masalah regulasi aturan dalam investasi seKtor energI khususnya energy listrik yang menjadi output utama dalam regulasi pemerintah. 

Dengan mempertimbangkan ketersediaan Sumber Daya Alam yang melimpah dan juga pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai setinggi mungkin, maka deregulasi aturan menjadi pilihan dari masalah yang terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dan telah melalui  2 kali pergantian pemimpin dalam Lembaga eksekutif.

Tahun 2020 merupakan awal baru dalam pembaharuan regulasi dengan disahkannya UU Omnibus Law menjadi lebih sederhana dan koheren dengan cita-cita pemerintah saat ini dalam memperluas kegiatan yang memberi dampak positif terhadap investasi terutama pada bidang ketenagalistrikan, Yang jika kita melakukan review terhadap UU NO.3 tentang Minerba (Pertambangan mineral dan batubara) tahun 2020 dengan aturan sebelumnya yaitu UU NO. 4 Tahun 2009, maka perubahan yang paling berdampak positif yaitu terkait dengan proses IUP (Izin Uzaha Pertambangan) yang menjadi komoditas suplai bahan baku utama untuk energy fosil yang menjadi bahan baku untuk pembangkit energy listrik konvensional seperti PLTU, PLTG, PLTGU.

Deregulasi aturan dalam perizinan menjadi hal positif dalam investasi jangka panjang dalam bidang ketenagalistrikan. Kejelasan dalam perjanjian menjadi lebih terbuka kearah peningkatan jumlah investor yang ingin memberikan sumbangsih dalam perencanaan pembangunan ketahanan energi dalam skala nasional. Dengan rujukan aturan yang baru maka kepastian dalam perizinan yang menjadi masalah selama ini telah terjawab dengan system perizinan yang terpusat di nasional.

Oleh karena itu, dampak positif dengan adanya deregulasi aturan ini menjadi dasar dalam analisis dan kajian tentang bisnis ketenagalistrikan dimasa mendatang. Dengan melihat beberapa contoh dalam hal ini adanya upaya pemerintah untuk menambah produksi bahan bakar fosil dalam jumlah yang besar untuk memberikan suplai terhadap demand/permintaan dari pembangkit listrik yang masih konvensional dibeberapa daerah di Indonesia. 

Kemudian upaya meningkatkan nilai tambah dalam bentuk smelter (Bahan setengah jadi) pada sector pertambangan logam merupakan bentuk yang nyata dari adanya kepastian investasi pada energi. Kemudian target energi listrik nasional yaitu 35.000 GW (Data RPJPN Bappenas 2019-2024) tetap menjadi tujuan walaupun realisasi hingga saat ini masih dibawah 10.000 GW (Data PLN.CO.Id Realisasi pembangkit listrik).

Dengan adanya kepastian dalam aturan dan regulasi tersebut, maka proyeksi peningkatan jumlah investor dalam bidang ketenagalistrikan akan meningkat dalam tahun-tahun mendatang, jika pemerintah tetap konsisten dengan target utama yang ingin dicapai yaitu cadangan energi listrik nasional mencapai 35.000 GW. Bukan hal mustahil untuk merealisasikan hal itu dengan menarik minat investor seluas-luasnya dalam hal ini mampu mengajak dalam mitra pembangunan sumber pembangkit untuk ketersediaan energi listrik dalam skala nasional.

Dengan banyaknya investasi dan pembangunan pada sektor pengadaan energi listrik, tentu menjadi masalah fundamental dalam kajian empiris tentang masalah lingkungan dan social. Dengan perbandingan jumlah pembangkit listrik konvensional dengan pembangkit listrik terbarukan, tentu masih menjadi tugas yang berat untuk terus ditingkatkan perbandingannya. 

Menyikapi masalah gas buang hasil dari pembangkit konvensional tersebut tentu perlu kajian teknis untuk merekayasa masalah tersebut agar menjadi inovasi yang membantu mengurangi dampak kerusakan lingkungan yang terjadi. Beberapa contoh terkait masalah tersebut tentu bisa dilihat dari data dan kajian yang dilakukan oleh akademisi dan LSM Lingkungan. Serta masalah konsorsium pada aspek perlindungan terhadap masalah sosial yang terjadi disekitar wilayah pembangkit listrik konvensional yang banyak bermasalah. 

Contoh kajian lingkungan terhadap PLTU Indramayu yang menjadi tugas bersama untuk mencari jalan keluar untuk modifikasi dan inovasi gas buang hasil pembakaran batubara dan pemanasan air yang menjadi suplai gas Co2 dan No3 bisa direduksi dalam kapasitas yang menunjang untuk dilakukan perbaikan(sumber: WALHI.or.id-2017).. Kemudian masalah sosial dalam hal pelepasan lahan yang menjadi wilayah pembangkit energi listrik yang hingga saat ini memakan korban. Kekerasan social dalam pelepasan lahan menjadi berita disetiap adanya pembangunan pembangkit.

Dengan demikian, dampak negatif tersebut memberikan masukan yang konkret untuk menata regulasi yang baru tersebut untuk menjadi dasar bagi investor dalam menyikapi masalah social jika ingin berinvestasi. Regulasi yang memudahkan justru menjadi dasar untuk memperbaiki keadaan di sekitar wilayah pembangkit itu dibangun. Jika hanya mengandalkan hasil keuntungan yang menjadi CSR (Corporate social responsibility) dalam bentuk uang/materi, tentu ini tidak menyelesaikan masalah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun