Mohon tunggu...
Bung Syam
Bung Syam Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hidup adalah kenyataan, terima kenyataan, dan hadapi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Penegakan HAM Dilihat dari Sisi Kemanusiaan

15 September 2016   11:13 Diperbarui: 16 September 2016   02:54 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kerancuan, ketidak-pastian, ketidak-jelasan, dan ketidak-tahuan adalah sumber dan pangkal dari munculnya berbagai pelanggaran dan kesalahan yang dilakukan oleh anak Bangsa yakni Bangsa Indonesia. Banyaknya pasal-pasal dalam kitab perundang-undangan tidak mampu menjembatani terjadinya berbagai kesalah fahaman tersebut. Peraturan-Pemerintah juga demikian tidak juga bisa menyelesaikan persoalan yang selalu muncul hilang dan tumbuh kembali. Sebagai sebuah Bangsa kita perlu merunut dan meluruskan benang merah ini sampai ketemu dimana titik awal (sumbernya) terjadinya semua ini, kemudian menemukan akar masalah yang menimbulkan kesalah-fahaman itu terjadi.

Sebab akar masalah semua kejadian ini ada karena ada yang telah menanam sebelumnya, karena ini sebuah Bangsa hampir tidak mungkin itu terjadi bukan sebuah kesengajaan yang sengaja diciptakan, karena adanya kepentingan-kepentingan yang bersifat (pribadi, kelompok, golongan, atau elit tertentu). Karena akarnya sudah diciptakan seperti itu yaitu sesuai kehendak yang bersifat (pribadi, kelompok, golongan, atau elit tertentu) maka sumbernya juga akan mengeluarkan berbagai produk hukum dan perundang-undangan yang tidak mungkin jauh dari akar yang sudah ditancapkan dan ditanamkan begitu dalam menghujam ke dasar bumi (pemikiran manusia Indonesia).  

Sekarang persoalanya adalah siapkah Bangsa dan Negara ini mencabut dan menjebol akar masalahnya untuk mengganti sumbernya agar mengalir produk-produk hukum yang berfihak kepada kemanusiaan. Ini pilihan yang sulit karena akan menyangkut persoalan Bangsa secara menyeluruh tentu akan memerlukan biaya dan harga yang sangat mahal, ini kalau dilihat dengan kacamata ekonomi dan kestabilan Bangsa. tapi bila dilihat dari kacamata kemanusiaan yang bersifat langgeng sampai ke anak cucu itu menjadi sesuatu yang amat murah harganya dibanding resiko yang ditanggung jika keadaan seperti ini dibiarkan terus berlangsung.

HAM atau hak azasi manusia tidaklah sesederhana dan seringan yang terpikir dan terbayang dalam pemikiran kita, ini menyangkut persoalan tatanan dunia (Negara dan Bangsa) mau jadi baik atau buruk dan terpuruk Negara dan Bangsa ini terletak dan terpusat disini. Karena sumber dan akar sesungguhnya menyatu dalam ujud manusia yang menjadi pilar utama sebuah Negara dan Bangsa. Sumber masalahnya adalah kesalahan-kesalahan dalam konsep hukum yang dipelajari sehingga membentuk kerangka-kerangka berfikir yang tidak simetris dengan hakekat kemanusiaan itu sendiri. Dan sumber masalahnya adalah adanya kepentingan-kepentingan yang bersifat sefihak, yang kemudian mempengaruhi dan menjiwai produk-produk hukum yang dilahirkan dan dipelajari.

Bagaimana akan berharap pada produk hukum bila kedua masalah utamanya sudah tidak relevan dengan hakekat kemanusiaan sebagai subjek dan objek dari adanya hukum. Kita tidak perlu bukti lab. dan sample sebagai bahan penelitian dan untuk bukti menguatkan dalam berargumen, karena bukti dan fakta dilapangan udah teramat banyak dan komplit kalau hanya sekedar untuk data empiris yang sebanding dengan hasil lab. Udah tanyakan di warung-warung kopi pojok jalan, dikedai-kedai warung remang-remang, di empang sawah tempat pak tani bermusyawarah semua akan memiliki nada dan suara yang sama (koor paduan suara) bila menyangkut dengan masalah Hukum dan HAM.

Saya tidak hendak menyalahkan siapa-siapa dan mendiskritkan fihak lain dan menganggap pendapat sendiri yang paling benar dan paling tepat. Namun saya coba bertanya pada kita semua, tentang kebenaran definisi dari HAM itu sendiri, siapa yang mengeluarkan pendapat mengenai definisi tentang HAM, bagaimana perlakuan manusia atau kelompok manusia yang telah mengeluarkan pendapat tentang HAM terhadap pelaksanaan HAM itu sendiri, dan apa tujuan dari kelompok yang mengeluarkan pendapat mengenai definisi tentang HAM apa kita tahu dengan pasti.

Karena saya berpendapat orang yang tidak pernah benar dalam bekerja terus mengeluarkan statemen tentang kebaikan bekerja yang akan berhasil dan sukses saya yakin 100% statemennya pasti salah. Karena sebuah statemen merupakan hasil dari trial and error yang akhirnya membawa seseorang menjadi berhasil karena mau belajar dari kesalahan-kesalahan masa lalu dan memperbaiki kemudian dan akhirnya terbukti dia berhasil menemukan kebenaran-kebenaran dari trial and error yang telah dia lakukan, yang seperti inilah baru bisa dipercaya kebenaran statemennya.

Mari berfikir dengan akal yang jernih dan hati yang bersih (ikhlash), apakah kita ini mengakui sebagai makhluk yang ber-Tuhan atau manusia yang ber-Ketuhan-an, kalau ya mari kembali kepada khittah kita sebagai manusia. Dari situlah titik awal yang harus kita lakukan baru kita selanjutnya menarik garis-garis yang serasi, selaras, dan seimbang dengan kemanusiaan kita sebagai makhluk yang ber-Ketuhan-an. Karena kalau saya mengambil produk hukum pasti akan ada banyak perdebatan dan pertentangan yang akan menjadi sebuah debat kusir, sekarang intinya kita ini mau mencari sebuah kebenaran atau mencari sebuah pembenaran. Kalau mencari sebuah kebenaran kita harus berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah terlepas dari segala atribut dan embel-embel yang menempel hanya sebagai status pemutus keterikatan rasa kemanusiaan.

Karena bicara hukum tidak hanya menjadi hak para praktisi hukum dan yang bersekolah dengan spesialisasi hukum. Semua memiliki hak yang sama hanya berbeda dalam porsi dan kedudukan dalam penguasaan hukum secara teori, namun secara rasa di dalam merasakan produk hukum akan memiliki kesamaan, jika itu terlepas dari unsur kepentingan yang bersifat sefihak. Hal ini tidak perlu dijelaskan kita sudah sama-sama tahu, karena ini menyangkut tentang adanya rasa keadilan, khittah manusia sama dalam hal ini terbukti rasa manisnya gula juga sama, rasa manisnya percintaan juga sama, rasa senang dihargai juga sama.

Rasa keadilan itu bilamana kita mampu menempatkan sesuatu sesuai kebutuhannya atau sesuai yang dibutuhkan, maka produk hukum itu dilahirkan sesuai dengan rasa kemanusiaan, tidak sesuai dengan rasanya hakim dan penguasa. Sama-sama maling ayam menurut rasa kemanusiaan akan berbeda perlakuan menurut sebab yang ditimbulkannya, sama seperti hukum alam besarnya reaksi akan sebanding dengan besarnya aksi yang menjadi penyebabnya atau hukum fisika aksi dan reaksi. Maha benar Allah dengan segala firmanya “manusia kebanyakan celaka karena tidak mau memikirkan tentang ciptaan Allah dan proses penciptaan dirinya dengan akalnya yang disertai dengan menyimak dalam hatinya bagaimana itu semua bisa terjadi”.

Manusia itu memang makhluk yang amat naïf betapa Tuhan telah memberikan berbagai iktibar yang berada dan bertebaran disekelilingnya, kenapa juga tidak berfikir begitu harmonisnya perjalanan sunnatullah (ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah) terhadap tiap-tiap sesuatu dengan segala proses terjadinya dan terbentuknya. Kita ini makhluk hidup disuruh belajar pada kehidupan kalau ingin benar dan tepat hidupnya, kalau bisa begitu maka terbentuklah sebuah bingkai yang disebut dengan hidup dan kehidupan. Jangan melawan kehidupan, kita tidak akan mampu dan pasti akan kalah, karena kehidupan ditopang oleh Sembilan elemen : bumi, air, api, udara, bintang, rembulan, matahari, tumbuhan, hewan, dan terakhir kita manusia apa kita mau melawan yang Sembilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun