Mohon tunggu...
Septian Ananggadipa
Septian Ananggadipa Mohon Tunggu... Auditor - So let man observed from what he created

Pejalan kaki (septianangga7@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tentang iPhone dan Cipta Kerja

18 Oktober 2020   22:06 Diperbarui: 18 Oktober 2020   23:07 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Bowen Liu/Apple via Bloomberg News

Siapa yang tak tahu iPhone, salah satu merk smartphone paling populer di dunia, baru saja meluncurkan seri terbarunya yaitu iPhone 12. Semua orang tahu kalau Apple sebagai produsen adalah perusahaan asal Amerika Serikat, tapi produksi iPhone justru tidak di negeri paman Sam. 

Lalu dimana? dimana lagi kalau bukan di China.

Foxconn, perusahaan inilah yang memproduksi iPhone di China. Kenapa disana? sederhananya karena biaya tenaga kerja lebih murah dan urusan birokrasi lebih mudah, ya Upah Minimum Regional (UMR) di China kira-kira tidak sampai setengahnya dibanding UMR pekerja di Amerika Serikat.

Pemiliknya, Terry Gou, adalah orang Taiwan yang dulu juga dekat dengan Donald Trump. Saat kampanye, Foxconn disebut-sebut akan membuka pabrik di Wisconsin, namun ternyata urung terjadi. Alasannya, Foxconn tidak mendapatkan kemudahan fasilitas pajak.

Kalau kita ingat-ingat lagi, dulu di era SBY, Foxconn juga ramai diisukan akan membuka pabrik di Indonesia, namun sampai saat ini hanya tetap menjadi isu. Kabarnya, Foxconn juga meminta berbagai kemudahan namun tidak diiyakan oleh pemerintah.

Begitulah investor besar... sangat amat perhitungan dan tricky.

Meskipun China dan Amerika Serikat sedang sengit perang dagang, Foxconn toh cuek-cuek saja dan bisnisnya makin besar. iPhone juga makin laris, termasuk di Indonesia.

Omnibus Law

Lalu apa hubungannya dengan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja? Tujuan pemerintah menerbitkan UU Cipta Kerja ini kan mendorong pertumbuhan ekonomi, salah satunya meningkatkan investasi.

Investasi itu bisa datang dari dalam negeri maupun luar negeri. Dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5%, realistis bahwa Indonesia membutuhkan booster investasi dari luar negeri.

Lantas apa kita harus menggelar karpet merah untuk investor asing lalu ekonomi akan melesat? tentu tidak sesederhana itu.

Ingat, investor besar itu sangat amat perhitungan dan tricky.

Tidak hanya China, investor Arab kelas berat seperti Saudi Aramco misalnya, untuk membangun kilang minyak saja di Indoensia tarik ulurnya setengah mati.

Rencana investasi Aramco di Indonesia sejatinya sudah dimulai sejak tahun 2014, pemerintah bahkan telah menerbitkan beberapa kebijakan untuk mempermudah jalan proyek ini. Tapi apa mau dikata, pertengahan 2020 lalu proyek buntu, Pertamina akhirnya memutuskan akan menjalankan proyek ini sendiri, sambil mencari strategic partner lain.

Saudi Aramco pun ternyata malah menjalin hubungan investasi yang lebih mesra di China dan Malaysia. Dibentuknya konsorsium Huajin Aramco Petrochemical Co dan Technip FMC Plc - Malaysia Marine and Heavy Engineering menjadi bukti keseriusan Aramco di negeri tetangga.

Foxconn dan Aramco menjadi contoh nyata betapa tidak mudahnya menarik investor kelas kakap.

Investasi luar negeri diharapkan dapat menjadi trigger pertumbuhan ekonomi sekaligus membuka jalan transfer teknologi industri. Selama ini Indonesia cenderung hanya menjadi pasar konsumsi yang besar, namun ya untuk urusan produksi dan teknologi, jalan di tempat.

Cita-Cita

Bagaimana dengan investasi dalam negeri? sebagai informasi, berdasarkan data BKPM, penanaman modal dalam negeri menyumbang 49,1% dari total realisasi investasi hingga Juni 2020. Jadi, kekuatan investasi lokal jelas tidak bisa diremehkan.

Namun Cipta Kerja idealnya tidak melulu hanya tentang investasi, tapi juga kesejahteraan pekerja, pengembangan usaha, hingga birokrasi. 

Masalah birokrasi ini yang akut, percuma jika peraturan sudah dibongkar-pasang tapi eksekusi birokrasinya masih lambat dan berputar-putar.

Kini gelombang protes fokus pada urusan upah, hak cuti, kontrak kerja... namun sebaiknya jangan dilupakan bagaimana menciptakan lapangan kerja. Iklim entrepreneurship seharusnya terus dibentuk, dan insentif UMKM juga harus diperhatikan agar ekonomi Indonesia punya pondasi yang kuat.

Cita-cita kita sama, suatu saat Indonesia bisa membuat "iPhone" karya sendiri, berdiri kokoh diatas kaki sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun